41. Perihal anak

23.4K 1.4K 5
                                    

Zia sulit tidur gara-gara muntah-muntah terus. Sampai-sampai Miko harus diambil alih oleh Nia dan Panji. Sekarang ini Edwin sedang berdiri di belakang Zia. Dia sedang memijat tengkuk Zia. Setelah memutahkan semua isi perutnya, Zia berjalan masuk kedalam kamarnya. Zia membaringkan tubuhnya diatas kasur.

"Aku buatin kamu teh hangat dulu." Edwin segera keluar dari kamarnya. Sekarang dia sedang berkutat di dapur. Dia berniat membuatkan istrinya teh hangat supaya perut istrinya sedikit hangat.

"Ngapain, Ed?" Tanya Panji yang sedang mengambil air dari dalam kulkas.

"Ngebuatin teh buat Zia, Pa." Jawab Edwin, sambil mengaduk teh buatannya.

"Masih mual?" Tanya Panji, khawatir.

Edwin mengangguk pelan, "Masih Pa, saya keatas dulu." Setelah mendapat anggukan kepala dari Panji, Edwin segera kembali ke kamar sang istri.

"Di minum dulu, aku gak tahu gimana cara buat wanita hamil berhenti mual." Edwin mengusap lembut rambut istrinya ketika Zia meminum teh buatannya.

Kening Zia berkerut, "Kamu tidak tahu bagaimana ngebuat wanita hamil berhenti mual? Terus Mbak Hesti dulu gimana?"

Edwin meletakkan gelas teh keatas nakas. Dia menyandarkan punggungnya kebelakang tempat tidurnya.

"Aku sama Hesti gak tidur sekamar. Udah pernah aku kasih tahukan, kalau aku ngebuat Miko itu secara gak sadar." Jelas Edwin, tangannya meraba perut sang istri.

"Seburuk itu pernikahan kalian?" Zia tidur dipaha suaminya. Tangannya memeluk pinggang sang suami.

"Bisa dibilang begitu." Edwin menjawabnya sambil tersenyum getir.

"Terus apa alasannya Ema ngebenci Mbak Hesti sampai segitunya?" Tanya Zia sambil menatap wajah suaminya. Dia memelintir bawah baju yang suaminya kenakan. Edwin terdiam, dia mencoba merangkai kata untuk menjawab pertanyaan sang istri.

"Mungkin karena Hesti meninggalkan aku dan Miko begitu saja, dan lebih memilih meneruskan hidup bersama kekasihnya dulu." Jawab Edwin, tidak yakin.

Zia mengangguk, dia tersenyum lembut kepada suaminya.

***

Zia berkacak pinggang ketika melihat Edwin membiarkan Miko memakan mie instan. Dia melirik mamanya yang sedang membuatkan papanya kopi.

"Mama tidak tahu, Zi. Mama datang kedapur anak kamu udah makan mie." Jelas Nia, ketika melihat tatapan mata tajam anaknya menjurus kepadanya.

"Berarti ini ulah kamu, Mas. Kamu itu bagaimanasih? Miko itu kemarin udah makan mie ayam. Sekarang malah dibiarin makan mie lagi. Kalau usus anak kita kenapa-napa bagaimana?" Zia menarik kasar mangkok di depan Mik yang berisi mie instan yang tinggal sedikit.

"Mama ih...'' Protes Miko, sambil menekuk wajahnya.

"Cuci tangan, terus ambil sepatu kamu di kamar Mama." Suruh Zia, tegas.

"Tapi, Ma..."

"Miko!!" Bentak Zia, sambil berkacak pinggang. Nia yang melihat kemarahan sang putri memilih pergi. Dia tidak mau mencampuri urusan rumah tangga sang anak.

"Miko tadi yang memintaku untuk membuatkan dia mie instan." Edwin duduk di depan meja makan sambil meringis pelan. Tatapan tajam sang istri lebih menyeramkan dari pada tatapan hantu di film si manis jembatan Ancol.

"Tapi kamu bisa menolaknya 'kan? Kenapa kamu malah menuruti permintaan dia? Dia itu masih kecil, gak boleh makan mie banyak-banyak. Aku takut usus dia luka atau bagaimana. Mie itu gak baik untuk kesehatan, kamu harus ngerti itu." Zia duduk di depan suaminya sambil mengusap wajahnya kasar. Terlihat jelas ada gurat marah dan sedih di wajah cantik Zia.

"Aku memang belum pernah memiliki anak, tapi aku mencoba untuk menjadi seorang ibu sambung yang baik untuk Miko. Aku mencoba menjadi ibu kandung dia sendiri. Aku ingin menjaganya, memberi dia perhatian, dan merawat dia seperti anakku sendiri. Kemarin dia itu udah makan mie ayam yang kebetulan lewat di depan rumah kita. Aku ngebolehin dia makan mie itu cuma seminggu sekali." Zia menitikan air matanya. Dia tidak hanya memikirkan kesehatan sang putra, tapi dia juga takut dibilang menjadi ibu sambung yang tidak bisa merawat anaknya. Kalian tahukan bagaimana mulut orang-orang? Zia takut, dia teramat takut dibilang ibu sambung yang tidak perhatian kepada anak, hingga anaknya sampai sakit gara-gara makanan.

Kalian juga ingat ucapan Edwin tadi malam 'kan? Ema sangat membenci Hesti karena Hesti meninggalkan Miko dan Edwin. Lalu bagaimana dengan nasibnya? Ema pasti akan membunuhnya jika sampai Miko kenapa-napa.

"Aku tahu kepanikan kamu, aku minta maaf." Edwin berjongkok di depan istrinya sambil mengusap pipi Zia.

"Jangan kamu ulangi lagi, aku takut Miko kenapa-napa." Zia memeluk suaminya sambil terisak pelan.

***

Siang ini Zia sudah ada di rumahnya sendiri. Setelah mengantar sang putra ke sekolah, Zia kembali ke rumah mamanya untuk membawa semua barang kotornya pulang. Suaminya sudah pergi ke kantor sedari tadi. Sekarang dia ada di rumah bersama Dara.

"Selamat ya, Zi. Atas kehamilan kamu." Dara menatap Zia dengan tatapan sendu. Hal itu membuat Zia tidak enak.

"Dar..."

"Kamu beruntung dapat suami seperti Mas Edwin, biarpun dia itu duda, tapi dia itu perhatian dan tidak kasar. Berbeda dengan Tirta suami aku." Dara menundukkan kepalanya.

"Maksudnya?"

"Tadi malam aku dan Mas Tirta berantem karena Mas Tirta iri dengan suami kamu. Sebentar lagi dia akan mempunyai anggota keluarga baru, yaitu anak kalian. Sedangkan kita berdua..."

"Kamu dan Tirta baru sebentar menikah, Dar. Banyak kok yang udah menikah bertahun-tahun tapi belum dikasih anak." Zia mencoba untuk menenangkan pikiran Dara. Sahabatnya itu baru beberapa bulan menikah, lalu kenapa kalau dia belum hamil? Yang menikah bertahun-tahun aja kadang ada yang di beri anak saat usia pernikahan mereka 2,3,4, atau mungkin 10 tahun.

"Aku bisa ngerti, Zi. Tapi Mas Tirta...." Dara mengusap wajahnya kasar. Wajah perempuan itu sangat kusut. Zia hanya diam, dia mau berkata apa lagi? Dia sudah kehabisan kata.

Zia menggigit ujung bibirnya, suaminya saja tidak pernah menyinggung soal anak. Dia bilang sedikasihnya. Menikah itu bukan tentang membuat keturunan, tapi juga keikhlasan dan ketulusan. Misal dikasih anak cepat ya Alhamdulillah, tapi kalau lama ya mau bagaimana lagi? Berarti kita disuruh untuk semakin berusaha dan berdoa.

"Kalian udah periksa kedokter?" Tanya Zia, sambil tersenyum kepada Dara.

"Belum, aku takut kandunganku bermasalah. Sehingga aku sulit hamil." Dara menunduk, dia mengusap air matanya dengan gerakan kasar.

"Jangan takut dulu, Dar. Besok kamu periksain kandungan kamu ke rumah sakit. Suami kamu juga suruh periksa sekalian, biar kalian tahu apa penyebab kalian sulit punya anak. Kalau menurut aku pribadi sih kalian tidak bermasalah, hanya saja Tuhan belum memberi kalian anak. Sabar dulu aja." Zia mengusap lembut punggung sahabatnya yang terus bergetar. Dia lebih baik melihat Dara yang cerewet dari pada melihat Dara yang murung seperti ini.

"Tapi, Zi...."

"Percaya sama aku." Zia tersenyum kepada sahabatnya. Zia tahu bahwa sahabatnya itu sedang down.

Zia menatap punggung putranya yang sedang bermain mobil remote di depan rumah. Dia bersyukur mempunyai Miko, dia menikah dengan lelaki yang baik dan mendapat bonus seorang anak tampan seperti Miko. Lalu apa lagi yang harus dia sesalkan?

Zia mengusap perutnya yang masih rata. Semoga dengan kehadiran anak keduanya keluarga kecilnya menjadi lebih harmonis lagi.

"Mama menantimu, sayang." Ucap Zia, dalam hati.








®®®

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN DISINI YA KAK...., HAPPY READING 🙂

HOT DADDY 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang