Dari pada sibuk mencari toko kue yang bersedia membuat kue dengan waktu kurang dari 3 jam, Zia bersedia membuatkan kue sendiri untuk anak bosnya.
Tangan Zia cekatan dalam membuat adonan kue, sepertinya dia sudah terbiasa membuat kue.
"Tante cantik, nanti aku mau kue yang ada gambarnya Tayo ya?" Miko duduk di depan Zia yang sedang menyiapkan toping coklat untuk kue yang dia buat ketika sudah jadi nanti.
"Alah, Mik. Yang penting bisa dimakan." Edwin yang baru saja selesai mandi, menghampiri putranya yang sedang duduk di kursi dapur.
"Ah, Dad. Gak bisa gitu dong." Wajah Miko yang tadinya ceria berubah cemberut ketika Daddy-nya datang.
"Tenang, sayang. Yang buat kue kan Tante, Tante akan turutin semua permintaan kamu. Bukankah ini hari ulang tahunmu?" Zia tersenyum kearah Miko yang sedang menekuk wajahnya. Sontak ucapan Zia tadi membuat senyuman Miko kembali merekah.
"Termasuk menjadi mama Miko? Bukankah Tante bilang akan menuruti semua permintaanku. Lalu jika aku meminta Tante untuk menjadi mamaku, apa Tante bersedia?" Tangan Zia yang semula sedang menuangkan adonan kue kedalam loyang, langsung berhenti. Zia tersenyum kaku kearah Miko.
"Kecuali itu." Jawab Zia, lirih.
***
"Yaampun nak Bayu, Tante tuh senang banget kamu datang. Duduk-duduk, oh ya, mau minum apa?" Bayu yang sudah akrab dengan keluarga Zia, hanya menanggapi ucapan mama Zia dengan senyuman.
Bayu tersenyum tipis, mama Zia masih bersikap baik padanya, berarti Zia belum mengadu apa-apa kepada mamanya.
"Heee..., Saya gak haus kok Tante. Zia nya ada?" Bayu bertanya dengan nada sopan kepada mama Zia.
"Oh Zia, dia itu sekarang udah kerja. Paling sebentar lagi juga pulang. Kamu tunggu aja di dalam, ngobrol-ngobrol dulu sama Om. Papa Zia itu baru mandi, sebentar lagi pasti selesai." Mama Zia mempersilahkan Bayu untuk masuk kedalam rumahnya.
"Oh gitu Tante, saya kesini cuma berniat ngajak Zia diner, Kalau Zia nya gak ada, saya permisi." Bayu mencium telapak tangan milik mama Zia.
"Assalamualaikum."
Bayu masuk kedalam mobilnya, sedangkan mama Zia menatap kepergian Bayu dengan bibir tersenyum.
"Waalaikumsalam, emang kayak gitu tuh menantu idamanku. Ganteng, kendaraannya mobil, sopan lagi." Mama Zia menggelengkan kepalanya pelan.
***
Semuanya berjalan lancar, sekarang mereka semua sedang berdiri disisi kolam renang. Tentu dengan Miko yang berada diantara Zia dan Edwin.
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday, Happy birthday,
Happy birthday Miko.Tiup lilinnya,
Tiup lilinnya,
Tiup lilinnya sekarang juga,
Sekarang juga,
Sekarang juga.Miko meniup lilin yang menunjukkan angka 6 dengan bibir tersenyum. Tidak lupa dia berdoa kepada Tuhan, agar segera diberi ibu.
"Oke sekarang kamu harus motong kuenya." Suruh Zia dengan bibir tidak henti-hentinya tersenyum.
Potong kuenya
Potong kuenya
Potong kuenya sekarang juga,
Sekarang juga.Para pembantu rumah Edwin terus bernyanyi, sedangkan Edwin dan Zia memegang tangan Miko, dan membimbing anak laki-laki itu memotong kue dengan baik.
"Sekarang kamu kasihkan kue itu kepada Daddy kamu." Zia menatap Miko dan Edwin bergantian. Bukannya diberikan kepada Daddy-nya, justru kue yang Miko pegang dia berikan kepada Zia.
"Dulu aku selalu memberikan potongan kue pertamaku kepada Daddy, sekarang aku berikan potongan kue pertamaku kepada Tante. Aku berharap, Tante mau menjadi ibuku. Aku menyayangi Tante." Zia hanya diam ketika tiba-tiba Miko memeluk dirinya. Anak laki-laki itu menangis di pelukan Zia.
Zia meletakkan kue pemberian Miko keatas meja yang sudah para asisten rumah tangga Edwin persiapkan untuk meletakkan kue ulang tahun Miko.
Zia berjongkok, menjajarkan tingginya dengan Miko. Zia membalas pelukan Miko dengan sangat erat.
"Dalam doa ku tadi, aku meminta kepada Tuhan, agar dia membiarkan Tante menjadi ibuku." Zia tersenyum, dia menangkup wajah tampan anak laki-laki didepannya.
"Wajah tampan, versi Pak Edwin ketika kecil." Batin Zia, tersenyum tipis. Anak laki-laki didepannya memang benar-benar tampan.
"Kenapa kamu menginginkan Tante menjadi ibumu? Apakah kamu tidak pernah mendengar cerita chinderella yang memiliki ibu tiri kejam?" Tanya Zia, sembari mengusap lembut rambut pendek milik Miko.
"Aku pernah mendengarnya, tapi aku tidak perduli itu. Bukankah seorang ibu tidak mungkin melukai anaknya?" Zia tersenyum, tipis. Sifat yang Miko miliki ini adalah sifat milik Edwin. Sifat selalu menang, dan tidak mau kalah.
"Tante sayang sama kamu." Zia meneteskan air matanya, dia membawa Miko kedalam pelukannya.
Apa yang Miko dan Zia lakukan membuat bibir Edwin tersenyum. Putranya tidak mudah akrab dengan orang baru, tapi dengan Zia....
Mereka seperti ibu dan anak yang baru bertemu setelah berpisah lama. Saling menyayangi dan akrab.
Semua asisten rumah tangga Edwin menangis. Mereka terharu melihat drama antara Zia dan Miko. Mereka berharap semuanya akan berakhir dengan bahagia.
Lewat isyarat matanya, Edwin menyuruh pembantu tertuanya membawa Miko pergi.
"Ayo Mas Miko ikut bibi, biarkan Daddy dan Tante berbicara." Miko yang biasanya menolak dan membantah ketika disuruh ikut dengan dirinya, seakan menjadi anak yang penurut. Hal itu membuat pembantu tertua Edwin senang.
Sekarang di kolam renang hanya ada Zia dan Edwin. Mereka berdua duduk di kursi yang sudah disiapkan untuk acara ulang tahun Miko.
"Aku harap kamu mau menuruti permintaan Miko." Ucap Edwin tiba-tiba. Zia yang tadinya menunduk sambil menatap ujung kakinya, langsung melirik Edwin.
"Pernikahan itu tidak bisa di buat main-main, Pak. Jujur, saya ingin menikah. Tapi saya ingin menikah sekali dalam hidup saya. Saya tidak mau menikah hanya karena membuat orang lain bahagia." Zia berkata dengan tatapan sendu.
"Kalau saya boleh jujur, saya sudah mulai mencintai kamu. Tapi jangan kamu tanyakan kapan saya mulai mencintaimu, karena saya sendiri bingung, sejak kapan rasa ini ada untukmu." Edwin menatap wajah Zia dari samping.
"Bagaimana mungkin bapak bisa mencintai saya? Kita baru saja kenal, dan..."
"Saya tidak butuh banyak waktu untuk mencintai seseorang. Bagi saya, ketika saya sudah mulai nyaman dengan Perempuan itu, dan anak saya suka dengan Perempuan itu, saya akan memulai hubungan dengan Perempuan itu secara serius." Jelas Edwin.
"Plis..., Pikirkan sedikit saja tentang kebahagiaan Miko. Dia menyayangimu, walau kamu tidak ibunya kandung." Edwin memelas kepada perempuan disampingnya.
"Entahlah, saya bingung harus menjawab apa. Saya sedikit trauma dengan ucapan manis laki-laki." Zia meremas roknya, gugup. Dulu Bayu berjanji akan menikahinya, namun nyatanya apa? Lelaki itu malah bermain api di belakangnya.
"Kali ini saya serius, saya bukan seperti laki-laki buaya di luar sana." Edwin mencoba meyakinkan keraguan Zia.
"Entahlah, saya..."
"Zi, plis...., Kalau hatimu bukan untukku, seenggaknya kamu berikan hatimu kepada anakku. Maka perlahan kamu juga akan mencintaiku." Edwin meraih kedua tangan Zia.
"Beri saya waktu untuk memikirkan semua itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
Roman d'amourWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...