Edwin bagaikan orang kesetanan ketika pembantu tertuanya menelpon dia dan mengatakan bahwa istrinya di bawa kedua pembantunya dan juga laki-laki tidak di kenal ke rumah sakit. Sedangkan anaknya berada di rumah bersama pembantu tertuanya, yaitu Mbok Jum.
Kening Edwin berkerut ketika melihat kedua mertuanya baru saja keluar dari ruang inap pasien. Bagaimana mungkin mertuanya bisa tahu bahwa Zia berada di rumah sakit? Dia belum menghubungi mereka.
"Kenapa Mama dan Papa ada disini?" Tanya Edwin, panik.
"Jenguk Zia." Jawab Nia, masih dengan air mata yang bercucuran.
"Tapi katanya Zia di rawat di UGD?" Sebuah kebingungan tercetak jelas di rahut wajah Edwin.
"Udah di pindah di ruang inap. Baru aja dia sadar." Jawab Nia, serak.
"Papa sama Mama titip Zia, kita mau pulang dulu, sangking paniknya kita sampai lupa kunci rumah. Oh ya Ed, kedua pembantu kamu Papa sama Mama suruh pulang naik Taxi. Sepertinya salah satu dari mereka sedang sakit. Kasihan jika mereka berada disini." Panji menepuk pundak menantunya. Kemudian dia berjalan pergi dari hadapan Edwin sambil menggandeng tangan sang istri.
Edwin terdiam, kemudian dia mendorong pelan pintu ruang inap istrinya. Mata elangnya melotot ketika melihat lelaki yang berdiri di sisi kiri brankar istrinya.
"Anak kalian gak apa-apa, tadi cuma pendarahan sedikit, selebihnya gak ada yang perlu di khawatirin." Jelas lelaki itu. Zia menghela nafas pelan, sepertinya sebentar lagi akan ada perang abad ke-7. Mereka berdua bertarung lewat tatapan matanya.
Edwin mencoba sabar, diam-diam dia mengepalkan kedua tangannya di bawah brankar Zia. Dia tidak mau membuat keributan dikala istrinya baru saja sadar.
"Zi, aku mau ngomong bentar." Lelaki itu menatap Zia dengan sorot mata memohon.
Zia memejamkan matanya sebentar, lalu dia menatap suaminya, "Bisa Mas keluar sebentar?" Pinta Zia.
"Aku?"
"Iya, Mas keluar sebentar." Zia menatap suaminya penuh permohonan. Lagi dan lagi, Edwin harus mengalah. Edwin berjalan menuju pintu keluar ruang inap Zia.
"Pintunya gak aku tutup. Gak baik perempuan yang udah menikah berduaan sama lelaki yang bukan muhrimnya." Setelah berkata seperti itu, Edwin keluar dari ruang inap Zia. Dia duduk di kursi tunggu.
Di dalam ruang inap, Zia dan Bayu sama-sama diam. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.
"Zi..." Panggil Bayu, sambil menatap sendu wajah Zia. Perempuan itu tidak menjawab, dia hanya diam sambil menunggu kelanjutan ucapan mantannya.
"Maaf udah bikin kamu terluka, sehingga kamu harus hidup menderita karenaku." Saat tadi Zia menolak tangannya di pegang oleh Bayu, untuk sekarang dia membiarkan tangannya di genggam oleh sang mantan.
"Maaf, karenaku kamu menganggap semua laki-laki itu brengsek." Bayu mencium tangan Zia. Dia membawa tangan Zia ke dadanya. Zia menangis, dia akui, semenjak dia melihat mantannya tidur dengan perempuan di apartemen lelaki itu, dia menganggap semua laki-laki itu brengsek. Dia selalu menganggap laki-laki sebagai manusia terjahat sedunia karena selalu menyakiti perempuan dan mempermainkan hatinya.
"Maaf karena sudah melukai hati anak perempuan yang mati-matian ayahnya jaga. Maaf Zi, aku nyesel." Mata Bayu berkaca-kaca setelah melihat Zia menatapnya dengan tatapan terluka.
"Aku pernah berharap menikah denganmu, membangun rumah tangga bersamamu, menganggapmu lelaki Spesyal setelah ayahku, dan aku pernah bangga menceritakan namamu kepada teman-temanku. Tapi apa yang aku dapat? Kamu menghianatiku dengan cara menyelingkuhi aku." Zia memejamkan matanya ketika Bayu menempelkan keningnya ke kening miliknya. Bayu mengusap lembut pipi Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...