Bibir merah Zia tersungging manis dikala dia melihat calon suaminya sedang melakukan presentasi di depan. Sekarang ini Zia dan beberapa Staf penting kariawan di kantor ini sedang mengadakan meeting tentang masalah penurunan obset hotel. Sangking sibuknya Zia melamun, dia sampai tidak sadar jika rapat sudah selesai 3 menit lalu. Edwin menggelengkan kepalanya pelan, dia mendekati Zia dan memegang pundak perempuan itu. Tentu hal itu membuat Zia tersentak kaget.
"Yaampun, meeting_nya udah selesai?" Zia meringis pelan. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena ketahuan melamun di depan Edwin. Lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu menatapnya dengan alis terangkat satu. Bisa bayangkan betapa gugupnya Zia sekarang ini? Zia harap bos sekaligus tunangannya itu tidak marah padanya.
"Maaf..." Cicit Zia, sambil menggigit ujung bibirnya. Dia benar-benar kelewatan. Bisa-bisanya melamun di saat semua orang sedang berfikir keras untuk membuat obset hotel ini pulih kembali.
"Lagi mikirin apa, Hem? Kok senyam-senyum dari tadi?" Edwin duduk di samping Zia. Dia menatap Zia dengan wajah tenang. Sekarang Zia benar-benar merasa gugup. Tidak mungkinkan Zia mengatakan kalau dia sedang memikirkannya dan baru beberapa menit lalu mengagumi ketampanannya? Dia tidak segila itu untuk mengatakan kalimat itu.
"Gak kok, emmm..., Kerjaan aku banyak. Aku keluar dulu." Zia beranjak dari duduknya. Dia merapikan rok hitamnya sambil berjalan. Baru saja tangannya menekan kenop pintu, Edwin sudah menarik pergelangan tangannya hingga membuat dia berbalik dan menabrak dada bidang lelaki di depannya.
Zia mendesis pelan, untung saja lelaki itu segera menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Zia benar-benar kehilangan keseimbangannya.
"Jangan pernah coba-coba memikirkan laki-laki lain, Zi." Terlihat jelas kilat api cemburu terpatri di kedua mata Edwin. Lelaki jangkung itu menatap tajam kedua mata Zia.
Boleh Zia berteriak sekarang? Calon suaminya benar-benar sangat tampan.
"Apasih, Mas. Jangan kayak anak ABG deh cemburu-cemburuan gak jelas." Zia mendorong tubuh Edwin, pelan. Dia menatap wajah Edwin sambil menghela nafas pelan.
"Aku harus benar-benar pergi ke ruangan ku. Kerjaan ku sudah menunggu." Zia berbalik dan keluar dari ruang meeting. Sedangkan Edwin di dalam ruang meeting sendiri sambil menahan gejolak emosinya. Dia curiga saat mendapati calon istrinya menunduk sambil senyam-senyum sendiri. Dia ingin marah, tapi waktu itu dia sedang memimpin rapat.
"Arggg..." Edwin menonjok pintu ruang meeting.
***
Bayu berdiri di depan mobilnya sambil bermain kunci Mobilnya. Dia tersenyum dikala melihat Zia keluar dari kantor sendirian. Kemana Edwin si tua bangka itu? Bisa-bisanya perempuan muda seperti Zia mau dengan lelaki tua seperti Edwin.
"Zi..." Bayu menghampiri Zia, lalu memeluknya erat. Hal itu membuat Zia shock dan berdiri mematung di tempat. Apa sekarang yang memeluknya benar-benar mantan kekasihnya dulu?
Zia mendorong kasar bahu Bayu. Dia menatap kedua bola mata Bayu dengan sorot mata tajam.
"Sopan dong Mas. Main peluk-peluk orang aja." Terlihat jelas bahwa Zia tidak nyaman dengan perlakuan Bayu kepadanya tadi.
Bagaimana Zia tidak shock? Saat dia baru keluar dari kantor, tiba-tiba dia di sosor mantan kekasihnya itu.
"Sayang, aku masih sayang sama aku. Kemarin itu..."
"Khilaf? Khilaf kok desah. Khilaf atau mau minta nambah terus keburu aku datang? Eh buaya darat, denger ya, laki-laki kayak kamu itu pantasnya di binasakan." Potong Zia sambil menunjuk dada Bayu menggunakan telunjuk tangannya. Benar apa kata orang, menurut kamu sendiri, pacar kamu terlihat biasa saja di matamu. Namun mengertilah, di luar sana banyak yang menginginkan pacarmu menjadi milik mereka.
Dulu Bayu menyia-nyiakan Zia demi perempuan murahan yang hanya dia jadikan pemuas nafsunya. Tapi sekarang dia menyesal saat dia kehilangan Zia. Semakin kesini, dilihat-lihat Zia semakin dewasa dan cantik. Bayu benar-benar menyesal telah menyelingkuhinya.
"Yank..."
"Yang? Yang keberapa, Mas? Sekali laki-laki selingkuh, dia akan melakukan itu untuk hubungan selanjutnya." Maki Zia, dia mengibaskan rambutnya kebelakang. Banyak orang yang melihat mereka penasaran. Kenapa mereka berantem di parkiran kantor? Apa tidak ada tempat lain?
Zia melirik arloji jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dia tersenyum miring kepada Bayu. Baru saja Zia ingin melangkah pergi, tiba-tiba Bayu memeluknya dari belakang. Hal itu di lihat dengan jelas kedua mata seorang lelaki yang juga berdiri tidak jauh dari mereka.
Buggg-
"Bangsat!" Edwin memukul pipi Bayu dengan kilat amarah yang terpancar di kedua matanya. Dia mencengkram kerah kemeja Bayu yang sudah tergeletak di bawahnya. Bayu sudah benar-benar lunglai, dia tidak sanggup berdiri lagi.
"Sampai saya lihat kamu menganggu calon istri saya lagi, habis kamu." Edwin menginjak dada Bayu pelan, lalu menendang tubuhnya. Edwin masih punya perasaan jika ingin membunuh Bayu.
"Uhuk..., Uhuk..." Bayu menatap punggung Edwin dengan dada yang sangat sesak akibat di injak lelaki itu. Bayu rasa Edwin memiliki ilmu bela diri yang sangat tinggi. Nyatanya dirinya tidak bisa mengalahkan dia. Padahal kalau di pikir-pikir, dirinya juga memiliki ilmu bela diri yang sangat tinggi. Bahkan dirinya sempat menjadi juara pertama karate saat SMA-nya dulu.
"Arggg..., Anjing emang dia!" Bayu bangun sambil memegang dadanya.
***
Setelah berantem dengan Bayu, Edwin langsung menarik pergelangan Zia dan membawanya masuk kedalam mobilnya. Suasana di dalam mobil sangat hening, tidak ada yang berbicara sama sekali. Zia terlalu sibuk dengan pikirannya. Tentang pelukan itu? Zia tidak mau munafik, masih ada getaran cinta di dalam hatinya. Namun...
"Berhenti memikirkan laki-laki lain disaat aku bersamamu." Edwin menepikan mobilnya. Dia menatap wajah Zia dari samping. Bahkan Edwin sempat memijat pangkal hidungnya karena sangking pusingnya memikirkan pelukan Zia dan laki-laki tadi.
"Ini alasan kamu senyam-senyum saat meeting? Karena kamu ingin di jemput laki-laki itu?" Edwin menaikkan sudut bibirnya keatas. Dia menatap Zia sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Zia menghela nafas kasar. Dia menolehkan wajahnya dengan sempurna. Dia senang saat Bayu menjemputnya? Bahkan tahu Bayu datang ke kantornya saja tidak. Bagaimana Edwin bisa berfikiran seperti itu?
"Dia Bayu, mantanku." Ucap Zia tiba-tiba. Sebelumnya dia tidak pernah mengenalkan Bayu kepada Edwin. Zia juga tidak mengatakan apa-apa tentang Bayu kepada Edwin. Dia menutupi semua masalalunya dengan rapat. Dia tidak mau mengenang tentang perselingkuhan Bayu kepadanya.
"Seneng di peluk sama mantan?" Terlihat sekali jika Edwin sangat cemburu dengan kedekatan Bayu dan Zia.
"Kalau kamu mau ngajak berantem, jangan sekarang. Aku capek. Mending aku turun dan cari Taxi untuk pulang." Baru saja Zia ingin membuka pintu mobil, Edwin sudah menarik pergelangan tangannya. Edwin memeluk tubuh Zia dan mencium rambut perempuan itu dengan sayang.
"Aku pernah kehilangan istriku, sekarang aku tidak mau kehilanganmu." Edwin memeluk Zia dengan begitu erat. Zia terdiam, dia tidak membalas pelukan Edwin. Zia berfikir, Apakah tindakannya dan Bayu tadi keterlaluan? Hingga membuat Edwin seperti ini. Tapi jujur, dia tidak tahu tadi jika Bayu ingin memeluknya.
Perlahan Zia mulai membalas pelukan Edwin dengan begitu erat. Dia menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu. Mungkin dengan seperti ini dia bisa merasa nyaman dan tenang.
Edwin menatap datar keluar jendela mobil dengan posisi masih memeluk Zia. Tatapan matanya begitu datar, hingga sulit untuk di baca.
Zia merasakan kecupan lembut mendarat di keningnya. Ingat, keningnya, bukan bibirnya. Zia hanya diam, dia tidak marah, tapi tidak pula membalas balik mencium pipi atau kening lelaki di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...