Dara menatap gemas anak kecil yang berdiri di depannya. Anak kecil itu masih memakai baju tidur yang bergambar bintang. Kulitnya yang putih dan hidungnya yang mancung, membuat ketampanan anak kecil itu semakin bertambah.
"Aduh gemasnya, pagi-pagi udah kedatangan anak ganteng kayak kamu." Dara mencubit pelan kedua pipi chabby anak kecil di depannya.
"Tante Zia, apa Tante ini jahat? Dia mencubit pipiku." Adu anak kecil itu yang tidak lain adalah Miko. Dia menatap Dara tidak suka.
"Bahas nanti ya sayang, Tante sibuk. Ayo kita pulang! Dar, aku pamit dulu." Zia menggendong Miko dan berlari menuju rumah Edwin dengan langkah tergesa-gesa.
Edwin yang sudah rapi dengan baju kerjanya menatap Zia dan putranya dengan alis terangkat.
"Yaampun Pak, tolong jangan pecat saya ya? Saya telat bangun. Tapi saya janji, saya akan pulang kerumah untuk mandi dan langsung datang ke kantor." Zia benar-benar sangat panik Ketika tidak sengaja matanya melihat jam dinding yang terletak di sisi kamar Dara tadi. Gara-gara semalam dia tidur larut malam karena curhat dengan Dara masalah hubungannya dengan Bayu, dia menjadi bangun kesiangan.
Edwin terkekeh pelan, dia mengacak-acak rambut Zia. Sontak karena perlakuan aneh Edwin itu Zia menjadi salah tingkah.
"Hari ini saya mau menghadiri rapat saja, nanti siang juga saya sudah sampai rumah. Dan kamu cukup di rumah temani Miko, badannya agak panas tadi." Jelas Edwin panjang lebar. Zia meringis pelan, dia menepuk keningnya pelan. Kenapa dia sampai bisa lupa kalau hari ini Bos-nya itu ada rapat? Sekretaris macam apa dia itu?
"Heee..., Saya benar-benar lupa kalau hari ini bapak ada rapat. Saya belum nyiapin semuanya, pak." Zia menurunkan Miko, dia menatap Edwin dengan ekspresi wajah tidak enak.
"Saya sudah menyiapkan semuanya sendiri tadi malam. Kamu jaga Miko, saya harus berangkat sekarang." Balas Edwin, tenang. Tidak ada gurat marah di wajah tampan lelaki itu. "Dan untuk kamu Miko, jangan merepotkan Tante Zia. Daddy pergi dulu."
"Siap Dad." Miko mengkat tangannya, seperti sedang hormat kepada bendera merah putih.
Mobil Edwin meleset jauh keluar dari rumah. Zia menatap mobil itu dengan bibir tersenyum tipis.
"Duda semakin di depan." Dara tiba-tiba muncul di depan Zia sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Honda kalik semakin di depan." Koreksi Zia. Dara mengkat kedua bahunya sambil tersenyum puas.
***
"Yaallah Papa, motor mama kenapa gak pulang-pulang?" Nia berjalan mondar-mandir di depan pintu sambil memakan kue salju buatannya sendiri.
"Ma, ma, bukannya ngehawatirin anak sendiri, malah ngehawatirin motor." Panji keluar dari rumahnya sambil menenteng tas kerjanya. Dari semalam Nia sudah uring-uringan gara-gara putrinya itu tidak kunjung pulang dari tadi sore.
"Itu anak emang benar-benar. Emaknya disini ngehawatirin dia, dia malah gak ngasih kabar kepada orang rumah." Nia menelan kue saljunya dengan emosi. Anaknya yang super duper bandel itu belum pulang sampai sekarang. Pamitnya pergi jalan-jalan nyari angin, tapi sampai sekarang tidak pulang. Masa iya dia tertiup angin. Anaknya bukan kapas, kurus-kurus begitu, tubuhnya juga berbobot.
"Mama ngomel-ngomel saja terus sampai siang. Papa mau berangkat kerja dulu. Assalamualaikum." Panji berjalan masuk kedalam Mobilnya. Dia meninggalkan istrinya sendiri dirumah dengan bibir terus mengoceh.
"Waalaikumsalam! Gak anak, gak suami, sama saja." Kesal Nia.
***
Sebenarnya pagi ini Edwin sangat repot. Dia tidak biasa menyiapkan rapat sendiri. Biasanya selalu ada sekretarisnya yang membantu dia. Namun mau bagaimana lagi, putranya membutuhkan Zia.
Rapat selesai 5 menit lalu, tapi Edwin sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Dia sibuk melamun memikirkan Zia dan anaknya.
"Sebenarnya aku tidak pernah memikirkan perempuan sampai seperti ini, tapi kenapa dengan dia aku seperti orang gila?" Edwin menempelkan keningnya di depan layar heandponenya. Semalam dia memotret Zia yang sedang menidurkan Miko, putranya. Di dalam layar heandponenya terlihat jelas bahwa putranya sangat menikmati dongeng yang Zia bacakan sampai tertidur.
"Dia cantik, tapi sayang, hatinya masih belum bisa aku sentuh." Gumam Edwin, datar.
***
Miko terlihat antusias bercerita kepada Nia tentang dia yang di ajak Zia pergi kesini menggunakan motor.
"Tante Zia keren, Nek. Dia seperti pembalap-pembalap yang sering papa dan aku tonton di televisi." Miko berceloteh sambil memakan kue kering buatan Nia. Terkadang anak kecil itu menghentikan ceritanya untuk sekedar minum.
"Oh ya? Apa sebelumnya kamu tidak pernah naik motor sayang?" Nia mendekat kepada Miko. Dia tersenyum lembut kepada anak kecil di sampingnya. Nia mengusap lembut rambut pendek Miko dan mencium pipinya penuh sayang.
"Iya, Nek. Kata Daddy, nanti kalau Miko naik motor akan jatuh. Kan Miko gampang banget tidur." Jawab Miko, sambil mengingat-ingat alasan Daddy-nya melarang dirinya naik motor. Daddy-nya selalu membawa mobil ketika pergi bersamanya dengan alasan biar aman.
"Oh begitu, nanti kamu sering-sering kesini, kakek kalau sore suka loh berkeliling kompleks naik motor, atau kalau tidak sepeda." Nia menanggapi cerita dari anak kecil di sampingnya dengan santai. Baginya anak kecil di sampingnya itu sangat lucu.
Zia tersenyum dari dapur, dia melihat dengan jelas bagaimana interaksi antara Miko dan mamanya. Keduanya seperti cucu dan nenek yang sudah tidak bertemu lama, dan baru bertemu sekarang ini.
Terlihat jelas jika mamanya sangat menyayangi putra Bos-nya itu. Mamanya yang tadi sempat mau marah karena dirinya tidak pulang semalam, menjadi ramah dan baik ketika Miko menjelaskan bahwa dirinya menemani dia yang sedang tidak mau di tinggal.
"Ini sayang minumannya. Kamu harus minum susu dulu, nanti kalau Daddy kamu sudah pulang dari kantor, kita baru pergi ke dokter." Zia membawa Miko keatas pangkuannya. Dia mengusap lembut rambut anak kecil itu dengan sayang.
Setelah meminum susunya, Miko menaruh gelasnya ke atas meja. Dia menatap Zia dengan tatapan memohon.
"Tidak usah ke dokter ya Tante?" Miko menatap Zia dengan bibir tersenyum. Dia mencoba membujuk Zia lewat senyumannya.
"Kenapa?" Bukannya marah, Zia malah menatap Miko dengan tatapan lembut.
"Karena dokter itu jahat, nanti aku di suntik." Jawab Miko, sendu.
"Enggak di suntik kok, kalau kamu mau pergi ke dokter, Tante Zia akan beliin kamu es krim." Zia berlagak mengeluarkan uangnya dari dompetnya.
"Percuma Tante Beliin aku es krim banyak, nanti juga di buang sama Daddy. Karena Daddy tidak suka aku makan es krim." Terdengar nada lesu dari suara Miko.
"Tante jamin, Daddy kamu akan ngebolihin kamu makan es krim. Gimana sayang? Mau kita nanti pergi ke dokter?" Tanya Zia dengan alis terangkat. Dengan ragu, akhirnya Miko menganggukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...