Miko menyaksikan semuanya, dari mulai mamanya dimasukkan kedalam liang lahat, sampai dengan bubarnya semua orang. Miko menyaksikan semua itu dalam diam. Batinnya terpukul atas kematian mama kandungnya. Zia dan Edwin yang baru selesai menaburkan bunga mawar diatas pusaran Hesti menatap Miko sendu. Zia maupun Edwin tahu bahwa anak mereka sedang sedih. Tapi dia mencoba menutupi semuanya dengan bibir terkantup rapat.
Kalian tahu apa yang lebih menyakitkan dari pada menangis dan menceritakan kesedihan kita kepada orang lain? Yaitu terdiam dan menyimpan kesedihan itu sendiri. Hal yang paling menyakitkan adalah ketika kita terdiam dengan batin yang menangis.
Edwin dan Zia menghampiri putra mereka. "Kamu tidak mau mendoakan Mama Hesti?" Tanya Zia, begitu lembut.
Miko berjongkok di depan makam mamanya. Dia meletakkan keningnya diatas batu nisan sang mama. Matanya terpejam, dia seakan menyangkal tentang kematian mamanya. Dia menyangkal bahwa nama yang tertera di batu nisan itu bukanlah nama mama kandungnya, melainkan nama orang lain.
Miko mengadahkan kedua tangannya keatas. Dia menunduk dengan punggung bergetar. Sesak di dadanya tidak bisa dia tahan.
"Yaallah, ampuni dosa mamaku. Biarpun dia tidak pernah bicara kalau dia sebenarnya adalah mamaku, tapi dia selalu menjagaku. Dia adalah Tante Hestiku yang tiba-tiba menjelma menjadi mamaku. Yaallah, aku menyayanginya."
Miko mundur kebelakang, dia berada ditengah-tengah Zia dan Edwin.
"Ikhlaskan mama kamu ya, Nak? Suatu saat kamu akan bertemu dengan dia di surga." Zia mencium pipi anaknya yang hanya terdiam.
Edwin ikut berjongkok seperti istrinya. "Kamu pernah menangis ingin bertemu dengan Mamamu 'kan? Sekarang Allah sudah mengabulkan keinginanmu untuk bertemu dengan mamamu."
"Tapi tidak dengan keadaan seperti ini, Dad." Miko menatap wajah Daddy-nya penuh luka.
"Apapun keadaannya, Allah lebih tahu Nak. Ikhlaskan mamamu, biar dia tenang disana." Edwin membawa anaknya kedalam pelukannya.
"Aku selalu meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengan mamaku. Tapi sayang, aku lupa meminta Allah untuk tidak mengambil mamaku dari pelukanku." Batin Miko, menangis.
***
Suara alunan ayat suci memenuhi rumah Edwin. Keluarga kecil itu sedang mengadakan pengajian untuk mendoakan kepergian Hesti.
Miko yang berada di pangkuan Daddy-nya menatap kearah pintu. Pantulan cahaya menyilaukan matanya. Tapi sayang, hanya dia yang bisa melihatnya. Saat semua orang sudah selesai membacakan doa untuk mamanya, Daddy-nya menyuruhnya berdiri dan ikut menyalami orang yang sudah mendoakan mamanya. Saat dia ingin kembali duduk, kilauan cahaya itu malah semakin terang dan menyilaukan matanya.
Sebuah bayangan putih dengan bibir tersenyum menatap wajah tampan Miko. Apa itu mamanya? Apa mamanya datang menjenguknya?
"Dad, mama dad." Edwin mengerutkan keningnya, mama? Bukannya Zia ada disampingnya, lalu kenapa anaknya malah menunjuk kearah pintu dengan menyebut kata mama?
"Mama..." Miko berlari kearah pintu, lalu dengan cepat kiyai menutup pintunya.
"Silauan cahaya itu adalah arwah milik Mbak Hesti. Dia hanya ingin memastikan anaknya baik-baik saja." Jelas sang kiyai tanpa Edwin dan Zia tanya.
"Lalu kenapa hanya anak saya yang bisa melihat Mbak Hesti, Pak kiyai? Kenapa saya dan suami saya tidak bisa melihatnya?" Tanya Zia, penasaran.
Sang kiyai itu tersenyum, "Karena yang ingin Mbak Hesti temui itu anaknya, bukan kalian. Saat dia sudah memastikan anaknya baik-baik saja, dia juga akan pergi kealamnya dengan sendirinya." Jelas Pak kiyai. Zia mengangguk, dia menghela nafas panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...