Sebelum baca, alangkah baiknya berikan dukungan kamu terlebih dahulu. klik bintang dan jangan lupa comment juga ya, happy reading!❤❤❤😘
Alden menghempaskan tubuhnya di sofa, kenyataan sangat sulit diterima. Mengapa Chika ada di cafe itu, bertemu dirinya dan Olif. Mata yang penuh kekecewaan itu menyayat hati Alden, Chika membencinya. Dan siapa yang bisa menjelaskan, apa sebenarnya yang terjadi antara Chika dan Imbra?
Flashback
Satu jam lagi magrib akan tiba, Alden berpamitan untuk pulang kepada Olif. Dia berniat mengantar Olif pulang namun wanita itu menolak, alhasil dia menemani Olif menunggu taksi online. Saat Alden beranjak ingin mengantarkan uang ke kasir, tiba-tiba tubuhnya terhenti bahkan kakinya tak sanggup lagi melangkah.
"Chika?" katanya, wanita yang sudah penuh air mata. Chika menatap Alden dan Olif secara bergantian, tidak ada kata yang dia lontarkan. Dia memandangnya lama, terdiam seribu bahasa seakan mulutnya telah dijahit dan tertutup rapat-rapat.
Dia tersenyum dengan air mata yang tetap mengalir.
"Selamat ya, Al....." katanya dengan suara serak yang hampir tak lagi mampu keluar .
"Semoga bahagia,....."
"Chika....., Chika akan menjauh dan Chika benci Alden!" sambungnya, dia menghapus air matanya kasar. Sekilas dia melirik Alden dan Olif, setelah itu dia pergi mendorong tubuh Alden yang menghalangi jalannya.
Tubuh Alden menegang, dia ingin mengejar. Namun kaki ini berat untuk melangkah, ada apa ini? Alden melihat Chika yang semakin menjauh dari cafe. Alden memukul meja cafe dengan keras.
Bragg
Seisi cafe melihat kelakuan Alden merasa tersedak dan merasa aneh, sama seperti Olif yang juga terkejut.
Alden mengutuki dirinya sendiri. Bego! Bego! Bego!, Umpatnya kepada diri sendiri. Mengapa terasa tidak berdaya saat menghadapi hal seperti ini, bahkan Alden tidak punya kekuatan untuk menjelaskan kepada Chika, semuanya terasa sulit dan berat. Wanita itu menangis menatapnya, wajah kecewa Chika.
"Al, lu gak apa-apa?" tanya Olif.
"Gak apa" jawab Alden menormalkan tubuhnya kembali.
"Lu langsung pulang aja deh, taksi gue udah dekat kok" kata Olif, dia tidak tega melihat kondisi Alden seperti ini.
"Serius gak apa-apa?" tanya Alden memastikan, karena dia benar-benar ingin mencari ketenangan sekarang.
Olif tersenyum memeluk tubuh Alden.
"Gak, apa-apa. Kejar dia, Al" kata Olif, dia mengelus punggung Alden.
"Lu benar, gue harus kejar Chika" ucap Alden, seharusnya dia mengejar Chika bukan mencari ketenangan. Olif benar.
"Gue duluan Lif, bye" kata Alden melepas pelukannya dan meninggalkan Olif di cafe.
Lengan kanan Olif di senggol oleh seseorang, Olif menatapnya. Mereka Berdua sama-sama tersenyum.
"Gimana, kak?" tanya Eli.
"Chika akan benci Alden, dan Alden akan menghabiskan waktu lebih lama bersama kakak" ucapnya mengelus perut yang sudah mulai membuncit.
"Maafkan saya, Chika. Saya memang egois!" sambungnya.
Alden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, perasaan campur aduknya mengiringi perjalanannya kali ini. Keadaan Chika, itulah yang penting saat ini. Alden merasa menjadi fakboi sesungguhnya, dia tidak tegas mengambil keputusan, banci sesungguhnya. Berkali-kali dia menghentakkan tangannya ke stir mobil, perasaan bersalah, menyalahkan dirinya sendiri bahkan mengumpati dirinya sepanjang jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari Bersama Alden [Completed]
Teen Fiction[BELUM REVISI] Alden Putra Mahendra, anak nakal yang suka mabuk-mabukan, merokok dan berjudi. Kehadiran seorang Olif dihidupnya membuat dirinya sadar, bahwa banyak yang jauh lebih payah dari pada hidupnya. Alden dengan tulus membantu Olifia menghada...