Siang tadi Zia sudah mengirim pesan kepada Edwin, bahwa Miko berada di rumahnya. Baru saja Edwin menginjakkan kakinya di teras rumah Zia, suara tawa anaknya sudah terdengar di telinganya.
"Nenek tangkap aku!" Seru Miko, dia berlarian mengelilingi meja makan rumah Zia. Anak laki-laki itu sedang bermain kejar-kejaran bersama Nia.
"Miko, jangan lari-larian sayang. Nanti kamu jatuh." Edwin tersenyum tipis, dia hafal betul bahwa suara itu adalah milik Zia, sekretarisnya.
"Gak akan jatuh, kan ada nenek. Ya kan nek?" Miko menghampiri Nia yang sedang mengatur nafasnya akibat berlari mengejar dirinya.
"Assalamualaikum." Suara bariton milik Edwin, membuat semua orang yang sibuk di meja makan menatapnya.
"Waalaikumsalam, Nak Wiwin." Nia menghampiri Edwin dengan langkah tergopoh-gopoh.
"Namanya Edwin, Ma. Bukan Wiwin." Koreksi Zia.
"Sama saja, masuk nak." Nia mempersilahkan Edwin masuk dengan ramah. Edwin menganggukkan kepalanya, dia mencium telapak tangan Nia sebagai tanda hormat.
"Daddy, tadi aku main kejar-kejaran sama nenek loh." Adu Miko yang sekarang sudah berada di dalam gendongan Edwin.
"Maaf, jika anak saya merepotkan ibu dan Zia." Edwin menatap Nia dan Zia dengan tatapan tidak enak.
Nia tersenyum tipis, "Saya malah senang ada Miko disini. Jadi rumah gak seperti kuburan, sepi. Andai saja Zia mau nikah dan punya anak, mungkin saya gak kesepian."
Zia meringis pelan. Mamanya itu memang sangat menyebalkan.
"Kan belum ada yang cocok, Ma." Zia menghampiri mamanya dengan bibir tersenyum tipis. Dia meletakkan kopi hitam di meja makan. "Silahkan diminum, Pak Edwin."
"Pak Edwinkan duda, terus kamu juga udah dekat sama anaknya, kenapa kamu gak nikah saja sama dia?" Di dalam hati, Edwin sedang bersorak gembira.
"Gimana pak Edwin? Sepertinya putri saya juga tidak jelek-jelek banget untuk di jadikan istri bapak." Mendengar ucapan mamanya, Zia meringis pelan. Mamanya benar-benar menjatuhkan harga dirinya di depan bosnya.
"Tidak usah memanggil saya Pak, Bu. Kalau memang Zia mau dengan saya, besok saya akan kesini untuk melamar dia." Edwin tidak membuang kesempatan ini dengan sia-sia. Dia akan benar-benar serius dengan Zia, jika perempuan itu mau dengannya.
"Yaampun pak, ayo kita langsung ke rumah sakit saja. Kasihan Miko nanti demamnya gak turun-turun kalau tidak segera di obati." Zia mengambil alih Miko dari gendongan Edwin.
"Tapi kopinya, Zi?" Tanya Nia, binging.
"Pak Edwin lagi gak mau kopi. Ayo pak kita pergi ke rumah sakit sekarang." Zia berjalan cepat keluar dari rumahnya. Dia meninggalkan mamanya dan bosnya sendiri di dapur.
"Saya pamit dulu, Bu. Assalamualaikum." Edwin mencium telapak tangan Nia dengan sopan.
"Waalaikumsalam." Jawab Nia, sambil menatap Edwin dan kopi hitam di meja makan bergantian.
Di dalam mobil tidak ada yang bicara. Zia sibuk mengusap pipi Miko supaya cepat tidur.
"Zi, Saya masih menunggu jawaban kamu dulu." Edwin tiba-tiba mengeluarkan suaranya setelah lama terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...