WARNING!!
SEBELUM BACA BUDAYAKAN VOTE TERLEBIH DAHULU YA KAK. TERIMAKASIH 🙂
__________Malam ini Zia, Edwin, dan Miko sedang perjalanan menuju rumah kedua orang tua Zia. Edwin dan Zia ingin memberi tahu tentang calon anak mereka. Pasti Nia, Mama Zia yang super cerewet itu senang saat tahu anaknya hamil. Bahkan saat tadi Zia menelpon ingin kesana, Nia sampai menyerahkan heandponenya kepada suaminya dan dia langsung ke minimarket untuk membeli beberapa es krim dan cemilan untuk Miko, cucu kesayangannya.
Mobil hitam milik Edwin berhenti di depan rumah Zia. Mereka bertiga turun dari mobil dengan Nia dan Panji yang sudah menunggu mereka di teras rumah.
"Cucu nenek, yaampun gantengnya." Nia langsung mencium gemas pipi chabby Miko.
"Salaman dulu Nak, sama Nenek dan kakek." Suruh Zia, sambil mengusap lembut rambut putranya.
"Udah gede ya sekarang, tambah ganteng. Kakek sampai pangling." Panji mencium kening cucunya sambil tersenyum senang.
"Aduh mantu mama, masuk nak. Mama udah nyiapin makan malam buat kalian." Nia menghampiri Edwin sambil tersenyum manis. Zia yang melihat itu mendengus kesal.
"Ma, mama kok gitu sih?! Anak mamakan aku, kok yang di rangkul sama di suruh masuk Mas Edwin doang." Protes Zia, sambil memanyunkan bibirnya.
"Alah, ini kan rumah kamu dari kecil, masuk tinggal masuk, lah kalau mantu mama kan ya baru. Pasti masih malu-malu." Nia menggandeng mantu kesayangannya itu masuk kedalam rumah. Dia membiarkan anaknya itu ngomel di belakang. Sedangkan Miko, dia sudah masuk kedalam rumah sambil di gendong Panji.
Edwin sedang mengobrol dengan Panji di ruang tamu. Sedangkan Zia sedang membuatkan minum untuk suami dan papanya bersama mamanya di dapur.
"Mama tuh kemarin ketemu sama Dara di jalan, waktu Dara lagi mau pergi ke kantor suaminya. Kamu sama dia tetanggaankan?" Nia menyenggol lengan anaknya yang sedang mengaduk kopi.
"Iya, Ma. Aku sama Dara tetanggaan." Jawab Zia, mencoba bersabar dengan tingkah menyebalkan mamanya.
"Berarti kamu disana punya teman ngerumpi dong? Kan mulut Dara kayak mama." Zia menghentikan gerakan tangannya yang semula sedang mengaduk kopi. Dia mendengus ketika mendengar kata ngerumpi dari mulut mamanya.
"Emang aku mama, biang rumpi." Sinis Zia.
***
"Bagaimana rumah tangga kalian, Nak? Apa ada masalah?" Tanya Panji sambil menatap Edwin yang sedang mengawasi Miko bermain kelereng di samping sofa ruang tamu.
"Baik, Pa. Alhamdulillah gak ada masalah." Edwin menjawabnya sambil tersenyum tipis. Kenyataannya memang begitukan? Rumah tangganya tidak ada masalah. Jika ada kejadian yang membuat keduanya terpancing emosi itu wajar, namanya rumah tangga ya pasti ada cobaannya.
"Oh begitu, Papa sampai takut kalau kalian itu berantem. Anak papa, Zia, dia itu manjanya nauzubillah. Tapi dia gak suka ngerumpi di rumah tetangga seperti mamanya." Terang Panji yang membuat Edwin terpaksa mengulum senyumnya. Ngerumpi di rumah tetangga? Kalau mama mertuanya melakukan itu sih ya Edwin gak kaget. Karena dia pernah mendapati Nia, Mama mertuanya, sedang ngerumpi tentang hubungannya dengan Zia sambil belanja di toko. Dia kira Zia juga seperti itu, tapi ternyata istrinya itu orang yang agak tertutup dan jarang mau bertatap muka dengan tetangga atau yang lainnya. Dia hanya bicara dan pergi ke rumah tetangga jika memiliki urusan penting.
"Pa, Mas, ayo makan malam dulu." Teriak Zia, dari arah dapur.
"Iya, ma." Edwin terperangah ketika melihat anaknya berlari kedapur. Bukannya kata Zia Miko udah makan tadi sore pas ada Jeo?
"Ayo Nak Edwin kita makan malam dulu." Ajak Panji kepada menantunya.
Edwin dan Panji duduk di depan meja makan. Mereka kompak menggelengkan kepalanya ketika melihat Miko memakan telur rebus tanpa menoleh kepada mereka.
"Sayang, nanti kuning telurnya jangan di buang. Kalau kamu buang mama marah. Karena kuning telur itu bergizi, kamu paham?" Zia memperingati Miko ketika dia mulai memeletkan lidahnya keluar.
"Tapi, Ma..."
"Kalau gitu mama gak izinin kamu makan es krim nanti." Ancam Zia, sambil mengambilkan suaminya nasi.
"Nanti aku minta sama nenek."
"Dan nenek gak akan ngasih kalau mama ngelarang."
Pertengkaran antara ibu dan anak itu selesai setelah Nia datang.
"Gak baik bertengkar di meja makan, ayo semuanya makan." Nia dan lainnya melahap makan malam mereka dengan tenang. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
Setelah selesai makan, Zia membantu mamanya mencuci piring. Sedangkan Edwin membawa Miko ke kamar mandi untuk membersihkan gigi putranya yang terdapat kuning telur dengan menyikatnya.
"Udah bersih, Dad." Protes Miko ketika Edwin terus menggosok giginya.
"Masih ada kangkung di sela-sela gigi kamu." Ucap Edwin sambil terus menyikat gigi anaknya.
"Aku gak makan kangkung." Protes Miko.
"Iya kah? Daddy bercanda. Yaudah, ayo turun. Katanya mau makan es krim." Edwin menggendong putranya sambil menciumnya lembut. Keduanya turun kelantai bawah.
"Sini anak mama, ini es krimnya." Zia menghampiri anaknya yang baru saja turun dari gendongan suaminya.
"Aku mau ke teras boleh ya, Ma, Dad? Aku mau ngelihat bintang." Miko menatap mama dan Daddy-nya, menunggu persetujuan mereka berdua.
"Iya, tapi janji cuma di teras. Jangan kemana-mana." Zia berjongkok di depan putranya. Miko mengangguk, kemudian dia berlari keluar rumah.
Edwin dan Zia menghampiri Nia dan Panji yang sedang bercengkrama di ruang tamu.
"Bu, Pak..."
"Mama sama Papa aja, sama seperti Zia. Kan kamu udah jadi bagian dari keluarga kita." Potong Nia, lembut.
Edwin tersenyum singkat, "Ma, Pa, saya dan Zia ingin berunding tentang masalah serius."
"Berunding apa? Kalian memangnya ada apa? Zia buat salah? Anak mama bikin kamu marah?" Nia terlihat sangat khawatir. Dia takut anaknya berbuat salah atau bagaimana.
"Bukan, Ma. Kita mau berunding tentang kehamilan Zia."
"Zia hamil?" Pekik Nia, senang.
"Ma, dengerin Nak Edwin selesai ngomong." Tegur Panji yang kesal ketika mendengar suara istrinya yang terus memotong ucapan menantunya.
"Ya maaf, Pa. Namanya juga senang gitu. Terus Nak Edwin mau berunding apa?"
"Jadi gini, Ma, Pa, rencanya Saya dan Zia ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan di rumah. Paling ngundang tetangga sekitar. Saya dan Zia mau Mama dan Papa ikut membantu dan memberikan saran bagaimana baiknya. Apakah kita memasak atau membeli makanan jadi buat acaranya?" Terang Edwin.
"Apa gak sebaiknya beli jadi aja, Mas? Itu suami Dara kan pembisnis kuliner. Kita ketring aja ke dia." Usul Zia.
"Enak juga buat sendiri, Zi. Nanti mama bantu." Nia angkat bicara.
"Oh gitu, yaudah. Iya, Ma." Zia tersenyum kepada mamanya.
"Itu acaranya kapan, Ed?" Tanya Panji kepada sang menantu.
"Hari Rabu, Pa. Dua hari lagi." Jawab Edwin, tenang. Panji menganggukkan kepalanya pelan.
"Oh ya, nanti kalian tidur sinikan?" Tanya Nia antuasias. Zia melirik suaminya yang duduk di sampingnya.
"Iya, Ma." Jawab Edwin, santai.
Mata Zia melotot, "Terus seragam Miko sama keperluan aku, susu hamil, baju, dan..."
"Tadi aku udah nyuruh Mbok Jum buat nyiapin semua keperluan kamu dan Miko. Tuh, semuanya ada di bagasi mobil."
"Lalu kamu? Baju kerja kamu gimana?" Tanya Zia, sambil memukul pelan pundak suaminya.
"Aku berangkat siang, itu perusahaankan punya aku." Zia mendengus ketika mendengar jawaban suaminya.
"Sombongnya keluar."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...