chapter; 21

125 23 14
                                    

Ruangan serba putih kali ini terasa sedikit sesak karena banyak orang di dalamnya. Aroma khas kamar inap rumah sakit memenuhi penciuman mereka. Semua mengelilingi sebuah ranjang dimana seorang pria berambut blonde terbaring lemah dalam keadaan tidak sadar.

Suara isak tangis seorang gadis memenuhi ruangan. "Niall, kumohon sadarlah.."

"He will be fine Naya,," Liam merengkuh tubuh Naya menenangkan gadis itu.

Ya, Niall pingsan di atas stage dengan hidung mengeluarkan banyak darah. Konser langsung diberhentikan saat itu juga. The Boys dan semua tim kru tanpa basa basi membawa Niall ke rumah sakit.

Dokter mendiagnosis Niall mengalami kelelahan dan dehidrasi akut yang menyebabkannya pingsan dan mimisan di panggung saat bernyanyi. Dokter juga menemukan kadar alkohol yang tinggi pada darah Niall yang membuat Niall semakin dehidrasi. Ditambah dengan riwayat anemia yang dimiliki Niall menambah parah kondisinya.

"Aku tidak bisa melihatnya seperti ini Liam,," Naya memeluk Liam dan menangis dalam dekapan Liam. Liam mengelus kepala Naya memberikan rasa tenang yang ia punya pada Naya.

Sejujurnya, Liam juga merasakan apa yang Naya rasakan. Ia sangat khawatir dengan kondisi Niall. Begitu pula dengan Zayn, Louis, dan Harry.

"Ini bukti kalau kita overworked, and management didn't care about that" Louis menggenggam tangan Niall yang terbalut dengan selang infus.

"Lou, jangan mulai.." Zayn menghela nafasnya pelan. Ia tahu persis arah pembicaraan Louis.

"Zayn, kita terus menerus melakukan tour tanpa ada day off. Bahkan waktu istirahat kita kurang dari batas normal, itupun kita hanya tidur di bilik tidur. Belum lagi management sering menuntut kita untuk melakukan hal-hal aneh. Kita selalu telat makan karena terlalu sibuk. Niall dipaksa untuk diet kau tau itu kan Zayn? Ia sering mengalami maagh tapi ia tidak pernah mengatakannya kecuali sudah tidak kuat. Niall mengalami depresi dan kecemasan berlebih pun mereka tidak peduli, sampai akhirnya ini terjadi. Lalu siapa yang patut disalahkan?" Louis mengerang kesal seraya membanting tubuhnya di atas sofa.

Semua yang dikatakan Louis benar. Management selalu menuntut The Boys untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Sejatinya mereka hanya lima pria yang masih remaja. Remaja yang masih dalam fase pertumbuhan. Remaja yang masih ingin menikmati waktu bermain. Remaja yang masih lugu dalam mengenali kerasnya dunia entertainment.

"Kurasa dengan menyalahkan managementpun tidak akan membuat Niall membaik sekarang Lou," Harry terduduk di sebelah Niall. Hatinya tidak bisa berhenti mengeluarkan sumpah serapah untuk dirinya.

Harry tau persis apa yang membuat Niall seperti ini. Karena mungkin, ia adalah salah satu alasan Niall berada di rumah sakit sekarang. Niall akan mengalami depresi berkepanjangan untuk hal-hal yang menyakiti hatinya, dan itu bisa membuat kondisi tubuhnya drop.

Memorinya kembali berputar pada detik-detik Niall ambruk. Ia melihat dengan jelas Niall bernyanyi sambil menahan tangisnya. Petikan Niall mengendur saat cairan merah menetes dari hidungnya. Namun Niall masih setia menatap Naya seolah berkata 'aku akan tetap mencintaimu walau aku akan terluka'. Itu membuat Harry semakin diselimuti perasaan bersalah.

"Harry benar. Kalaupun management bersalah, ku rasa mereka juga tidak ingin Niall sampai sedrop ini," sahut Liam. Zayn mengangguk setuju dengan kalimat Liam.

"Setidaknya mereka harus datang kesini untuk mengecek kondisi Niall. Kita disini hanya bersama Will sebagai perwakilan dari Mr. Claffin. Sedangkan Mr. Claffin sedang menikmati pundi-pundi uang dari hasil kerja kita,"

"Lou please jangan buat aku semakin terbakar karena kalimatmu," Zayn mengusap wajahnya kasar.

"I'm sorry lads but that's the truth. Maafkan aku juga Naya, karena kami kau jadi ikut terlibat dalam dark side of One Direction.."

what if...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang