Sebuah Rasa

437 34 2
                                    

Tiga hari Alden terbaring lemah diranjang rumah sakit, temannya selalu bergantian menjaga kecuali jam sekolah. Ketika jam sekolah Alden akan ditemani Peru yang sedang libur semester, masih ingat Peru? Lelaki yang memaksa Alden punya pacar, sampai detik ini Alden sudah hampir gila karena wanita itu. Tiga hari pula Alden tidak melihat Chika untuk menjenguk atau sekedar nanya kabar lewat pesan atau telpon atau media sosial, tidak sama sekali. Padahal dialah yang menyebabkan dan membantu semuanya. Pikiran kotor Alden muncul, untuk apa Chika menjenguknya? Toh cuma mantan, dan sekarang pasti lagi bersenang-senang sama Imbra! Semudah itukah Chika move on dari gue?  Dan memilih pria yang tidak ada garis tangan dari kata itikat baik, musuh besar Alden! Tapi mengapa Chika dan Imbra bisa kenal?

Rasa cemburu dihatinya menggebu, seakan tidak ikhlas untuk merelakan Chika kepada Imbra. Jelas Alden tidak terima, dia tau betul siapa Imbra. Lelaki brengsek! Alden mengepalkan tangan kanannya. Milik gue gak boleh disentuh orang lain, pertempuran akan dimulai! Batinnya. Apapun resikonya, Imbra tidak boleh mendekati Chika. Dia tidak rela, bahkan sekarang dia menyesal berat karena sudah mengakhiri hubungannya dengan Chika.

"Chika!" ucap Alden.

Peru sibuk main game terkejut mendengarkan Alden yang mengingau.

"Al..." Panggilnya, dia berusaha menepuk-nepuk tangan Alden agar tersadar.

"Al, bangun lu! Serem lu ah! Kamar mayat dimane?" tanyanya melirik se isi ruangan kamar pasien.

Mendengar suara Peru yang brisik, Alden langsung terbangun membuka matanya secara perlahan. Peru bernafas lega.

"Akhirnya, bangun juga lu" kata Peru menepuk gips Alden.

"Setan! Sakit!" umpat Alden, dia mengap-mangap menahan setengah mati tepukan keras Peru.

Peru menyengir menyadari kesalahannya, efek terlalu riang terkadang membuatnya refleks memukul di sekitar.

"Eh tadi lu ngigau nama Chika? Btw kok dari kemaren dia kagak kelihatan?" tanya Peru.

"Kagak sama adik sama aja, kagak ada rasa pedulinye! Tenang, Al..."

"Nasib kita sama, korban keturunan si Sulah!" sambungnya membayangkan betapa sadisnya kakak Chika, saat dirinya sakit bukannya menyemangati atau menjenguk malah di umpati dan di doain biar cepat ke Rahmatullah.

Alden tersenyum mendengarkan kata-kata Peru, nasib mereka sudah tidak sama. Mungkin Peru masih menjalin hubungan dengan kakak Chika, tapi Alden?

"Gue udah putus sama Chika!" kata Alden.

"Ha?" Peru menganga mendegarkan ungkapan Alden, mungkin dia percaya karena ekspresi Alden tidak dapat dibohongi. Sangat kecewa!

"Serius?" sambungnya, Alden hanya mengangguk tak ingin bicara.

"Kok bisa? Kagak jadi iparan dong?"

"Wah kagak asik lu, kagak menghargai PAK COMLANG!" Alden mengerutkan keningnya, merasa ada yang aneh dia langsung mengubah lagi ekspresi wajahnya menjadi datar.

"Bukan lu juga yang comlangin" kata Alden,  pasalnya dialah yang memilih Chika bukan unsur-unsur lain.

"Ingat! Kalau bukan gara-gara gue, elu pasti masih jomblo sampai sekarang!"

"Dan gara-gara lu juga gue stres mikirin dia! Udah putus juga kale!" jawab Alden.

"Kok bisa sih? Di putusin?" tanya Peru penasaran mengapa bisa terjadi.

Alden menghembuskan nafasnya, mengingat Chika membuatnya semakin rindu dan tidak bisa melupakan gadis dengan senyuman manis.

"Gue yang putusin!"

30 Hari Bersama Alden [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang