Allah huakbar, Allah Huakbar, Allah Huakbar, Lailahailallah, Allah Huakbar. Allah huakbar walilailham.
Suara takbir berkumandang. Hati Zia sedikit bergetar mendengarnya. Dia menatap punggung suaminya yang sedang memakai peci. Di luar sana, Miko dan ketiga pembantunya sudah bersiap di depan mobil. Bahkan Miko sudah bangun jam 3 pagi tadi. Anak laki-laki itu terlihat sangat antusias mengikuti Sholat Idul Adha.
"Dad, Ma, Ayo..." Teriaknya dari luar. Zia tersenyum tipis, setelah memakai mukena bagian atas, dia berjalan menghampiri suaminya.
"Ayo, Mas. Udah di tunggu Miko sama yang lainnya." Ajak Zia, tersenyum lembut kepada sang suami. Dia memang masih marah kepada Edwin, tapi dia tidak mau merusak moment berharga yang hanya terjadi setahun sekali. Edwin membalas senyuman Zia, lalu dia menggandeng tangan perempuan itu untuk keluar dari kamar.
"Mbak Mina, panas." Rengek Miko, sambil menghentak-hentakan kakinya.
"Bentar, Mas Miko. Nunggu Daddy sama mama kamu ya?" Mbak Mina mencoba memberi pengertian kepada anak majikannya.
Miko memanyunkan bibirnya, senyumannya mengembang dikala dia melihat kedua orang tuanya berjalan keluar rumah.
"Mik, pecinnya di pakai." Suruh Zia, sambil menggendong anaknya untuk masuk kedalam mobil.
"Panas, Ma." Rengek Miko. Zia, Miko, dan Edwin berada di depan. Tentunya Miko sekarang ini sedang duduk di pangkuan sang mama. Sedangkan ketiga pembantunya duduk di belakang mereka.
"Gak jadi pergi ke masjid, Dad. Miko gak mau pakai peci." Ucap Zia kepada Edwin. Ketiga pembantu mereka tertawa kecil ketika melihat Miko menuruti permintaan Zia.
"Miko ganteng udah pakai peci." Ucap Miko, cemberut.
"Nanti kalau disana jangan lari-larian, duduk di samping Daddy aja." Nasehat Edwin kepada putranya. Miko adalah tipe anak yang aktif dan tidak bisa diam.
"Maunya duduk samping mama." Rengek Miko.
"Kalau gitu pakai mukena, jangan pakai sarung." Ucap Edwin yang di balas tawa kecil oleh Zia dan ketiga pembantunya.
***
Sesampainya di masjid, mereka semua sholat idul Adha bersama. Miko menggaruk kepalanya sendiri, dia tidak betah kalau di suruh hanya duduk diam. Teman-teman seusianya pada main lari-larian.
"Dad, masih lama?" Tanya Miko, lirih. Dia menarik sarung bagian bawah milik Daddy-nya. Dalam hati Edwin, doanya hanya satu, semoga sarung yang dia pakai tidak lepas.
Kejadian menjengkelkan terulang kembali. Saat Edwin sedang sujud, Miko berbisik di telinganya. "Dad, aku mau pipis."
Tidak hanya itu, sekarang Miko sedang mengeluarkan ketut yang berbunyi nyaring. Hal itu membuat orang-orang disekitarnya menahan tawa. Berbeda dengan orang-orang yang sedang menahan tawanya, sekarang Edwin justru menahan malu dan emosi. Setelah salam dia menatap putranya dengan dada naik turun.
"Mohon maaf bapak-bapak, anak saya memang seperti ini." Edwin melotot kearah Miko.
"Tidak apa-apa, lagian dia masih kecil. Kami memakluminya." Balas orang yang duduk di samping Edwin.
"Tapi anaknya baik loh, Pak Edwin. Anak saya aja lari-larian, dia malah duduk diam disini." Puji orang yang berada di depan Edwin. Mendengar pujian dan kata Maklum dari orang-orang, Edwin hanya membalasnya dengan senyuman.
"Mau pipis? Daddy antar." Tawar Edwin, sedikit berbisik kepada putranya. Bisa malu 180° dia kalau sampai Miko pipis disini.
"Udah gak, tadi aku kira aku mau pipis, eh malah mau kentut." Cengir Miko yang di balas tatapan malas oleh Edwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...