Kejadian tadi sore membuat Zia dan Edwin menjadi canggung. Mereka berdua sedang menemani Miko tidur. Anak itu hanya mau tidur jika Zia membacakan buku cerita untuknya.
Zia beranjak dari samping Miko, dia berjalan menghampiri Edwin yang sedang duduk di sofa kamar Miko sambil bermain game di heandponenya.
"Pak..." Panggil Zia, pelan. Sebelumnya dia tidak pernah segugup ini. Lalu sekarang dia kenapa?
"Iya, ada apa Zi?" Tanya Edwin, menatap lurus wajah cantik Zia. Jantung Zia berdetak sangat cepat. Bukan, bukan karena dia terpesona dengan wajah tampan Bosnya. Dia hanya malu ketika Edwin menatapnya lekat seperti tadi.
"Udah malam, saya mau pamit pulang." Izin Zia, tanpa menjawab Edwin langsung beranjak dari duduknya dan melangkah duluan keluar dari kamar Miko.
Zia mengerutkan keningnya, apa maksud bos-nya? Kenapa Bos-nya meninggalkan dirinya sendiri di kamar Miko?
"Zi, Ayo. Saya antar kamu pulang. Udah malam, gak baik perempuan pulang sendiri." Seru Edwin sambil melemparkan kunci mobilnya ke udara, lalu menangkapnya kembali. Zia meringis, ternyata dia salah paham. Dia kira bos-nya itu tidak perduli tentang dirinya yang mau pulang dan meninggalkan dirinya pergi. Ternyata dia hanya mengambil kunci mobil.
"Zi..." Panggil Edwin sekali lagi. Dia menyentuh kulit putih Zia, guna menyadarkan perempuan itu dari lamunannya.
"Eh, iya pak." Jawab Zia, kaget. "Hee..., Gak usah. Saya tidak ingin pulang kerumah. Saya mau tidur di rumah teman malam ini."
Wajah ramah Edwin tadi berubah draktis. Dia menatap Zia dengan wajah datar. Hal itu membuat Zia bingung. Apa dia membuat kesalahan?
"Laki-laki atau perempuan?" Entah ada apa, tiba-tiba pertanyaan itu muncul dari bibir Edwin begitu saja.
"Hah?" Ulang Zia, bingung. Dia mendengar pertanyaan Bosnya itu dengan benar. Tapi yang membuat Zia bingung, untuk apa bosnya menanyakan itu?
"Enggak, lupakan saja." Jawab Edwin, datar.
"Oh ya pak, saya titip motor saya di rumah bapak ya?" Zia tersenyum kepada Edwin sambil berjalan menuruni tangga rumah bosnya.
"Lalu kamu ke rumah teman kamu pakai apa?" Edwin kembali bertanya kepada perempuan di sampingnya.
"Jalan kaki." Cengir Zia.
"Biar saya antar." Edwin memegang pergelangan tangan Zia tanpa sungkan.
"Gak usah, pak." Tolak Zia, halus.
"Tapi saya tidak menerima penolakan." Edwin membuka pintu mobilnya.
"Gak usah, Pak. Saya..."
"Zia..." Suara cempreng Dara hampir saja membuat gendang telinga Edwin dan Zia rusak.
"Kamu tuh, aku tungguin dari sore juga gak datang-datang. Kamu lupa rumah aku? Kamu nyasar disini? Yaampun Zia, rumah aku tuh yang itu." Dara berdecak pinggang di depan Zia. Tangannya yang menenteng sebuah plastik besar berwarna merah membuat Zia tahu, sahabatnya itu pasti baru pulang belanja.
"Maaf ya Pak, sepertinya teman saya salah rumah. Ayo Zi, Malu-maluin aku aja kamu. Masa rumah teman sendiri gak ingat." Dara membawa dua plastik besarnya ke tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menarik paksa tangan Zia.
"Maaf, Pak. Saya pergi dulu." Zia tersenyum canggung kepada Edwin.
"Gak usah ganjen kamu, Zi." Desis Dara, pelan.
Edwin tersenyum tipis, dia menggaruk tengkuknya sendiri yang tidak gatal. Dia kira Zia itu ingin pergi ke rumah teman lelakinya.
***
Zia menirukan gerakan bibir Dara yang sedang mengomel. Sejak pulang dari rumah Bos-nya tadi, sahabatnya itu terus mengoceh bagaikan burung Beo.
"Aku tuh nungguin kamu sedari sore tadi, eh kamu malah nyasar ke rumah duda ganteng samping rumah aku." Dara membawa beberapa makanan dan dua gelas minuman jus orange masuk kedalam kamarnya. Dia menghampiri Zia yang sedang berselonjor kaki di sofa kamarnya.
"Aku kok gak tahu ya, Dar. Kalau kamu itu punya tetangga duda." Ucap Zia sambil memakan keripik tela ungu yang Zia sungguhan untuknya.
"Karena dia itu super-duper sibuk. Lagi pula dia itu orang baru yang belum lama ini pindah ke kompleks perumahan ini." Jawab Dara, sembari menatap wajah Zia yang sedang makan keripik tela dari samping dengan curiga. Sebelumnya sahabatnya itu tidak pernah bertanya mengenai lelaki manapun tapi sekarang...
"Kamu tidak berniat berselingkuh dengan Duda ganteng samping rumah aku kan, Zi? Kamu tidak berniat selingkuh dari Bayu kan?" Dara memincingkan matanya. Zia hanya diam, dia menghentikan aktivitas makannya.
"Aduh, Zi...., Kamu tuh udah pacaran lama sama Bayu, masa putus gara-gara masalah sepele. Kamu suka sama tetangga aku? Ingat Zi, Bayu juga ganteng. Ya walau gantengan duda samping rumah aku sih." Cengir Dara. Dia berkata dengan jujur. Duda samping rumahnya itu memang sangat menggoda imannya. Pernah beberapa hari lalu, lebih tepatnya saat dia sedang berlari mengelilingi kompleks perumahannya. Dia melihat tetangganya itu mencuci mobil sambil bertelanjang dada. Perutnya yang mirip dengan roti sobek, membuat dirinya berkali-kali menelan ludah karena tergoda. Tidak hanya itu, tetangga barunya itu memiliki pesona yang sangat menawan, sehingga sulit di tolak oleh kaum hawa.
"Apaansih kamu, Dar?! Siapa juga yang suka sama dia. Ngaco kamu." Zia tertawa sumbang. Dia bingung mau mulai bercerita dari mana. Hubungannya dengan Bayu sudah berjalan lama, namun....
Teringat jelas bagaimana mantan kekasihnya itu menghianati dirinya. Bayu bermain api di belakangnya. Lalu apa dia harus bertingkah bodoh dengan memaafkan kesalahan lelaki itu? Zia menggelengkan kepalanya pelan, hal itu membuat kening Dara mengerut.
"Kamu kenapasih, Zi?" Dara menatap sahabatnya curiga.
"Gak apa-apa." Dusta Zia dengan cengirannya.
"Gak usah bohong kamu. Kita itu udah sahabatan lama, jadi..."
"Aku sudah putus dengan Bayu." Potong Zia, cepat.
"Karena duda itu?" Tanya Dara, lirih.
"Bukan, perihal aku putus dengan Bayu itu tidak ada sangkut pautnya dengan Pak Edwin." Jawab Zia, dengan rahut wajah sendu.
"Bahkan kamu tahu nama duda samping rumahku itu. Dan kamu memanggilnya dengan sebutan Pak? Jangan-jangan....."
Dengan cepat Zia melempar keripiknya hingga mengenai dada Dara. Zia tahu apa yang sahabatnya itu fikirkan tentang dirinya dan Bosnya.
"Bukan aku yang bermain api dengan Pak Edwin, tapi Bayu lah yang bermain api dengan perempuan yang entah siapa namanya. Dia yang menghianatiku." Zia sudah sangat berapi-api. Mengingat perbuatan panas mantan kekasihnya dengan pelakor itu, membuat matanya berkaca-kaca.
"Dia bercinta bersama perempuan selingkuhannya di kamar apartemennya di saat aniversery hubungan kita, Dar." Zia mengusap air matanya dengan kasar, dadanya rasanya sangat sesak.
"Aku melihat semuanya, mendengar desahannya, dan menjadi orang bodoh karena mencoba mengelak bahwa semua yang aku dengar dan lihat itu hanya halusinasiku saja. Tapi nyatanya...." Zia menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Berat baginya untuk kembali membuka sayatan di hatinya.
"Tenanglah, akan aku pastikan dia menyesal karena memperlakukan kamu seperti ini." Dara memeluk sahabatnya dari samping. Dia mengepalkan tangannya erat.
"Dasar laki-laki brengsek." Batin Dara, geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY 1 (TAMAT)
RomanceWARNING!! 21+ "Besok umur mu sudah 6 tahun, sayang. Apa yang kamu inginkan dari Daddy?" Edwin berjongkok di depan putra kebanggaannya. Miko, anak laki-laki itu menatap Daddy nya malas. Dia meletakkan heandpone mahal yang Daddy nya belikan sewaktu di...