41

16 1 0
                                    

~TAYLOR SWIFT - LOVE STORY~

Hei, kita tidak akan berpisah. Karena perpisahan hanya ada untuk mereka yang tak mempercayai akan namanya suatu hubungan. Dan aku yakin, kamu percaya padaku. Sepercaya diriku yang mempercayaimu. Janganlah bersedih akan perpisahan kita, karena kesedihan hanya ada untuk orang-orang yang tak percaya akan ketetapan-Nya

•••

Hari demi hari silih berganti. Tibalah saatnya perpisahan. Perpisahan untuk beberapa tahun ke depan. Sebelum akhirnya bersama 'tuk selamanya. Memang sulit, tapi Oqi selalu menyemangatiku dan mengatakan jika ia akan sering mengabariku. Tapi, namanya perpisahan, siapa pun tidak ada yang mau bukan? Termasuk aku. Aku masih belum rela untuk berpisah dengannya. Sehari saja sudah rindu. Apalagi beberapa tahun. Sangat sulit!

"Fey, mau sampai kapan lagi kita pelukan? Kita belum siap-siap berangkat ke bandara loh," ucap Oqi lembut sembari mengusap-ngusap surai pirangku. Semalam, Oqi menginap di rumahku. Setelah bujukanku kepadanya, akhirnya Oqi mau dan ia pun membawa semua koper bawaannya. Rencanya, kami akan ke bandara bersama dari rumahku. Jadi, sekalian saja Oqi membawa barang-barang bawaan miliknya. Walau hasilnya membuat kamarku penuh akan koper yang akan ia bawa selama di Belanda nanti.

Tentu, Bang Tyo mengizinkan. Dan memperbolehkan Oqi untuk tidur di kamarku. Sebelum akhirnya kami akan berpisah dalam jangka waktu panjang. Kata Oqi, 5 tahun itu singkat. Tapi, bagiku, 5 tahu sama saja dengan 5 abad. Benar-benar lama!

"Kenapa sih kamu di sana gak seminggu aja. Kan itu lebih baik," cetusku sembari terus bergelayut manja di perut Oqi. Oqi mengerutkan kening dan menggeleng.

"Fey, udah, tenang saja. 5 tahun itu gak lama kok."

"Ish, itu lama tahu! 1825 hari!"

"Udah, lakuin aja. Nanti lama-lama gak kerasa kok kalo udah 5 tahun."

"Tapi, Oqi ...."

"Sstt ... Diam! Kamu fokus pelukan saja. Aku mau tidur bentar. Masih ngantuk nih," tenang Oqi. Sesekali, ia mencium keningku lama dan mengelus-elus rambutku.

"Ikut," pintaku sembari mengeluarkan nada memohon."

"Ya udah, ayuk." Oqi menarik selimut di bawah kami. Membentangkannya dan menyelimuti kedua tubuh kami dengan posisi sama. Ya, berpelukan. Memberikan kenangan manis. Sebelum 3 jam lagi kita sama-sama mengucapkan salam perpisahan. Saat, tersulit di dalam hidupku. Ketika sosok yang aku sayangi harus pergi merantau ke negara orang. Anggap saja aku budak cinta. Semenjak jalinan kasih kami beberapa bulan lalu hingga akhirnya bertunangan. Entah kapan aku berubah jadi bucin, yang aku tahu, aku menyayangi Oqi. Sangat!

•••

Aku menatap sedih genggaman tangan di sebelahku. Mengeratkannya, tak ingin memisahkan diri darinya. Barang sedetik pun. Berharap Oqi tidak pergi ke Belanda dan meninggalkanku. Aku tak ingin, jika harus berpisah dengan Oqi. Tapi, mau bagaimana lagi. Ini semua sudah diputuskan oleh Om Reno. Dan aku tidak berhak untuk membantahnya.

Aku semakin mendekatkan tubuhku ke Oqi. Memeluk erat lengan Oqi dan meletakkan kepalaku di bahunya. Kontan, Oqi menoleh ke arahku. Menatapku lewat ekor mata.

"Kenapa? Tumben kok manja," ucap Oqi sembari terus menyetir. Aku menggelengkan kepalaku. Petanda baik-baik saja. Walau, kenyataannya, di dalam lubuk hatiku, aku menolak untuk baik.

Cit

"Oqi."

"Sstt ... Kenapa, hm?" tanya Oqi lembut. Menatapku dengan tatapan khawatir. Aku menolehkan kepalaku ke samping dan menggeleng. Oqi menghela napas dan meraih tanganku. Menggemnya dengan sangat erat.

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang