31. Ronde?

83.2K 2.4K 30
                                    

WARNING!!

BUDAYAKAN VOTE TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA. SETELAH MEMBACA, BUDAYAKAN COMMEN YA KAK. GRATIS KOK! TERIMAKASIH 🙂

___________

Pagi ini semua orang sudah berkumpul di meja makan keluarga Zia. Hanya perempuan itu yang belum terlihat batang hidungnya.

"Aku laper, apa mama Zia masih lama datang kesini?" Tanya Miko, sambil memanyunkan bibirnya. Dia menendang kaki Jeo yang sedang sibuk berbicara kepada papanya.

"Papa, Miko...." Adu Jeo, sambil melirik Miko. Kevin hanya diam. Dia terlalu malas untuk meladeni kedua bocah itu. Selalu saja bertengkar seperti kucing dan tikus ketika bertemu.

"Sebentar lagi ya sayang." Edwin mencoba memberi pengertian kepada putranya.

Sedangkan di dalam kamar, Zia sedang membersihkan sprai kamarnya yang terdapat bercak noda darah bekas bercintanya tadi malam dengan Edwin. Zia berjalan bagaikan orang yang abis di sunat. Bagaimana tidak? Bagian bawahnya terasa sangat nyeri.

Zia keluar dari kamar dan langsung menuruni anak tangga rumahnya. Dia ikut bergabung di meja makan dengan duduk di samping Edwin.

"Tadi malam kalian berdua abis main berapa ronde? Sampai-sampai Zia gak bisa jalan seperti itu." Ucap Luwis tanpa rasa malu. Dia menyendok telur balado tanpa memperhatikan sorot mata semua orang yang sedang menatapnya. Luwis bagaikan tersangka maling ayam Pak RT yang sudah lama di buru dan akhirnya ketemu. Semua orang menatapnya tidak percaya.

"Bibir kamu kalau ngomong." Edwin langsung membungkam mulut Edwin menggunakan tempe goreng di depannya.

"Malu-maluin kita aja kamu, Wis." Tirta menendang kaki Luwis sambil berbisik lirih.

"Titisan emak-emak tukang gosip ya gini." Kevin ikut menyalahkan Luwis.

"Tuh di dengerin anak-anak." Dara ikut memarahi Luwis.

"Otak polos anak dan keponakanku ternodai gara-gara ucapan ceplas-ceplos kamu, Wis." Ema terlihat sangat heboh sambil menatap putra dan keponakannya.

"Ronde itu apa Mama Zia? Kayak babak yang ada di pertandingan bola yang sering Daddy dan aku tonton ya?" Tanya Luwis, dengan wajah polos. Zia terlihat gugup dan malu. Mau di taruh di mana mukanya ini? Semua orang sedang menatapnya, seakan menunggu jawabannya.

"Iya, seperti itu." Cengir Zia.

"Bukan, ronde itu..."

"Sebaiknya kalian segera makan. Tidak baik bertengkar dan berbicara saat sedang makan." Tegur Panji, memotong ucapan Luwis.

***

Zia sedang berada di kamarnya, sedangkan Edwin sedang berada di gazebo bersama papanya. Keduanya sedang bermain catur.

Pipi Zia memanas dikala mengingat betapa memalukannya dia tadi malam. Dia terlihat seperti perempuan yang haus dengan sentuhan laki-laki. Tadi malam Zia terlihat sangat binal, dia terus mendesah dan meminta tambah kepada Edwin.

Zia menghidupkan televisi yang berada di kamarnya. Dia menghela nafas kasar dikala semua siaran televisi sedang memberitakan tentang pernikahannya dengan Edwin.

Selamat pagi semua? Pagi ini saya akan membahas tentang pernikahan seorang pengusaha perhotelan kaya raya yang fisiknya pernah menjadi trending topik. Kemarin adalah hari patah hati nasional untuk para perempuan. Hot Daddy yang sering kalian impi-impikan untuk menjadi pasangan hidup kalian kemarin menikah dengan sekretarisnya sendiri. Bapak Edwin Wijaya memilih ibu Zia Adelia untuk menjadi pendamping hidupnya. Mau tahu berita selengkapnya? Ini dia.

HOT DADDY 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang