63 ~ Pisah?

817 60 52
                                    

Hubungan itu bukan cuman tentang keputusan satu orang, tapi keputusan dua orang. Jangan pernah ngambil keputusan dalam keadaan emosi, nyesel nantinya juga percuma.
~vch~

🎵🎵🎵
Brak!

Pintu kamar terbuka sempurna, menampakan seorang pria bertubuh jangkung yang tengah berdiri di depan pintu tersebut. Raut wajahnya begitu sulit di tebak, terlihat emosi dan rasa bersalah, entahlah.

Dua orang gadis yang tengah berpelukan erat, reflek menoleh ke asal suara. Betapa terkejutnya salah seorang gadis kala mendapati pria yang berhasil membuatnya hancur, tengah berdiri di ambang pintu. Tak lupa dengan tangan yang terlipat di depan dada.

Gadis itu keluar dari pelukan sahabatnya, menatapnya penuh arti dengan rasa sakit yang terlintas dalam hati nya.

"Wa.... Aku... Mau... Sendiri." isak gadis tersebut pada sahabatnya, membuat Nashwa kembali mengelus pelan punggung gadis itu dan mengangguk.

"Gue coba ngomong sama kak Dev dulu," pamit Nashwa yang kemudian menghampiri Devano di ambang pintu.

Sedangkan Naura, ia memilih untuk memalingkan wajahnya lantaran merasa semakin sakit kala melihat wajah tampan yang selalu menjadi idaman kaum hawa. Diam-diam, air matanya terus saja lolos begitu saja, tanpa seijin dirinya.

Di depan pintu, Devano menatap kekasihnya dengan rasa bersalah yang semakin menggebu. Ia tau jelas, jika dirinya salah lantaran telah begitu saja menerima ajakan gadis lain untuk berdansa, walau itu adalah Steffi yang merupakan kakak angkatnya sekaligus sahabat dirinya.

Baru saja ia ingin melangkah masuk, Nashwa dengan cekatan menahan tubuh Devano agar tak melangkah maju dan semakin membuat sahabatnya rapuh.

"Naura pengen sendiri, kakak kasih dia waktu dulu buat nenangin diri." jelas Nashwa dingin. Disatu sisi, ia ingin rasanya memaki Devano saat ini, namun situasinya tak tepat dan akan memperkeruh suasana.

"Gue mau ngomong, ngelurusin masalah yang ada. Minggir." pinta Devano dengan nada tak kalah dingin, menggeser pelan tubuh adik kelasnya.

"Loe bisa ngerti ngga sih? Naura butuh waktu sendiri, ngertiin dia dikit dong. Jangan egois, loe sendiri yang bikin Naura kayak gitu." jelas Nashwa, dengan nada yang sedikit tegas dan naik satu oktaf.

"Gue mau jelasin ke Naura, bukan memperpanjang masalah. Minggir, jangan sampai gue main kasar!" ancam Devano, berniat membuat adik kelasnya sedikit takut. Namun, hasilnya nihil.

Nashwa tetap berdiri di hadapannya, mengunci akses masuk ke dalam kamar kekasihnya itu.

"Wa, gue bilang minggir, ya minggir!" Devano menggeser keras tubuh adik kelasnya itu, membuat akses jalan menuju masuk kamar tersebut.

"Kak... Stop... disitu!" teriak Naura yang paham jika Devano semakin mendekat, membuat Nashwa yang sudah enggan berdebat hanya mampu menutup pintu dan mengawasi mereka dari ambang pintu.

Devano tak mendengar teriakan Naura, ia berjalan semakin dekat pada kekasihnya itu dan duduk di samping Naura. Ia merasa semakin bersalah, mendapati air mata yang semakin lama semakin deras lantaran ulah dirinya.

"Nau, aku bisa jelasin." Devano meraih salah satu tangan Naura, namun dengan cepat ditepis oleh kekasihnya itu. "Please, Nau. Dengerin aku dulu," pinta Devano sekali lagi, namun masih tak kunjung mendapatkan respon dari kekasihnya itu.

"Kak... Aku.... Lagi pengen sendiri," lirih Naura dengan terisak, membuat Devano spontan memeluk kekasihnya itu.

"Aku mau jelasin dulu, bee. Please dengerin dulu, kamu salah paham." jelas Devano berusaha menenangkan, merangkul dan memeluk erat gadis itu.

The Sound Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang