Zia tersenyum senang ketika melihat putranya itu berbincang-bincang dengan teman sekolahnya. Hari ini Zia dan Edwin mengantar Miko ke TK (Taman kanak-kanak.) Dimasa yang baru new normal ini, Zia sangat mewanti-wanti putranya untuk tidak membuka maskernya. Bahkan Zia tadi pagi di buat sangat repot ketika Miko tidak mau di suruh pakai masker dengan alasan pengap dan sulit napas.
"Sana, katanya mau ke kantor. Bentar lagi Ema juga kesini." Zia mendorong pelan bahu suaminya yang sedang bersandar pada samping mobil.
"Aku gak akan pergi sebelum Ema datang." Edwin mengamati putranya dari jauh. Dia bersyukur sekarang sudah ada Zia di sampingnya. Dulu waktu dia masih menjadi seorang duda, mengantar anak ke sekolah adalah kegiatan yang sangat memalaskan. Sekarang mengantar anak ke sekolah adalah kegiatan yang sangat menyenangkan.
"Aduh Mbak Zia, Si tua, maap ya aku telat." Ema menggandeng anaknya yang sepertinya masih mengantuk.
"Dasar adik durhaka, tuh anak kamu kenapa, Em?" Edwin menatap keponakannya sambil tertawa renyah. Jeo terlihat tidak bersemangat pergi ke sekolah.
"Ngantuk, gara-gara tadi malam bergadang sama papanya nonton bola. Aku daftarin Jeo dulu." Ema menggendong anaknya yang tidak mau berjalan. Sedangkan Edwin mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi Zia yang sedang panik ketika dia melihat Miko jatuh gara-gara kesenggol temannya yang lain yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya.
"Miko..." Zia hendak melangkah pergi menemui putranya, namun tangannya langsung di tahan oleh Edwin.
"Biarin, dia itu cowok sayang, aku ke kantor dulu." Edwin mencium kening Zia, dan langsung masuk kedalam mobilnya.
"Mentang-mentang anaknya cowok terus di biarin gitu aja waktu jatuh." Gerutu Zia.
***
Luwis melempar undangan pernikahan di depannya dengan malas. Lelaki yang sering bergonta-ganti pasangan itu duduk di ruangan kerja sahabatnya dengan malas.
Edwin menaikkan satu alisnya, dia sudah sampai di kantor 3 menit lalu, selama dia belum menemukan sekretaris yang cocok untuk dia, Luwis lah yang akan menggantikan posisi Zia untuk sementara.
"Makanya nikah, OB di perusahaanku yang wajahnya pas-pasan aja istrinya 3, lah kamu yang katanya memiliki wajah bak artis Hollywood kok jomblo. Gak malu sama wajah dan penampilan?" Ledek Edwin sambil membaca kontrak kerja dengan perusahaan milik Alex, rekannya.
Luwis hanya diam, dia tidak berniat membalas perkataan sahabatnya yang terus mengejeknya itu.
"Aku dengar dari Kevin, katanya kemarin kau bertemu dengan mantan istrimu, apa itu benar, Ed?" Luwis mengalihkan pembicaraan dengan bertanya kepada Edwin. Lelaki itu menghentikan kegiatannya yang semula membaca kontrak kerja menjadi menatapnya dengan tatapan datar.
"Aku memang bertemu dengannya, tapi itu tidak sengaja. Dia tertabrak, dan tubuhnya terlempar jauh kedepan mobilku. Apa aku harus diam tanpa menolongnya?" Edwin menyandarkan punggungnya ke kursi kebesarannya. Dia menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jarinya.
"Dengan mengabaikan istrimu yang tengah hamil?" Terlihat jelas wajah Luwis yang tidak suka dengan cara Edwin yang menemui Hesti tanpa sepengetahuan Zia. Luwis ingat, betapa susahnya sahabatnya dulu untuk merawat Miko sendiri tanpa pendamping. Sekarang saat dia sudah bisa menemukan pendamping serta ibu yang baik untuk Miko, kenapa perempuan tidak punya hati itu harus datang lagi?
"Aku tidak tahu kalau Zia itu hamil." Edwin berkata dengan jujur.
"Apapun alasannya, kamu tetap salah. Untung Zia itu termasuk perempuan yang sabar." Luwis terus terang memuji istri dari sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...