Hari ini Zia sedang fiting baju pengantin di sebuah butik ternama Jakarta bersama Edwin. Keduanya terlihat antusias ketika datang ke butik ini. Zia menatap wajahnya sendiri di pantulan cermin besar di depannya.
"Apa ini diriku?" Pertanyaan konyol itu keluar dari bibir Zia. Dua pegawai yang bekerja di butik ini tertawa kecil melihat wajah shock Zia.
"Iya, mbak." Jawab salah satu dari mereka.
"Mari kami berdua antar Mbak Zia bertemu dengan Tuan Edwin." Kedua pegawai itu membenarkan belakang baju pengantin Zia, dan menggandengnya menghampiri Edwin. Edwin terlihat sangat tampan ketika berdiri di depan Zia. Mereka berdua sempat saling mengagumi lewat tatapan matanya.
"Kau terlihat sangat cantik, honey." Edwin mencium singkat punggung tangan Zia. Pipi Zia terasa memanas. Sungguh Edwin ini sangat memalukan. Disini masih ada dua orang pegawai butik yang mengantar Zia bertemu dengan-nya. Lalu kenapa lelaki itu main nyosor aja?!
"Kami permisi." Kedua pegawai itu pergi ketika Edwin menganggukkan kepalanya.
"Aku malu." Zia menyembunyikan wajahnya di pelukan Edwin.
***
Rumah Zia sangat ramai. Mamanya itu sangat heboh untuk menyiapkan pernikahannya dengan Edwin. Mamanya dan Dara memanggil WO untuk acara pernikahannya yang tinggal beberapa hari lagi. Mamanya juga sudah memesan baju keluarga untuk menghadiri pernikahannya dan Edwin. Tentu mamanya juga yang mengatur semua makanan yang akan tersaji untuk para tamu undangan pernikahan Zia dan Edwin.
"Apa kau tidak bisa membentuk kue ini menjadi love saja? Kenapa malah bulat?" Omel Nia kepada salah satu orang yang menjadi perwakilan toko roti untuk datang ke rumahnya. Dara menutup wajahnya malu.
"Mending Tante urusin masalah di dalam. Kayaknya tadi Miko minta apa gitu." Suruh Dara, sambil meringis pelan.
"Oh ya? Kau urus ini, Dar. Kepala Tante benar-benar sangat pusing." Suruh Nia, sambil beranjak dari ruang tamu. Dara menghela nafas lega ketika Nia sudah pergi dari sini.
"Saya pesan kue besar berbentuk love, Mas. Dan juga kue-kue kecil untuk suguhan disini." Ucap Dara, dengan lembut. Bagaimanapun suaminya juga memiliki usaha di bidang kuliner, jadi dia tahu betul kesalahan seperti ini. Mungkin pesanan di toko roti itu sangat banyak.
"Iya, mbak. Maaf atas kesalahan ini. Toko roti kami akan bertanggung jawab. Permisi." Lelaki itu pergi dari hadapan Dara ketika Dara sudah menganggukkan kepalanya.
***
Sepulang dari butik, Edwin langsung mengantar Zia kembali ke rumahnya. Sekarang dia sedang beradap di toko perhiasan untuk membeli cincin pernikahannya dan Zia. Tentu dia tidak sendiri, ada Luwis yang menemaninya.
"Apa kau sudah gila? Bagaimana mungkin kau bisa lupa ukuran jari manis pasanganmu?" Luwis menatap Edwin tajam. Kerena sudah 1 jam lebih mereka berdua berada di toko perhiasan ini.
Edwin meringis pelan, "Aku lupa melihatnya tadi."
Luwis menggeram kesal. Ingin sekali dia menghabisi lelaki yang sedang berdiri di sampingnya ini. "Bagaimana jika kau membelinya tapi cincinnya malah kekecilan atau kebesaran?" Cicitnya.
Edwin hanya diam sambil memikirkan ukuran jari Zia.
"Ini cincin pernikahan, Ed. Mana bisa kau buat main-main." Luwis menginjak kaki Edwin, kesal. Hingga membuat si empunya meringis.
"Bagaimana jika kita pulang dulu dan menanyakan ukuran jari manis Zia?" Usul Edwin.
"Dengan menjatuhkan harga dirimu disini? Masa iya seorang calon suami tidak tahu ukuran jari manis calon istrinya." Sindir Luwis.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...