69 ~ Kehilangan

635 55 109
                                    

"percayalah, aku tak akan meninggalkan mu sedetikpun. Aku akan terus berada di sisimu,"
Vch
.
.
.
.
Sebelumnya, maap kl feelnya gk dapet :(

🎶🎶🎶

Devano menggeleng, "Menurut gue, ngga ada kata putus diantara gue sama dia. Dia udah benci sama gue, dia minta gue untuk pergi jauh dari kehidupan dia. Kalau itu bikin dia bahagia, gue bakal turutin kemauannya."

Anneth mengerutkan keningnya, pikiran nya tengah bertanya-tanya dan mencoba menerka ucapan kakak kelasnya itu.

"Gue bakal pergi jauh dari kehidupan dia, dan gue harap setelah ini dia bisa bahagia walau tanpa gue." sambung Devano, membuat Anneth menatap Devano tak percaya.

"L-loe mau bunuh diri?! Sumpa?! Demi apa?! Yaampun, kak! Jangan segitunya. Bunuh diri itu dosa tau, loe bakal jadi setan gentayangan kalau loe bunuh diri. Belum lagi kita satu team, loe ngomong sama gue lagi, nanti gue yang diteror. Jangan sumpah, kak. Please, masih banyak yang sayang sama loe, loe ngga perlu sampai ---"

"Bacot!" dengus Devano yang langsung mendorong pelan kepala Anneth, membuat Anneth bungkam. "Siapa juga yang mau bunuh diri, sih? Pemikiran loe ngaco. Gimana Aldy mau suka sama loe, kalau otak loe aja dongo minta ampun!"

"Hah? T-terus, loe mau pergi jauh gimana?" tanya Anneth hati-hati, menggaruk tengkunya yang tak gatal.

"Royal College Music,"

Anneth semakin dibuat bingung, "Inggris? Loe mau kesana? Pindah?" serbu Anneth.

Devano hanya mengangguk, sebelum akhirnya menyandarkan tubuhnya ke sandaran bangku dan menatap langit-langit.

"Awalnya cuman pertukaran pelajar, enam bulan. Tapi ---"

"Oh, enam bulan doang. Yaelah, enam bulan udah kayak selamanya aja." oceh Anneth, mencela ucapan Devano.

"Bisa ngga, loe ngga usah motong? Mulut loe kayak air comberan tau nggasih, ngalir terus. Motong omongan orang aja kerjaannya." dengus Devano yang menatap tajam adik kelasnya itu, secara tak langsung mengeluarkan aura dingin dan ucapan pedas.  

"Eh, mulut loe ya. Lama-lama gue cabein pake sambel ulek mak gue, tau mampus loe!"

"Bacot!"

"Jadi, berapa lama?" tanya Anneth, enggan berdebat dengan kakak kelasnya itu.

"Awalnya gue ngga mau ambil beasiswa itu, karena gue ngga bisa jauh dari Naura dan gue janji untuk jagain dia. Gue cuman berniat ikut pertukaran pelajar doang, dan ada kemungkinan kalau perwakilan dari kelas 10 ada Naura, makanya gue terima. Tapi nyatanya, Naura malah salah paham karena gue ngga cerita. Dia ngira, gue ngambil beasiswa juga."

"Terus, jadinya loe berapa lama? Ini gue ngga motong, ya. Loe udah selesai ngomong," cerca Anneth, enggan disemprot untuk kesekian kalinya oleh Devano.

"Gue nerima beasiswa itu. Mungkin sampai lulus SMA, atau menetap disana, gue ngga tau. Yang jelas, gue turutin permintaan Naura. Dia mau gue jauh-jauh dari kehidupannya, gue cuman mau dia seneng."

Anneth mengulas senyum yang diartikan, menatap Devano dengan iba. "Loe masih sayang sama Naura?"

Devano menoleh, sebelum akhirnya mengangguk lemah dan kembali menatap langit-langit lantaran frustasi dengan keadaan. Jujur saja, Devano lelah. Satu masalah selesai, muncul masalah baru, seolah semesta memang menakdirkan dirinya dengan masalah yang selalu mengelilingi.

The Sound Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang