WARNING!!!
JANGAN LUPA VOTE SEBELUM BACA, DAN COMMEN SETELAH BACA CERITANYA. KARENA READRES YANG BAIK ITU SELALU MENGHARGAI KARYA PENULIS. BEGITUPUN SEBALIKNYA, PENULIS HARUS SELALU MENGHARGAI READRES DENGAN CARA UPDATE CERITANYA CEPAT.
_______________________Sore ini Zia dan Edwin sedang berada di gazebo rumah Edwin. Keduanya sedang duduk santai disana. Di depan mereka berdua sudah ada dua gelas teh hangat, biskuit, dan juga satu jus. Jus itu milik Miko. Sore ini Miko sedang bermain bola sendiri. Tadinya dia bermain dengan Edwin, tapi sekarang Edwin sedang beristirahat.
"Ma, haus." Miko menghampiri Zia dan Edwin. Semenjak Zia resmi menjadi mamanya, Miko menjadi sangat manja. Lihatlah dia sekarang, dia sedang duduk di pangkuan Zia sambil meminum jus apel.
"Mik, cuci tangan sana." Suruh Edwin, sambil mengusap lembut rambut putranya. Miko menggeliat, dia menyembunyikan wajahnya di cekukan leher Zia.
"Biarinlah, Mas. Mungkin Miko masih capek abis main bola." Zia mencium gemas pipi chubby putra angkatnya.
"Mas..." Panggil Zia, sambil menatap sosok lelaki tegap yang sudah resmi menjadi suaminya. Edwin hanya diam, dia menunggu kelanjutan ucapan Zia.
"Minggu kemarinkan katanya Miko masuk TK, gak lagi Paud. Tapi pendaftaran TK nya malah di undur gara-gara Virus Corona. Terus kamu di kasih tahu gurunya gak? Tentang kapan kita bisa daftarin Miko ke TK?" Tanya Zia, lembut. Dia sangat bersemangat untuk datang ke sekolah baru putranya untuk mendaftarkan dia disana.
"Gak tahu, kemarin katanya udah new normal, tapi gurunya belum konfirmasi apa-apa ke aku." Edwin menjawab dengan jujur. Indonesia memang sudah new normal, tapi kematian gara-gara Covid-19 masih terus berlanjut. Guru dari anaknya juga belum mengkonfirmasikan tentang kapan putranya itu bisa mendaftar di TK. Semuanya sangat ribet dan memusingkan.
"Spada....., Yuhu...." Suara toa milik seseorang membuat Miko yang hampir memejamkan matanya menangis gara-gara kaget. Zia yang melihat putranya menangis menggeram kesal.
"Mas, lihat siapa yang datang. Aku mau bawa Miko ke kamar. Kasihan, pasti dia capek." Zia menggendong Miko, dia masuk kedalam rumahnya dengan hati dongkol. Dasar tamu tidak punya akhlak.
Edwin berjalan kearah pintu utama rumahnya. Dia tidak kaget ketika melihat orang yang berdiri di depan rumahnya itu berteriak.
"Dar, Dar, Miko sampai kaget ngedenger suara kamu." Edwin berdiri di depan Dara yang sedang menenteng rantang di tangan kanannya.
"Zia mana Zia? Kalian pindahan kesini kok gak ngomong-ngomong? Seneng banget aku pas tahu kalian akan tinggal disini. Berarti kita sekarang tetanggaan." Bibir kereta balap milik Dara terus mengoceh. Terkadang Edwin berfikir, apa gendang telinga Tirta tidak pecah serumah dengan dia?
"Ya, terserah kamu. Masuk, Zia sedang nidurin Miko." Edwin mempersilahkan Dara masuk kedalam rumahnya. Saat dia ingin menyusul Zia ke kamar Miko, perempuan cantik itu sudah berada di anak tangga.
"Suara toa kamu itu kenapa gak ilang-ilang sih, Dar? Anak aku tuh sampai nangis kejer gara-gara kaget ngedenger suara kamu." Zia duduk di depan sahabat karibnya. Dia melihat rantang yang berada di atas meja ruang tamu.
"Bawa apa tuh?" Tunjuk Zia pada rentang makanan di depannya.
"Rendang, buat kamu sekeluarga. Soalnya aku tuh seneng banget bisa tetanggan sama kamu." Dara tersenyum lebar di depan Zia dan Edwin.
"Mau ke pom bensin dulu aku, Yank." Edwin beranjak dari posisi duduknya ketika Zia sudah menganggukkan kepalanya.
Setelah Edwin pergi, Dara langsung mendekat kearah Zia. "Ceritain woy pengalaman kamu sama Edwin pas malam pertama. Gimana, Gimana? Dia hot gak pas ada di atas kasur? Waduh, otot perutnya pasti bikin Lo gak kedip." Dara mengoceh bagaikan burung Beo.
"Malam pertama ya gitu, ngapain harus di ceritain?" Zia menoyor kening Dara yang sedang memanyunkan bibirnya.
"Ah, elah. Cerita dikit kenapasih? Aku kan penasaran sama cara main duda ganteng." Dara memasang wajah bete di depan Zia.
"Duda ganteng yang kamu maksud itu suami sahabat kamu sendiri. Dasar sinting. Udah sana pulang, aku mau mandi." Zia mendorong bahu Dara yang sedang duduk di sampingnya.
"Kamu ngusir aku, Zi? Sumpah, bahkan kamu itu belum ngasih aku minum. Dasar orang kaya pelit." Dara berdiri, lalu dia menyambar rantang yang dia bawa tadi.
"Kalau pulang, rantangnya gak usah di bawa pulang juga kalik." Zia merebut paksa rantang makanan yang berada di tangan kanan Dara.
"Pamali tahu, Dar. Orang udah di kasih diambil lagi." Ucap Zia, sambil menghirup wangi rendang yang Dara bawa.
"Salah sendiri kamu ngusir aku, kan aku baperan orangnya." Dara memanyunkan bibirnya yang di balas tawa oleh Zia.
***
Mbok Jum, Mbak Mina, dan Mbak Sasa sangat senang dikala Zia dan Edwin memutuskan akan tinggal disini. Dia kira Tuannya yang kaya raya itu akan pindah rumah, Ternyata....
"Mbok, Susu buat Miko sudah Mbok buatin?" Zia berjalan menghampiri Mbok Jum yang sedang bercanda dengan Mbak Mina dan Mbak Sasa di meja makan.
"Ah, nyonya. Sudah, Nya. Sudah saya antar malah ke kamarnya Mas Miko." Mbok Jum menjawabnya dengan sopan.
"Panggil saya Mbak aja Mbok. Lagi pula saya itu masih muda. Kalian bertiga tidur aja, udah malam." Suruh Zia, sambil menuangkan air putih kedalam gelasnya.
"Tapi Tuan kan belum tidur, Mbak. Dia pasti nanti nyuruh kita untuk ngebuatin kopi." Ucap Mbak Mina, pelan.
"Soal itu biar saya yang ngurus. Udah kalian tidur, pasti kalian capek. Istirahat yang cukup, nanti malah sakit lagi." Zia tersenyum lembut kepada mereka bertiga. Dia tidak mau berlagak seperti majikan dan pembantu. Baginya dia sama seperti mereka bertiga. Tidak ada yang beda, pembantu juga manusia yang patut di hormati.
"Baiklah, Mbak. Selamat malam." Balas Mbak Sasa, sopan.
"Mbak Zia juga harus istirahat." Suruh Mbok Jum.
"Iya, Mbak. Pasti Mbak Zia juga capek ngurus Mas Miko." Lanjut Mbak Mina.
"Saya gampang lah. Yaudah, selamat malam, dan selamat tidur semua."
Setelah mereka semua pergi, Zia berjalan kedapur untuk membuatkan segelas kopi hitam buat sang suami.
Zia berjalan naik keatas tangga rumahnya. Dia duduk di samping sang suami yang sedang fokus menonton bola.
"Miko udah tidur?" Tanya Edwin, sambil mencium rambut Zia. Edwin sangat menyukai harum rambut Zia yang berbau strawberry.
"Udah, barusan." Jawab Zia, dia tiduran di atas paha suaminya. Tangan Zia sibuk menari-nari di atas layar pipih di depannya.
"Balas chat dari siapa sih? Serius banget." Edwin menunduk untuk mencium kening Zia.
"Dara, katanya Tirta belum pulang." Jawab Zia sambil meletakkan heandponenya di atas meja ruang keluarga.
"Dia sibuk paling sama kerjaannya." Ucap Edwin, santai.
"Entah. Mau aku pijitin gak tangannya?" Tanya Zia sambil tersenyum manis.
"Lah kamu aja kelihatan capek gitu, sok-sok'an mau pijitin aku." Tolak Edwin. Melihat wajah sayu Zia, membuat hatinya tidak tega. Pasti perempuan itu capek mengurus anaknya yang tiba-tiba manja. Padahal sebelum ada Zia, Miko tidak semanja itu.
"Ke kamar yuk, yank?" Ajak Edwin, sambil menggigit kecil leher Zia.
"Sttt..., Gendong tapi?" Zia membuat penawaran kepada Edwin.
"Untung aku gak terlalu tua, jadi pinggangku gak encok kalau di suruh gendong kamu." Edwin tertawa kecil, dia sangat suka dengan sikap manja sang istri. Zia segera mengalungkan kedua tangannya ke leher sang suami. Dia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Edwin. Kalau suaminya setampan dan seromantis ini, apa alasan sebenarnya mantan istri suaminya meninggalkan dia? Kalau di pikir-pikir, sepertinya tidak masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...