Aku bangun dan duduk menatap jendela yang tirainya sudah ditembus oleh sinar matahari pagi yang cukup membuat mataku yang sembab tak karuan ini terbuka lebar. Pikiranku mulai berkecamuk memikirkan sesuatu yang sangat berat untuk hatiku. Rasanya sesak sekali, aku belum pernah merasakan perasaan sesak seperti ini sebelumnya.
Aku menyerah.
Aku benar-benar menyerah Arya.
Aku lelah harus bermain teka-teki denganmu."Udah.. Harus mandi sekarang" ucapku menyemangti diri sendiri.
Seusai mandi, aku memilih pakaian yang casual untuk kuliah hari ini.
.
.
Saat aku menuruni tangga, aku melihat seseorang berdiri dibawah sana. Meskipun melihatnya dari belakang aku bisa menebak siapa dia. Rasanya pertahanan yang baru kubuat tadi runtuh, seolah semua dinding yang kubangun rubuh karna gempa besar yang datang tiba tiba.Untuk apa lagi dia kesini?
Apa karna dia tau kalau aku ini lemah jika sudah bertemu makanya dia datang?Dengan emosi yang sudah bergejolak tak jelas aku tetap turun kebawah. Setiap anak tangga yang aku lewati seperti penuh dengan duri yang membuatku sulit melewatinya. Tapi bukankah aku harus tetap melewatinya?
"Arya?" panggilku pelan.
Ia menoleh, dan menatapku dalam . Tatapan yang benar-benar dalam. Tatapan mata yang selama 4 bulan ini aku rindukan. Tatapan yang bisa membuat pertahananku runtuh begitu saja.
Aku lemah.
"Kamu disini?" tanyaku.
"Iya" ucapnya.Aku hanya mengangguk pelan tanpa berani menatapnya.
"Aku mau kuliah, bye" ucapku meninggalkannya.
"Aku anter" ucapnya cepat.
"Gausah, aku bawa mobil" kataku buru-buru.
"Aku anter" ujarnya tegas.
"Gausah" kataku langsung menuju mobil dan membuka pintunya untuk masuk kedalam.
"Al" panggilnya pelan sambil menarik tanganku.
"Apa?" kataku berusaha tenang.
"Sorry" ucapnya menatapku.
"Aku udah lupain semuanya, kamu bisa pulang sekarang" ujarku berusaha tetap tenang.
"Aku minta maaf" ucap Arya lagi.
"Ga perlu, nggak ada yang perlu dimaafin" ucapku.Arya memejamkan matanya sebentar lalu membukanya lagi seperti sedang mencoba menenangkan dirinya. Sama halnya denganku aku berusaha keras untuk tidak sama sekali menitikan air mata meskipun rasanya air mataku sudah tak tahan untuk keluar dari sana.
"Aku udah telat" kataku langsung menyingkirkan tangan Arya.
Saat masuk kedalam mobil rasanya benteng pertahananku benar-benar sudah runtuh, air mataku menetes satu demi satu lama-lama menetes banyak sekali sampai aku tak bisa menghitungnya. Kutancap gas sambil berusaha menahan tangis, aku terus menenangkan diri karna aku harus kuliah pagi ini.
Selesai kuliah aku sengaja tidak langsung pulang karna aku tahu Arya sudah pasti masih ada dirumah, apalagi mama papa sedang tidak di Jakarta.
Aku menghabiskan waktuku disebuah cafe milik temanku sampai pukul 23.00 Aku harap Arya sudah pergi kehotelnya saat ini.
Menempuh perjalanan selama satu jam aku tiba dirumah 00.00 dan benar sekali Arya masih ada disana.
Huf.
"Kuliah sampe malam?" tanyanya.
"Bukan urusan kamu" ucapku.
"Yaudah kamu istirahat, aku balik kehotel" ucapnya.
"Udah? Gitu doang?" tanyaku sinis.Arya menoleh lalu menatapku.
"Maunya gimana?" tanyanya.
"Sekarang kamu nanya aku maunya gimana?" tanyaku semakin sinis.
"Udahlah kamu masuk, terus istirahat" ucap Arya senyum.Ia melangkahkan kakinya menuju mobil seperti tak ada yang perlu dijelaskan karna sudah menghilang tanpa kabar apapun selama 4 bulan.
"Sebenarnya aku ini apasih buat kamu?" tanyaku.
Aku sudah tak bisa lagi berpura-pura aku menerima semua perlakukan Arya padaku. Aku nggak baik-baik aja sejak dia pergi gitu aja.
"Kemana kamu selama ini?"
"4 bulan aku ngirim banyak pesan, ratusan kali telpon, satapun Ar nggak ada yang kamu balas"
"4 bulan aku nunggu kamu ngabarin aku, kamu yang bilang kan kalau sampe sana kamu bakal ngabarin aku. Kenyataannya? Kamu ngilang gatau kemana"
"Aku kayak orang bego tiap hari ngeliatin room chat kamu berharap kamu bakal baca chat aku dan balas semua pesan yang aku kirim"
"Tapi apa? Kamu malah nelpon terus nanya aku marah atau nggak? Kamu gila?"
"Arya, jawab aku!""Udah? Boleh aku jelasin?" tanya Arya menatapku.
Aku tak menjawab hanya menatapnya menunggu ia menjelaskan semuanya.
"Aku paham kamu marah"
"Aku ngerti kamu nunggu"
"Tapi banyak hal yang harus aku kerjain disana""Alasan kamu itu doang?" tanyaku sinis.
"Semua orang bisa sibuk Ar, ini cuma masalah prioritas. Dan sekarang aku tau aku gak bakal bisa jadi prioritas kamu, gak akan pernah bisa. Alasan kamu gak masuk akal" ucapku.
"Sekarang please banget, gausah muncul lagi dihidupku aku mohon dengan amat sangat" ucapku langsung pergi.
"Alila, aku nggak bisa lepasin kamu" ucap Arya.
"Gabisa? Kamu yakin?"tanyaku sinis dan langsung menutup pintu rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something About Alila
RomanceTidak mudah menggantikan seseorang dihatinya. Seseorang yang begitu ia specialkan.. Aileen namanya.. Dan namaku Alila. Aku akan memastikan Arya akan melupakan Aileen untuk selamanya. Dia pantas untuk mencintai, seseorang yang juga mencintainya.