DUA TUJUH

5.1K 502 81
                                    

EGOIS
>/<

Lintang menatap layar ponselnya, sebuah seringaian tipis terlihat diwajahnya. Dia baru saja mendapatkan kabar jika Angel, Reva, Nico dan Dery kecelakaan. Kecelakaan yang dilakukan oleh anak buah Papa nya. Sangat mudah menyingkirkan mereka.

Nando. Nama itu terlintas dikepala Lintang. Laki laki itu sengaja tidak bermain main dengannya karena Nando tidak bermacam macam dengan Bintang. Laki laki itu masih seperti biasanya, tapi sikapnya dengan perempuan berubah. Bahkan pada Angel, kekasihnya. Nando menjadi dingin, dia sudah tidak peduli lagi pada Bintang. Lintang mengangkat bahunya acuh, dia tidak peduli.

Lintang bangkit dari duduknya, laki laki itu berjalan keluar dari kamarnya. Mungkin sedikit berjalan jalan disore hari sepertinya menyenangkan. Laki laki itu berjalan menuruni tangga, saat dia akan mengambil minum didapur dia berpapasan dengan sang Mama. Memang dari semalam, dia hanya berdiam diri di kamar. Dia hanya kelluar kamar untuk mengambil cemilan lalu masuk lagi kedalam kamar.

"Akhirnya kamu keluar juga." Hanabi bernafas lega. Wanita itu berdiri didepan anaknya. "Kamu anterin Diandra cek ke Dokter ya?"

Wajah Lintang berubah datar, Hanabi sedikit kaget karena Lintang tidak pernah seperti ini. Kehilangan Bintang dan juga harus menikah dengan gadis yang tidak Lintang cintai membuat sifat dan sikap anakmya berbeda.

"Gak mau." jawab Lintang singkat, dia melanjutkan jalannya menuju dapur. Mengambil air dari dalam kulkas.

"Kenapa? Kamu kan suaminya." Hanabi menatap anaknya tidak mengerti. Dia seperti melihat Gevan dalam diri Lintang.

Lintang menggeleng setelah dia selesai minum. Laki laki itu mengambil buah apel dari dalam kulkas. "Gak. Pokoknya Lintang gak mau."

Hanabi menatap punggung anaknya yang berjalan semakin menjauh. Wanita itu menghela nafas, berjalan cepat menyusul anaknya. "Lintang, tunggu dulu. Dengerin Mama."

Lintang berhenti, dia menatap sang Mama dengan wajah memelas. "Mah, Lintang cape. Lintang mau pergi dulu."

"Dengerin Mama bentar dulu." Hanabi menatap Lintang penuh harap.

Lintang menghela nafas, dia tidak akan mampu menolak jika Mama nya sudah memperlihatkan wajah penuh harapnya. Lintang berjalan duduk dikursi teras rumahnya, disusul oleh Hanabi yang duduk disebelahnya. "Mama mau ngomong apa?"

Hanabi menatap anaknya, kenapa Hanabi berfikir jika dia harus menjadi gadis berumur 16 tahun. Tapi sepertinya, dia harus mencobanya. Lagi pula, Lintang akan mudah menerima. "Jangan potong ucapan Mama."

Lintang hanya mengangguk malas, dia menatap kedepan. Mulutnya sibuk mengunyah apel yang dia ambil tadi.

"Dulu Mama pernah hamil diusia 16 tahun." Hanabi menghela nafas, Lintang tidak terlalu kaget karena dia pernah diberitahu oleh Papa nya. "Mama hamil bukan anak Papa kamu."

Lintang langsung menatap sang Mama. Apa apaan itu? Pikirnya. Lintang membuka mulutnya namun dia kalah cepat dengan Hanabi yang sudah melanjutkan ucapannya.

"Mama hamil anaknya Om Gevan." Hanabi menatap Lintang yang terlihat sangat terkejut. "Ibaratin aja, Mama ini Diandra dan kamu Om Gevan. Om Gevan emang perhatian waktu pertama kali denger Mama hamil. Tapi, waktu Om Gevan kenal sama perempuan lain, dia udah gak pernah perhatian lagi. Mama liat Om kamu itu lagi sama perempuan lain. Mama waktu itu gak bisa mikir apa apa lagi, Mama lebih milih pergi. Tapi, sepertinya waktu itu bukan hari keberuntungan Mama. Mama kecelakaan dan bayi yang dikandung Mama keguguran."

LINTANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang