44. Cerewet.

20.4K 1.3K 14
                                    

Acara syukuran calon anak Zia dan Edwin berjalan dengan lancar. Sekarang mereka sedang membagikan Snack dan amplop kepada anak panti asuhan. Mata Edwin menangkap gerak-gerik istrinya yang sedang memeluk anak perempuan seumuran anaknya dengan sayang. Dia mencium anak perempuan itu sambil menangis.

"Semoga nanti kamu bisa sukses ya, Nak." Zia mengusap lembut rambut anak perempuan itu. Dia berlaku sama kepada semua anak panti yang dia undang. Dia memberi perhatian dan mendoakan mereka.

"Terimakasih doanya, Tante."

Acara membagikan Snack dan juga amplop sudah selesai. Sekarang hanya tinggal keluarga besar saja yang masih berada di rumah ini.

Zia sedang memangku anaknya yang sedang tidur di pangkuannya. Mungkin Miko kecapean gara-gara seharian bermain.

Zia mencium lembut pipi putranya, "Anak mama."

"Biar aku gendong dia ke kamar." Ucap Edwin, yang tiba-tiba menghampiri Zia yang sedang duduk lesehan di karpet ruang tamu.

"Jangan, nanti dia kebangunan. Dia tidurnya belum nyenyak." Tolak Zia, sambil mengusap lembut rambut sang putra.

"Emangnya kamu gak capek?"

"Capek sih, tapi kalau buat anak ya enggak." Zia menjawab pertanyaan Edwin sambil tersenyum.

"Zi, Papa besok harus kerja, papa pulang dulu." Panji menghampiri sang putri.

"Tidur sini lah, Pa, sama mama sekalian." Tawar Edwin.

"Rumah sepi, Ed. Takutnya ada maling." Tolak Panji, halus.

"Iya, gak apa-apa, Pa. Mama mana?" Tanya Zia, celingukan mencari mama tersayangnya.

"Lagi main ke rumah Dara, disanakan ada orang tuanya Dara." Jawab Panji.

"Oh begitu, yaudah Pa, hati-hati di jalan. Jangan nyetir sambil ngantuk, kalau ngantuk minum kopi dulu." Canda Zia.

"Kamu ini, Zi. Yaudah Ed, papa pulang dulu." Edwin mengangguk, dia mengantar papanya sampai kedepan pintu.

"Ed, Zi, aku pulang dulu." Teriak Luwis, dari depan rumah.

"Iya, makasih udah mau datang."

Setelah semua orang sudah pulang, Zia menyuruh suaminya untuk menggendong anaknya ke kamar. Tapi saat Edwin ingin membuka pintu kamar anaknya, Miko membuka matanya.

"Aku mau tidur sama Daddy dan Mama." Rengek Miko.

"Gak bisa, kamu udah gede, tidur sendiri." Tegas Edwin.

"Ma..."

"Taruh kamar kita, Mas. Biar Miko tidur sama kita."

"Tapi, sayang..."

"Sama anak sendiri juga." Cibir Zia, sambil melotot kearah suaminya.

Edwin meletakkan anaknya keatas kasurnya. Dia dan Zia tidur di pinggir, sedangkan Miko tidur di tengah-tengah mereka.

"Kasihannya anak aku, tumben jam segini udah tidur, pasti dia kecapean gara-gara main mobil-mobilan." Zia mengusap lembut rambut tebal sang anak. Edwin yang melihat itu tersenyum, dia bahagia memiliki Zia sebagai istrinya, perempuan itu sangat menyayangi anaknya.

"Alis sama matanya mirip kamu ya, Mas? Alisnya tebal banget, terus matanya teduh." Zia mencium gemas pipi chabby sang putra.

"Anak aku ya mirip aku lah, Yank. Kalau mirip tetangga berarti bukan anak aku." Edwin menjawab dengan santai. "Nanti kalau anak kita lahir, pasti wajahnya juga mirip aku."

"Mirip aku juga, yang ngandungkan aku." Protes Zia.

"Yang buatkan aku."

"Berdua doang, gimanasih?!" Omel Zia.

HOT DADDY 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang