9

37 7 4
                                    

~ PETRA SIHOMBING - ISTIMEWA~

Kamu datang tak disangka-sangka. Dan pergi semaumu saja di saat hatiku bertalu tak kenal jeda. Benar-benar sulit ditebak!

•••

"Huh! Tadi antreannya panjang banget kan, Fey?" keluh Jessi sembari membawa nampan makanannya.

"Iya nih, gue aja sampe pegel ngantri begituan. Huh, gara-gara pelajaran Pak Bonbon sih. Kenapa juga harus ditambahin waktunya? Sedangkan perut kita kan sudah keroncongan."

"Nah iya bener, nyebelin banget! So, kita duduk di mana? Semua meja penuh nih," gerutu Jessi sembari mengedarkan pandangan. Aku pun melakukan hal yang sama hingga seseorang melambai ke arahku. Menarik atensiku.

"Woi, Fey! Sini!" teriaknya memanggil namaku. Aku menoleh ke arah Jessi sebentar, meminta persetujuan. Namun, Jessi justru tampak antusias dan lebih dulu menghampirinya tatkala aku tidak melihatnya.

"Ayolah, Fey. Jarang-jarang loh ada cewek bisa makan bareng mereka."

"Karena mereka sadar diri kalo gerombolan itu sadis."

"Sstt ... Diam! Udah yuk ke sana! Kaki gue udah pegel nih. Mumpung ada kesempatan. Kenapa disia-siain."

"Ta—" Belum selesai kuberbicara, Jessi sudah menyelonong begitu saja menghampiri meja 4 inti Abhitah Crew itu. Ya, 4 inti itu tak lain adalah Oqi, Rivo, Joy, dan si somplak Ori.

Aku pun mengha napas dan segera menyusul Jessi. Ampun ... Ternyata begini rasanya punya sahabat yang urat malunya sudah putus. Sabar Fey, sabar. Sebenarnya, aku sendiri malas untuk makan semeja sama Oqi. Selain sebal sama dia, aku juga takut jika ia akan membalaskan dendam perihal pagi tadi.

Kini, Oqi tengah menatapku dengan tajam. Seakan-akan ingin menerkamku dan membunuhku habis-habisan. Aku pun menelan salivaku dan mengedarkan pandangan ke luar kantin.

"Ayolah Fey, duduk aja. Oqi bakalan ngizinin kok. Iya gak, Qi?" Joy menoleh ke arah Oqi. Meminta persetujuan jika aku dan Jessi boleh makan bersama mereka.

"Iya, bener. Bos pasti bolehin. Boleh kan, Bos?" lanjut Ori sembari mendongak. Meminta persetujuan layaknya Rivo.

Oqi menghela napas dan mengalihkan pandangan. Tak ingin menatapku lebih lama lagi. Ia justru tampak sibuk mengaduk-mengaduk es jeruk segar miliknya.

Tak kunjung mendapatkan balasan, aku pun berniat pamit.

"Um, gue pergi aja deh. Maaf ganggu."

Aku melangkahkan kakiku hendak keluar kantin. Namun, seseorang telah lebih dulu meraih tanganku. Aku berhenti dan menoleh. Menemukan Rivo yang sedang menggenggam tanganku erat.

"Gak, sini duduk! Dan lo!" Rivo terdiam dan menunjuk Jessi. Jessi terpengarah dan menunjuk dirinya sendiri.

"Duduk di depan Fey!" Jessi mendengus dan bersiap mengumpat. Namun, aku memberikannya kode untuk diam tak berkomentar. Dia pun pasrah dan duduk di sebelah Ori. Membuat Ori semakin gencar untuk menggoda Jessi.

"Cantik, butuh minum, gak? Nanti Abang bawain minum yang banyak deh. Kalo perlu, Abang bawain segerobak-gerobaknya. Mau?"

"Gak!" ketus Jessi. Aku pun menahan tawa melihat tingkah keduanya. Yah, bisa dibilang mereka cocok, bukan? Sama-sama cerewet dan barbar. Uh ... Pasti mereka akan menjadi pasangan yang sangat serasi.

"Kok Neng geulis galak gitu, sih? Lagi datang bulan, ya?" Jessi mendesis dan menghadap ke arah Ori. Menatap garang paras tampan itu.

"Eh, lo mau berantem sama, gue? Iya? Yuk buruan ke lapangan. Kita adu gulat."

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang