Zia melirik lelaki di sampingnya dengan kesal. Mereka berdua sedang berada di pinggir kolam renang rumah Zia. Sekarang Zia sedang tiduran di lengan Edwin. Mereka sedang tidur berdua di pinggir kolam. Zia tidak menyangka akan benar-benar di lamar oleh lelaki di sampingnya.
"Harusnya Pak, eh maksudnya Mas itu ngomong dulu sama aku. Kalau tahu aku akan di lamar Mas kan ya gak kerja." Protes Zia. Sekarang dia sudah fress setelah mandi tentunya. Edwin terkekeh, dia menatap wajah Zia dari samping.
"Namanya juga suprise." Edwin menjawabnya dengan tenang. Zia mendengus, apa kata lelaki itu? Suprise? Gila!
"Huf, Kenapa tiba-tiba ngelamar aku?" Zia bertanya sambil bermain kancing kemeja Edwin. Dulu saat dia masih bersama Bayu, dia tidak seberani ini. Apa iya ini yang dinamakan jodoh?
"Takut kamu keburu diambil orang."
Blus...
Sontak jawaban yang Edwin berikan membuat pipi Zia bersemu merah. Dia menggigit ujung bibirnya sangking senengnya. Bolehkan dia berteriak sekarang?
"Oh soswitt..." Zia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Edwin.
***
"Tante kira tuh Zia jadi perawan tua beneran, Dar." Nia mulai membuka suara. Dia sedang mengobrol dengan Dara dan orang-orang lainnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 dini hari. Tapi semua orang belum ada yang pulang. Lihatlah Dara sekarang, dia sedang mengoceh bersama Ema dan Nia. Sedangkan Kevin, Luwis, dan Tirta, calon suami Dara, mereka sedang belajar jadi Hot Daddy. Mereka di suruh untuk menjaga Miko dan Jeo yang sedang bermain burung beo milik Panji di depan rumah.
"Saya kira juga kakak saya bakal jadi duda tua, karaten, dan gak laku. Salah sendiri Tante, saya sudah jodoh-jodohin dia sama teman-teman saya, malah dia tidak mau." Sahut Ema. Memang nyatanya begitu, dia sudah mencoba menjodohkan kakaknya dengan beberapa temannya, kakaknya itu terus menolaknya dengan alasan dia bisa cari calon istri sendiri. Tapi nyatanya memang benar, buktinya kakaknya itu sekarang melamar Zia untuk dijadikan Istrinya.
"Itu namanya Pak Edwin jodohnya sama Zia." Jawab Dara, antusias. Perempuan cantik dengan kulit putih itu terus mengoceh sambil memakan kue kering.
"Alhamdulillah, akhirnya anak Tante itu udah di temukan sama jodohnya. Kalau saja sampai tahun ini tuh si Zia gak dapat-dapat calon suami, rencananya Tante mau daftarin dia di Brio jodoh." Sontak ucapan ceplas-ceplos Nia membuat Dara sampai tersedak kuenya. Sedangkan Ema sudah terbahak dari tadi.
***
Sejak lamaran tadi malam, kelakuan Edwin dan Zia makin menjadi. Mereka terang-terangan menunjukkan kemesraannya di depan umum. Lihatlah mereka berdua sekarang ini, mereka sedang saling suap di kantin kantor. Luwis yang berada di antara mereka menjadi kesal sendiri.
"Entar kalau aku bawa pacarku double date sama kalian, aku bawa sekalian 5." Luwis melahap baksonya dengan kesal. Bahkan dia langsung menelan baksonya bulat-bulat tanpa mengunyah.
Banyak sekali karyawan yang menatap Edwin dan Zia sinis. Mereka menuduh Zia menggoda Edwin, memelet Edwin, bahkan ada yang lebih kejam lagi, mereka mengatakan bahwa Zia kelihatan cantik karena menggunakan susuk. Dasar memang mulut cabe, sirik aja.
Terkadang Zia itu merasa bingung dengan orang-orang jaman sekarang. Cantik dikit dibilang cantik karena bedak. Gak bedakan, burik, item, di bilang kere gak sanggup beli bedak. Dasar natizen. Kalau bahasa anak muda jaman sekarang tuh gini, Sirik? Ngomong bos!
"Itu pacar atau tukang jual cireng? Sekali gaet lima." Balas Zia, dia tertawa mendengar gurauan Luwis. Dulu Zia memang sangat mengagumi lelaki itu, namun setelah dia tahu bahwa Luwis itu play boy, dia memilih mundur.
Luwis memang sudah terkenal dengan kebrengsekannya di kantor ini. Bahkan sehari dia bisa berkencan dengan 6 perempuan di tempat yang berbeda. Bisa bayangin hebatnya dia? Kok gak ketahuan gitu sama salah satu gebetan dia, kalau dia itu selingkuh. Ada yang tahu resepnya apa?
"Biasa, lelaki ganteng." Luwis menyugar rambutnya kebelakang.
"Ganteng tapi gak bisa setia buat apa?" Balas Zia, yang langsung membuat Luwis mangap-mangap.
"Mampus kamu, Wis." Edwin tertawa lebar melihat wajah shock Luwis.
***
Bayu menggeram kesal ketika melihat postingan Zia yang memamerkan kedua tangan yang bergandengan dengan cincin tersemat di jari manis mereka. Ada rasa tidak rela di hatinya.
"Arggg..., Kenapa dia bisa cepat dapat jodoh dari pada aku sih?!" Bayu menonjok dinding apartemennya. Dia benar-benar sangat kesal ketika mengingat postingan Zia tadi malam. Seharusnya dia yang berada di samping Zia, bukan lelaki itu.
"Kenapa perselingkuhanku harus di ketahui Zia? Dasar bodoh!" Bayu menjambak rambutnya sendiri, frustasi. Dia mencintai Zia, tapi Zia yang sok suci itu tidak mau di ajak bercinta sebelum penghulu berkata sah.
Sekarang Bayu menyesal, dia sudah berpacaran dengan Zia sampai tahunan, dia yang sudah menjaga perempuan itu, bahkan dia belum pernah mencicipi tubuh Zia. Dia hanya pernah melumat bibir Zia saja. Setelah dia menjaga perempuan itu begitu lama, kenapa harus laki-laki lain yang memiliki perempuan itu? Semesta memang tidak adil.
"Aku menahan hasratku, menjaga dia bagaikan kaca, lalu sekarang laki-laki lain yang memilikinya bukan diriku? Aku tidak akan pernah rela!" Bayu tersenyum iblis di depan kaca besar kamarnya.
***
Malam ini Zia sedang menghabiskan malamnya bersama Edwin di taman kota. Dia sedang menikmati pemandangan taman kota Jakarta pada malam hari.
Para pemuda-pemudi berjalan berpasang-pasangan melewati mereka. Hanya sedikit yang berjalan sendiri. Mungkin jodoh mereka masih jadi milik orang lain.
Tidak pernah terfikirkan oleh Zia untuk bertunangan dengan duda tampan seperti Edwin. Yang dia pernah dengar dari para ibu-ibu komplek yang sering merumpi di teras rumahnya adalah seorang Duda itu pasti jelek, brewokan, orang tidak punya, dan parahnya lagi adalah mereka kasar. Namun argumen mereka itu semua salah. Zia sudah membuktikan sendiri sekarang ini. Tunangannya adalah seorang duda, namun dia sangat tampan, dermawan, tinggi, kekar, romantis, dan kaya.
"Kadang jodoh itu gak bisa di tebak ya Mas? Dulu aku benci banget loh sama kamu." Zia berkata dengan jujur. Dia memang sangat membenci Edwin dulu. Bahkan dia sempat tidak mau bekerja dengan lelaki itu.
"Membenciku?" Beo Edwin, lirih.
"Iya, aku dulu sangat membencimu. Aku kira kamu itu orang yang kasar, tidak sayang anak, dan kejam. Tapi aku salah, kamu adalah orang yang baik." Jelas Zia sambil tersenyum.
"Pertemuan kita memang terkesan tidak baik. Dulu aku memarahi Miko karena dia salah. Sebenarnya aku sangat sayang sama dia. Mana mungkin aku kejam kepada Miko, sedangkan dia adalah darah dagingku sendiri." Edwin mengusap lembut rambut Zia yang sedang bersandar di bahunya. Zia tersenyum, dia mengangguk mengerti.
"Semoga aku tidak salah memilih dia menjadi pasanganku." Batin Zia, dalam hati.
Banyak orang melihat kearah mereka dengan berbagai ekspresi. Namun mereka berdua tidak perduli. Mereka ingin menghabiskan malam ini berdua tanpa memikirkan tatapan orang lain. Anggap saja mereka itu parasit.

KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomansaWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...