"Zi, Laki-laki yang nganter kamu semalam siapa? Sopan banget, gak seperti Bayu pacar kamu." Zia memperlambat kunyahan di mulutnya, dia menelan nasi di mulutnya dengan susah payah.
"Boro-boro nganterin kamu pulang sampai depan pintu, paling kamu cuma di turunin di depan gerbang." Zia hanya cengengesan. Dia tidak tahu harus berkata apa, yang papanya katakan memang benar. Bayu tidak sesopan Edwin.
Dalam hati Zia ingin tertawa, ternyata di balik sikap tegas bosnya, dia juga memiliki sikap sopan santun kepada orang yang lebih tua.
"Halah, paling cuma cari muka doang didepan papa. Dimana-mana itu Bayu lebih baik, lebih ganteng, lebih kaya dari pada laki-laki tadi malam." Sinis Nia, dia tidak setuju dengan pendapat suaminya.
"Cari muka darimana? Orang mukanya udah ganteng gitu, ngapain cari muka didepan papa." Gurau Panji, yang langsung diberi dengusan oleh Nia.
"Tapi..."
"Anak mama itu Bayu atau aku sih? Kan aku udah bilang kalau aku itu udah putus sama dia." Zia meletakkan sendok makannya dengan kasar.
"Tapi alasannya apa? Hubungan kalian itu udah berjalan lama loh, Zi." Nia menatap wajah putrinya dengan kilatan emosi. Menurutnya tidak ada laki-laki lain yang sebaik Bayu. Dia sudah cocok dengan laki-laki itu untuk dijadikan suami anaknya.
Mendengar kata putus yang keluar dari bibir anaknya, membuat Nia sedikit tidak terima. Kenapa harus putus?
"Bayu selingkuh dengan Perempuan lain di apartemennya. Terus Zia harus apa? Harus tetap menerima perselingkuhan dia gitu? Maaf Ma, Zia punya hati. Coba mama banyangkan kalau papa selingkuh sama Perempuan lain, hati mama bagaimana?" Nia terdiam dengan pandangan datar. Sedangkan Panji tersedak minumannya sendiri. Kenapa dirinya harus dibawa-bawa?
"Dasar Bayu kurang ajar!" Geram Nia. Dia berdiri dan langsung memeluk putrinya.
"Maafin mama sayang." Nia mencium kening putrinya dengan penuh penyesalan. Zia hanya mengangguk di pelukan mamanya sambil menangis.
****
"Bisakah Daddy menelepon Tante Zia dan menyuruhnya datang ke rumah? Aku kangen sama dia." Miko menekuk wajahnya sambil menghampiri Daddy-nya yang sedang tiduran di sofa ruang keluarga.
"Tante Zia sibuk. Kamu mainan mobil-mobilan aja." Edwin mengusap rambut putranya, dia kembali sibuk dengan benda pipih di depannya.
"Gak mau, aku maunya sama Tante Zia." Miko mulai menunjukkan sifat cengengnya. Lihatlah, bocah kecil itu sedang mulai menangis sesenggukan.
"Hiks..., Hiks..., Aku mau Tante Zia kesini!" Miko berteriak sambil menggoyang-goyangkan tangan Edwin.
Bibir Edwin menghela nafas kasar. Selalu begitu, menangis ketika keinginannya tidak dipenuhi. Edwin bangkit dari posisi duduknya, dia menatap putranya datar.
Sedari kecil Edwin Aku'i, dia memang sering memanjakan putranya. Itu semua karena dia tidak mau putranya bersedih. Sudah cukup putranya menangis karena tidak memiliki ibu, dia tidak mau anaknya menangis dengan alasan lain. Tapi ketika anaknya sudah sedikit besar, dia sudah mulai bersikap keras kepada dia, namun mau bagaimana lagi? Sifat manjanya semasa kecil berlanjut sampai besar.
"Kamu tidak bisa menyuruh Tante Zia datang kesini dengan seenakmu. Dia itu bukan ibu mu, jadi..."
"Akan aku buat dia menjadi ibu ku nanti." Miko berlari pergi dari hadapan Daddy-nya. Baginya, Tante Zia itu adalah mamanya. Sekarang dan selamanya.
"Daddy jahat!" Miko menekuk kedua kakinya sambil menangis di pojokan kamar. Tempat itu sudah menjadi tempat favoritnya ketika dia sedang bersedih atau menangis.

KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...