48 ~ Ngedate? (2)

645 41 24
                                    

"Devano!" teriak seseorang kala Devano dan Naura baru saja melewati sebuah tempat makan yang berada di salah satu taman tersebut.

Devano dan Naura menghentikan langkahnya, mencari asal suara tersebut.

"Eh, beneran loe ternyata. Udah takut salah orang aja gue," ucap orang tersebut yang kini baru saja datang menghampiri Devano.

Devano menaikan sebelah alisnya,"Puy? Loe ngapain disini?"

"Itu, tadi gue abis latihan sama anak Elovi. Eh, hai Nau!" sapa Steffi yang tak seceria pertama menghampiri Devano, entah apa yang kini tengah ia rasakan begitu campur aduk.

"Hai juga kak," jawab Naura memberikan senyum ramahnya.

"Loe mau ngapain? Tumben banget mau diajak ke pasar malem gini. Biasa juga malem sabtu main ps kan?" tanya Steffi seolah mengintrogasi Devano yang tak biasa nya keluar kala malam hari.

Yap, Steffi telah mengenal sosok Devano dengan baik, ia sudah hafal dengan kebiasaan dan hobi yang Devano lakukan biasanya.

Devano terkekeh, "Kayaknya bakal beda sih. Tadi gue nemenin mama arisan ke rumah Naura, yaudah gue sekalian aja mampir. Eh, terus nih anak pengen kesini, jadi yaudah gue temenin." jelas Devano.

"O-oh... Gue duluan ya, ngga enak sama yang lain. Kapan-kapan hangout bertiga yak. Bye Nau, Dev!" Steffi segera melenggang begitu saja, tanpa menunggu ucapan balasan dari Naura maupun Devano.

Naura yang sebagai perempuan paham akan perubahan raut wajah Steffi, ia menjadi tak enak hati dengan Steffi yang kini mungkin tengah dilanda rasa cemburu.

"Nau? Kok ngelamun?" tanya Devano yang memperhatikan tatapan kosong Naura, menatap punggung Steffi yang kini telah menghilang sempurna.

Naura tersenyum paksa, kemudian segera berbalik dan mengkode ke arah Devano untuk melanjutkan perjalanan. Ia sudah berjalan mendahului Devano, namun dengan cepat Devano segera menyusulnya dan kembali merangkulnya.

Selama mengelilingi Taman, mereka kerap kali bercanda ria dan sesekali berdebat lantaran Naura yang ingin menaiki wahana. Namun sayangnya antrian yang panjang membuat Devano malas untuk menemaninya.

Yap, Devano sendiri adalah tipikal orang yang akan malas mengantri jika terlalu ramai, tentu saja hal itu bertentangan dengan Naura. Beberapa kali Naura harus mengambek lantaran Devano yang sulit dibujuk jika antriannya begitu panjang, ia merutuki dirinya sendiri lantaran sudah salah memilih teman jalan malam ini.

"Makan situ yuk kak, mau ngga?" tanya Naura yang kini tengah menunjuk sebuah stand makanan yang antriannya cukup panjang.

"Ck, panjang banget antrinya. Nanti keburu kemaleman lagi, di sana aja gimana?" tanya Devano balik, menunjuk sebuah caffe yang berada di sebrang Taman.

"Yaudah, ayok." jawab Naura penuh antusias, yang langsung membawa Devano menuntun tangannya untuk menyebrang ke caffe tersebut.

Kini Devano dan Naura telah terduduk sempurna, mereka memilih untuk duduk bersebelahan dibandingkan saling berhadapan.

"Loe mau makan apaan?" tanya Devano yang kini tengah terfokus pada buku pesanan yang sudah ia terima kala baru saja memasuki caffe tersebut.

"Adanya apa?"

"Banyak lah, nih loe pilih duluan aja." Devano menyodorkan buku pesanan dan juga pensil yang ia terima, membiarkan Naura untuk memilihnya lebih dulu.

Tak memakan waktu lama, Naura segera membaca setiap menu makanan satu persatu sebelum akhirnya ia memilih Fish and Chips dan lemon tea.

"Ngga pakai nasi?" tanya Devano yang langsung dijawab oleh gelengan kepala dari Naura.

"Ngga sakit apa tuh perut? Udah gitu minumnya asem lagi, ngga bagus Nau buat perut." jelas Devano yang hanya membuat Naura menatap dirinya tanpa dosa.

The Sound Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang