20. Buket bunga pengantin

31.5K 2K 20
                                    

"Dasar gila emang mereka berdua, kerjaan dialihin ke aku semua." Luwis meremas kertas kerjanya dengan wajah kesal. Kedua manusia menyebalkan itu hari ini sedang tidak berangkat kerja karena mau menjadi saksi di pernikahan Dara dan Tirta. Bos dan sekretaris menyebalkan itu tadi pagi menelponnya dan melimpahkan semua pekerjaan mereka kepadanya.

"Pak Luwis, katanya ada HRD yang kejang-kejang di depan pintu masuk kantor." Ucap karyawan itu kepada Luwis yang baru saja keluar dari lift. Siang ini Luwis ingin menggantikan Edwin meeting di restoran Jepang. Tapi karyawannya benar-benar membuat kepalanya pusing.

"Kok bisa?" Tanya Luwis, dingin. Kepalanya sudah sangat pusing gara-gara pekerjaan yang menumpuk dan dia harus menyelesaikan pekerjaan itu hari ini juga. Lalu sekarang masalah baru datang lagi.

"Anu pak, Asmanya kambuh." Jawab karyawan itu dengan nada rendah. Dia benar-benar takut dengan rahut wajah dingin Luwis.

Tanpa bicara lagi, Luwis langsung berjalan cepat menghampiri HRD itu.

"Ck, " Decak Luwis, kesal. Dia segera menelpon ambulance untuk HRD itu.

***

"Pokoknya aku doain kalian cepat nyusul." Dara menatap wajah Edwin dan Zia secara bergantian. Sekarang dia lega, dia dan Tirta sudah Sah menjadi pasangan suami istri.

"Jangan lama-lama pacaran Bro, gak takut Zia di ambil orang? Mana cantik kayak gitu lagi." Bisik Tirta, sambil menaik turunkan kedua alisnya bergantian.

Edwin berdehem, lalu dia menggandeng tangan Zia, "Kita kesana dulu."

Edwin menarik tangan Zia keluar dari rumah Dara, sekarang mereka sedang berada di teras rumah Dara yang sudah di tata rapi. Di depan rumah perempuan itu terdapat jamur kuning yang melengkung, pertanda bahwa di rumah ini sedang ada acara pernikahan.

"Aku gerah, pengang juga disini. Ayo pulang, lagi pula kata Tirta resepsinya di adakan nanti malam." Ajak Edwin, sambil menggegam tangan Zia.

"Ngapain pulang? Tuh Mbok Jum dan yang lainnya pada disini semua." Tunjuk Zia kepada para asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Edwin.

Asal kalian semua tahu, pembantu di rumah Edwin itu hanya tinggal tiga. Semuanya sudah di pecat oleh dia hanya karena mereka tidak pecus menjaga Miko dan Jeo. Kedua anak laki-laki itu beberapa hari lalu hampir ketabrak motor gara-gara bermain di depan rumahnya sendiri. Edwin menyalahkan semua pembantunya yang berada di rumah. Sedangkan Mbok Jum dan kedua pembantunya yang lain sedang pergi ke pasar untuk membeli beberapa bahan makanan. Beruntunglah mereka tidak ikut di pecat oleh Edwin.

"Biarin, apa urusannya dengan mereka. Ayo pulang." Ajak Edwin, sambil menarik tangan Zia menuju rumahnya.

Zia berjalan di belakang Edwin dengan malas. Bibirnya tersenyum, pokoknya nanti malam dia dan Edwin harus mendapatkan buket bunga pengantin milik Tirta dan Dara.

"Mau makan gak Mas?" Tanya Zia kepada Edwin yang sedang mengambil minum di dalam kulkas.

"Mie instan? Gak, makasih." Tolak Edwin, kembali meminum minumannya.

Plak_

Zia langsung memukul punggung Edwin hingga dia tersedak minumannya sendiri.

"Denger ya, gini-gini aku tuh bisa masak. Main ngomong mie instan aja." Cibir Zia, kesal.

"Ya maaf, yaudah kamu masak, aku yang buat jusnya." Cengir Edwin salah tingkah.

"Lagi pula perut six pack kamu tidak langsung buncit hanya gara-gara kamu makan mie instan sekali." Lagi dan lagi, Zia mengoceh sambil melirik Edwin dengan kesal.

Edwin hanya diam, dia lebih memilih memotong apel untuk di buat jus, dari pada mendengar ocehan Zia.

Siang ini Zia lebih memilih memasak sup kerbau dari pada yang lainnya. Menurutnya siang-siang makan sup kerbau itu enak.

"Bantu aku ambil Pring, Mas." Suruh Zia, dia membawa mangkuk sup_nya ke meja makan.

Zia melayani Edwin makan dengan baik. Dia mengambilkan nasi untuk calon suaminya itu dengan bibir tersenyum. Siang ini mereka berdua sedang makan di meja makan bersama.

"Kita sudah seperti suami istri ya, Zi?" Sontak ucapan Edwin itu mampu membuat Zia tersedak makanannya.

Suami, istri?

***

Malam ini kedua pasangan itu sedang berdiri di depan panggung bersama orang-orang lainnya. Sejak tadi Zia sudah menyuruh Edwin berdiri di belakang Tirta dan Dara yang sebentar lagi akan melempar buket bunga pengantin mereka.

"Gak usah pakai gini-ginian, kalau kamu minta nikah cepat juga aku nikahi." Bisik Edwin pada telinga Zia.

"Berisik!" Desis Zia, sambil menyikut perut six pack Edwin.

"Dalam hitungan ketiga, kedua pengantin ini akan melempar buket bunganya. Sekarang kalian semua bersiap-siap untuk menangkap buket bunga itu, 1, 2,....." Sang Mc itu menjeda ucapannya, dia tersenyum kepada para tamu undangan.

"Pokoknya harus kita yang dapatin buket bunga itu." Ucap Zia, pelan. Mau tidak mau Edwin menganggukkan kepalanya.

"Tenang semuanya, siap semuanya, ti....., Tiga!" Seru sang Mc bersamaan dengan Dara dan Tirta yang melempar buket bunganya.

Zia menatap tangannya yang tidak memegang apa-apa, sekarang dia dan Edwin sama-sama jatuh gara-gara di dorong oleh orang-orang yang juga ingin berebut buket bunga itu.

"Buket bunganya mana?" Tanya Zia kepada Edwin yang juga jatuh di sampingnya.

"Gak tahu." Edwin berdiri, lalu dia mengulurkan tangannya ke depan wajah Zia.

"Ck, harusnya kamu nangkap bunganya." Zia menghela nafas kasar. Dia ingin pergi, namun...

Buket bunga pernikahan Dara dan Tirta tiba-tiba berada di depannya. Tapi siapa yang mendapatkan buket bunga itu?

"Kamu pengen buket bunga ini?" Tanya laki-laki yang sangat Zia hafal suara dan harum farfumnya.

"Gak, ayo mas pergi." Zia menarik tangan Edwin yang mulai terkepal kuat. Zia tidak mau merusak pernikahan sahabatnya. Kalau sampai Edwin dan laki-laki itu berantem disini, pesta pernikahan Dara dan Tirta bisa hancur.

"Kemanapun kamu pergi, sekeras apapun kamu menghindariku, aku akan terus berusaha memperjuangkan dan mendapatkan mu kembali." Ucap laki-laki itu. Yang tidak lain adalah Bayu, mantan Zia.

Bayu, Zia, dan Dara adalah teman SMA, jadi wajar jika malam ini laki-laki itu berada disini.

Ucapan Bayu tadi membuat langkah Edwin dan Zia berhenti. Mereka berdua mendengar jelas ucapan yang keluar dari bibir Bayu, karena Bayu berkata seperti itu ketika langkah Edwin dan Zia belum jauh dari tempatnya berdiri.

"Jangan mimpi!" Balas Zia, tanpa menoleh kebelakang. Dia memeluk dan mengusap pelan lengan Edwin agar tidak membuat keributan disini dengan Bayu.

"Tahan emosi kamu, jangan kepancing dengan ucapan dia. Ingat, ini adalah pesta pernikahan sahabat aku." Ucap Zia, pelan. Dia membawa Edwin ke pojokan. Mereka berdua duduk disana dengan Zia terus mengusap pelan punggung Edwin.

Zia mengambil minuman dan beberapa kue yang sudah keluarga Dara sediakan untuk tamu. Zia memberikan minuman itu kepada Edwin dengan bibir tersenyum.

"Biar otak kamu agak segeran dan pikiranmu gak emosian mulu." Cengir Zia, dia sudah berusaha keras agar emosi calon suaminya itu tidak keluar.

Edwin meminum minumannya, lalu dia mengusap rambut Zia, pelan.

"Besok kita liburan, terserah mau kamu minta liburan kemana aja." Ucap Edwin, lembut.

"Tapi besokkan masih hari kerja." Protes Zia.

"Kamu lupa siapa bosnya?" Edwin tersenyum sambil mencium bibir Zia, cepat.

"Edw....." Sebelum Zia berteriak kencang, Edwin langsung membungkam mulut Zia menggunakan telapak tangannya.

HOT DADDY 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang