Suara ambulance mengiringi perjalanan Alden menuju rumah sakit terdekat, kepala dan tangannya berlumuran darah.
"ALDEN!!!!!"
"Alden, bertahan!"
Chika mengenggam tangan Alden di dalam ambulance. Air matanya tidak berhenti keluar dari awal mendengar benturan yang terdengar kencang dibelakangnya.
Flashback
Imbra berjanji membawa Chika jalan-jalan setelah jam pulang sekolah, Chika sempat menolak namun niat sahabatnya itu sangat baik. Hanya untuk sekedar menghibur, Chika meminta Imbra untuk menemaninya membeli buku tafsiran hidup.
Namun saat di perjalanan, dia mendengar ada suara tabrakan tepat di belakangnya. Sontak Chika terkejut dan menyuruh Imbra berhenti. Ketika turun dari motor, tubuhnya menengang menyadari siapa yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan, motornya hancur, dan tubuhnya berlumuran darah.
"ALDEENNNN!!!!!" Teriak Chika, detik itu juga dia pingsan. Namun hanya beberapa menit dia tersadar, tanpa peduli kerumunan orang Chika langsung memeluk tubuh Alden yang sudah tidak sadarkan diri, tidak peduli banyaknya darah yang sudah mengenai seragam putihnya dan perkataan orang yang melarangnya untuk menyentuh korban.
"Alden!!! Bangun!!!"teriak Chika, dia mengangkat kepala Alden agar tersadar dipahanya, mata Chika melihat kerumunan orang yang mengelilingi mereka berdua.
"Tolong!!!" teriak Chika, namun yang dia dapat adalah tontonan dari orang-orang dan mengabadikan moment.
"Tolong!!!"
Tidak ada satupun manusia yang berniat membantu, mungkin ini sudah ketentuan atau ntah apa. Banyak kita yang menemukan orang kecelakaan tetapi tidak ada yang berani membantu sebelum polisi sampai di lokasi, ini sangat membingungkan. Apa yang akan terjadi, jika kita harus menunggu kedatangan polisi terlebih dahulu karena nyawa orang sedang terancam dan kesakitan meminta bantuan menahan rasa sakitnya. Dia butuh pertolongan, tetapi kedatang polisi terkadang membuat beberapa orang emosi.
Imbra berlari ke arah Chika.
"Ambulancenya udah datang" kata Imbra, dia mengangkat tubuh Alden bersama beberapa warga untuk memasukkan Alden kedalam ambulance.
Chika menaiki ambulance, dia langsung menangis histeris di dalam mobil. Apapun yang terjadi, dia akan selalu di samping Alden walaupun statusnya mantan. Tapi rasa cinta tidak pernah hilang dari hatinya.
"Ci, lu antar Alden kerumah sakit! Gue ke kantor polisi biar yang nabrak kita kejar dan mengurus motornya" Chika mengangguk, kebingungannya juga melanda. Mengapa Imbra tau, Alden?
***
Kaki Chika melangkah mondar mandir di depan pintu ruangan UGD dengan kondisi pakaian berlumuran darah. Dia menggigit jarinya, rasa takut dan khawatir melanda jiwa dan raganya. Mengapa ini bisa terjadi pada Alden? Bahkan Chika sudah menyalahkan dirinya sendiri, Chika membenturkan kepalanya ke pintu ruangan. Tidak! Pikiran buruk itu tidak boleh menguasi kepalanya! Tubuhnya langsung merosot ke lantai, air matanya tak kunjung berhenti. Serasa darahnya tidak mengalir didalam tubuh, seolah semua hanya mimipi belaka."Chika!" teriak seseorang.
Chika menoleh, dia melihat Ruby dan teman Alden yang lain berlari ke arahnya. Raut wajah mereka dapat ditebak, semuanya tampak pucat. Chika berdiri, beranjak dari pintu UGD. Kakak Alden? Bahkan Chika tidak sanggup menatap wajah kak Feby, wanita itu sudah menangis, matanya sembab dengan tubuh yang masih mengenakan pakaian rapi khas kantor.
"Alden!!!" tangis kak Feby, tangannya berusaha membuka pintu ruangan.
"Apa yang terjadi,....hiks....hiks....Alden!" kak Feby menangis di depan pintu. Tobi mendekati kak Feby, dia berusaha menenangkan kakak sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari Bersama Alden [Completed]
Teen Fiction[BELUM REVISI] Alden Putra Mahendra, anak nakal yang suka mabuk-mabukan, merokok dan berjudi. Kehadiran seorang Olif dihidupnya membuat dirinya sadar, bahwa banyak yang jauh lebih payah dari pada hidupnya. Alden dengan tulus membantu Olifia menghada...