HEYYO! IM BACK!!!🎉
hari ini kalian libur kan? xixixi nikmatnya hari libur di tengah minggu yang sibuk :")))))
hope u enjoy this chapter, happy reading!💗
luv, Nx
⚠️ – harsh words, fighting, panic attack & suicide attempt.
I'm begging you, PLEASE, read at your own risk!!~~~~~
-Naya's pov-
"Maaf Naya. Kau sudah melanggar rules yang ku berikan padamu. Oleh karena itu keputusanku sudah bulat. Namamu benar-benar resmi tercabut dari official assistant of One Direction. Ku minta padamu juga untuk tidak memberitahu soal ini pada siapapun, termasuk dirinya. Kami akan memberikan kompensasi berupa uang yang akan segera kami kirimkan ke rekeningmu dan juga sebuah tempat tinggal yang jauh dari media. Karena kau tahu sendiri resikonya kalau media sampai mendengarnya. Aku yakin kau tidak ingin mengganggu karir---"
Aku membanting telfon rumahku sebelum Mr. Claffin menyelesaikan kalimatnya. Tubuhku hampir merosot ke lantai namun dengan sigap Niall menahannya.
"See? Ia membuangku setelah apa yang ia lakukan.."
Mataku sudah sangat sembab dan merah karena terlalu banyak menangis. Bahkan untuk berkedip saja rasanya perih sekali. Aku ingin sekali menangis lagi tapi aku harus mulai menguatkan diriku sendiri.
"Maaf.." hanya satu kata yang keluar dari mulut Niall. Matanya yang berkaca-kaca sudah siap untuk menumpahkan tangisannya.
"It's okay. That's not your fault.." ucapku sembari menarik Niall ke dalam pelukanku. Tidak tega melihatnya menangis, terlebih lagi menangisiku.
"Ia harus bertanggung jawab Naya," lirih Niall.
"Hei, aku kan harus pergi Niall. Kau dengarkan Mr. Claffin bilang apa? Ia tidak boleh tahu karena ini akan merusak karirnya, karirmu juga.."
"Peduli setan dengan karir kami Naya. Kau bahkan tidak memikirkan dirimu sendiri!" nada bicara Niall meninggi dengan air mata berlinang menghujani pipinya. Aku hanya bisa menghela nafasku pelan.
"Aku bahkan tidak memikirkan diriku sejak aku mengidolakan kalian. Aku menyayangi kalian. Aku tahu sesulit apa perjuangan kalian untuk sampai di titik ini. Aku tidak ingin karir kalian hancur hanya karena aku."
Aku berjalan menuju balkon rumahku. Mencengkram tralis besinya kuat. Dadaku kembang kempis tidak beraturan karena menahan emosi yang ingin meledak. Aku tidak ingin lepas kendali.
"Tapi ia menghancurkanmu Naya," Niall menyusulku ke balkon. "Setidaknya ia harus tahu sebelum kau pergi," lanjutnya parau.
Sesak. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali agar tidak ikut menangis bersama Niall.
"Niall, kalau ia tidak tahu, kalian hanya akan kehilangan satu orang yaitu aku. Bayangkan kalau ia sampai tahu. Semua orang akan ikut mengetahuinya. Media, pers, semuanya Niall. Terlebih, yang mereka tahu aku sudah selesai dengannya. Kalian tidak tahu statement bodoh apa yang akan media keluarkan. Lalu, semua orang akan mencap kalian semua buruk. Directioners akan membenci kalian. Mereka semua akan pergi meninggalkan kalian dan kalian akan kehilangan highlight kalian, kalian kehilangan banyak orang. Aku tidak ingin itu terjadi. Jadi, biarkan tetap seperti ini ya? Aku yang akan pergi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
what if...?
Fanfiction[Completed] -- "What if... I call you that you're a Draiocht?" "What is that Niall?" "In Irish we say Draiocht for a magic!!" "Am i a magic for you?" "Yeah, everything about you is magic, Naya. Do you agree Harry?" "Yeah, I do Niall. But, we have...