Terik matahari membuat rambut Zia lepek. Sepulang dari mall, anaknya yang ganteng itu mengajak dia pergi ke taman kota. Miko berjalan dengan aura wajah gembira. Anak itu sedang duduk di kursi taman sambil memakan es krim. Dia sedang mengamati beberapa anak yang sedang bermain dengan orang tuanya.
"Besok kalau Daddy libur kita kesini lagi ya, Ma? Aku mau main bola bareng Daddy." Ucap Miko, sambil tersenyum. Bola salah satu anak laki-laki yang main diujung sana menggelinding hingga mengenai bawah kaki Zia.
Anak laki-laki itu berlari menghampiri Zia dan Miko. Dengan bibir tersenyum, Zia berlutut di depan anak lelaki itu. Dia mencoba mensejajarkan tingginya dengan tinggi anak itu.
"Terimakasih, Tante." Ucap anak itu ketika Zia memberikan bolanya. Zia mengangguk, lalu mendongak keatas ketika merasa ada orang menatapnya.
"Anaknya, Mbak?" Tanya perempuan yang kira-kira berumur 28 tahun. Zia mengangguk dengan bibir tersenyum.
"Main sama aku yuk?" Ajak anak lelaki itu.
"Emang boleh?" Tanya Miko, ragu.
"Boleh dong. Bolehkan, Pa?" Tanya anak laki-laki yang mungkin seumuran Miko.
"Tentu boleh, sayang. Ayo main kesana, kita permisi mbak." Ayah dari anak lelaki itu menggandeng Miko dan anaknya sendiri menuju tengah-tengah taman.
"Nikah muda ya, Mbak?" Tanya perempuan yang sepertinya ibu dari anak laki-laki tadi.
"Iya, begitulah." Jawab Zia malu-malu. Memang begitukan? Dia menikah mudahkan? Dia menikah saat umur 23 tahun, sedangkan Edwin umur 30 tahun minggu depan.
"Pantes anaknya sudah besar." Balasnya sambil tersenyum maklum. Zia meringis, haruskah dia menjawab jika itu adalah anak tirinya? Atau dia menjawab, kalau dia menikah dengan duda? Plis deh, ya! Itu bukanlah sebuah kebanggaan yang harus dia umbar.
***
Setelah mengobrol ringan dengan sepasang suami istri yang baru dia temui, Zia melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumah. Sangking senangnya bermain bola, Miko sampai sulit untuk diajak pulang. Dan ya..., Akhirnya mereka berdua pulang sore deh.
Zia memincingkan matanya ketika tidak mendengar suara suaminya. Tumben sekali suaminya itu belum pulang. Bukannya hari Sabtu itu pulang cepat?
"Mas Edwin belum pulang, Mbok?" Tanya Zia, sambil memberikan segelas air putih kepada sang anak.
"Belum, Mbak. Kena mancet mungkin." Jawab Mbok Jum, kurang yakin. Zia mengangguk, lalu mengeluarkan benda canggih dari tes kecilnya.
Tit___
Nada tunggu heandponenya membuat Zia sedikit kesal. Tidak biasanya suaminya seperti ini.
Nada dering tadi berubah menjadi suara berat laki-laki setelah hampir 1 menit lamanya Zia menunggu suaminya mengangkat panggilan teleponnya.
"Hallo, Ada apa?"
Zia mendengus. Suara di seberang sana terdengar pelan. Seperti enggan mengganggu orang lain yang sedang istirahat.
"Dimana? Kenapa belum pulang? Ini udah jam 17.00 loh Mas. Bukannya setiap hari Sabtu kantor pulang cepat? Kamu mampir kemana? Apa jalanan ibu kota semancat itu? Atau mungkin Mas lupa jalan pulang?"
Sebuah pertanyaan beruntun Zia berikan kepada suaminya. Biar, biar gendang telinga lelaki itu rusak mendengar suara cemprengnya. Salah sendiri dia membuatnya khawatir.
"Tenang sayang, aku sedang ada di rumah sakit. Maaf ya sudah membuat kamu cemas dengan tidak mengabari kamu dulu? Mungkin aku pulang agak malaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...