52

12 1 0
                                    

~ MAUDY AYUNDA - KAMU & KENANGAN ~

Sekuat apapun diriku, aku tetaplah orang yang rapuh. Tidak bisa menahan sakit dan terus menangis di kala duka menghampiri. Memohon kepada Rabb, agar orang-orang yang kusayangi selalu hidup di dalam kebahagiaan

•••

Empat tahun kemudian ....

Tibalah saatnya aku menepati janjiku. Menunggu pesawat yang berasal dari Negara Kincir Angin. Menunggu kedatangan sosok yang spesial. Sosok yang selama ini telah aku nanti bertahun-tahun lamanya.

Di sisiku, sudah hadir Jessi yang sedari tadi tampak asyik memainkan ponselnya. Yah, setelah empat tahun lamanya kami mondok, Jessi tetaplah Jessi. Tidak pernah berubah sampai kapan pun. Hanya saja, kali ini dia tidak lagi melajang. Melainkan istri sah dari seorang dokter spesialis jantung ternama. Tepat di kelulusan kami, Nendra datang ke universitas kami dan melamar Jessi di sana. Membuat kaum jomlo yang kebetulan ngebet Nendra seketika menelan ludah susah payah. Menerima kenyataan pahit, jika sosok idamannya sudah memiliki seorang calon istri. Sungguh, nahasnya mereka.

Aku yang saat itu melihat adegan patah hati dunia, hanya bisa menahan tawa di dalam hati. Mengamati seluruh mahasiswi yang merutuk dan menyumpah serapahi Jessi. Benar-benar, kejadian yang tak terlupakan deh. Apalagi, setelah Jessi mengatakan 'iya', dia segera dibawa oleh Nendra dan juga aku menuju Kantor Urusan Agama! Bayangkan, guys! Kantor Urusan Agama! Tanpa pikir panjang atau pemberitahuan terlebih dahulu. Jadi, mereka langsung menikah di sana! Luar biasa! Memang ya, pemikiran orang cerdas dan orang awam beda. Bikin surprise saja bisa buat jantungan begini. Beda banget deh sama orang biasa. Spektakuler!

Aku terus menunggu kedatangan pesawat Oqi. Melihat jam tanganku yang kini menunjukkan pukul 18.00. Sudah berjam-jam lamanya aku di sini. Lalu, kenapa pesawat Oqi tidak kunjung datang? Aneh, kenapa jantungku terus berdegup. Hatiku gelisah. Dan keringat dingin mengucur di sekujur tububku. Apakah ada sesuatu yang buruk menimpa Oqi? Aku menyentuh dadaku. Merasakn degup jantung yang kian bertalu cepat. Merasakan hawa di sekitar yang tiba-tiba dingin. Hingga ....

"Diumumkan untuk pesawat Gold penerbangan Amsterdam-Surabaya. Dimohon untuk bela sungkawanya, atas jatuhnya pesawat tersebut dikarenakan cuaca ekstrem. Pada pukul 17.45 WIB. Kita doakan semoga almarhum dan almarhumah diterima di sisi Tuhannya. Dan bagi keluarga yang ditinggalkan, semoga diberikan keihklasan dan keteguhan hati. Terima kasih."

Deg

Brak

"Fey!" Aku merasakan telingaku berdengung kencang. Mendengar pengumuman yang menyesakkan itu. Seakan-akan, aku meminum pil pahit yang ternyata adalah sebuah racun. Begitu menyakitkan!

Aku menggelengkan kepalaku menolak. Tidak! Pasti, pramugari itu berbohong! Tidak mungkin kan, Oqi ... Aku memekik. Menangis tersedu-sedu diiringi isakan. Jatuh terduduk dengan keadaan mengenaskan. Bisa kudengar orang-orang di sekitarku tampak tengah berusaha menenangkanku. Memberiku kekuatan untuk menerima semuanya. Akan tetapi, hatiku terasa berat. Buta. Tidak bisa menerima apapun. Terkunci rapat!

Aku pun memutuskan untuk bangkit berdiri. Berjalan tak tentu arah dengan Jessi yang memekik sembari memanggil namaku. Entah kemana kakiku berjalan nanti, aku tidak peduli! Asalkan itu bisa membuat hatiku bahagia, maka aku akan melakukannya dengan senang hati. Berjalan keluar dari bandara dan hampir tertabrak sebuah mobil. Jika saja Jessi tidak cekatan menarikku mendekat. Berusaha menarikku dari kekosongan pikiran. Jessi menangis. Memelukku sangat erat. Dan menumpahkan tangis di jaketku. Sebagaimana yang akan aku lakukan sekarang.

Sedikit demi sedikit, air mataku kian meluruh. Bersamaan dengan suara isakan tersendat-sendat yang mulus keluar dari bibir manisku. Membalas pelukan Jessi tak kalah eratnya.

"Sstt ... Tenang ya, Fey. Kuatkan dirimu. Kita doakan saja, semoga Oqi tenang di sana. Oke?" Aku menggelengkan kepalaku cepat. Tidak terima atas pernyataan Jessi.

"Nggak, Jes! Dia masih hidup! Dia udah janji sama gue kembali bersamaku setelah 5 tahun lamanya, Jessi! 5 tahun! Tidak cukupkan 5 tahun kujadikan sebuah penantian? Hingga mendapatkan kabar sedemikan menyedihkan seperti ini? Aku hancur, Jessi! Hancur!" Aku menangis kian keras. Tak peduli seberapa banyak pasang mata melihat ke arah kami.

"Cukup, Fey! Cukup! Lo harus menerima semua kenyataan ini. Mau sampai kapan ketidakihklasan ini? Sampai kamu juga ikut meninggal seperti Oqi? Ingat, Fey! Lo masih ada Allah. Zat yang akan membantumu dan mencarikanmu jodoh yang jauh lebih baik dari Oqi." Aku menangis meraung-raung. Sulit menerima kenyataan.

"Ayo, pulang." Jessi meraih tanganku. Menuntunku masuk ke dalam taksi. Taksi segera melaju meninggalkan bandara menuju rumah.

•••

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah. Pandanganku dan pikiranku kosong. Tidak tahu harus melakukan apa. Sementara hatiku terasa diremas-remas. Sesak, sakit. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Mengunci pintu kamar dan jatuh terperosok. Duduk bersandar di pintu.

Tok tok tok

"Fey, kamu baik-baik saja?" tanya Bang Tyo khawatir. Aku terdiam. Tak menjawab.

Seketika, kenangan kami berkelebat masuk ke dalam pikiranku. Kenangan berharga dan membahagiakan. Bahkan, kali ini, kenangan itu hanyalah kenangan. Hanya aku seorang yang mengingat dan menyimpan kenangan itu. Tak ada lagi kata kenangan berdua. Hanya ada kenanganku. Ya, kenanganku saja! Ingin rasanya aku menitikkan air mata. Tapi, percuma saja. Air mataku sudah terkuras habis bersamaan dengan detik-detik perginya Oqi.

"Fey, Abang berangkat dulu, ya. Kamu yakin gak mau ikut?" Aku menenggelemakan wajahku di lipatan kakiku. Menggelengkan kepalaku walau Bang Tyo tidak bisa melihatku.

"Ya udah, jaga diri baik-baik. Asalamualaikum."

"Waalaikumsalam," lirihku. Sebelum akhirnya aku memutuskan untuk bangkit berdiri. Menghampiri laci mejaku dan mengeluarkan beberapa foto kebersamaanku bersama Oqi. Memandanginya terus menerus hingga tanpa sadar hari demi hari silih berganti. Dan aku tetap berada di posisiku. Tidak kupedulikan lagi teriakan dari luar. Hingga tak terasa, mataku kian terpejam dan semuanya gelap.

•••

Tok tok tok

Aku melenguh. Ketika pintuku kembali terketuk. Melihat ke arah jam dinding dan mengetahui jika hari sudahlah dini hari. Yang berarti, sudah waktunya aku untuk melakukan salat subuh. Aku beranjak turun dari kasur. Membuka pintu kamar dan bergegas menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu dan kembali masuk ke dalam kamar. Memakai mukenaku dan mulai menjalankan salat subuh.

Entah karena apa, tiba-tiba saja mataku berkunang-kunang. Kepalaku berdenyut nyeri. Tubuhku terasa lemas tak bertenaga. Hingga ingatan terakhirku jatuh ketika aku yang hendak sujud tiba-tiba saja terhuyung dan jatuh tergeletak di lantai. Dengan mata yang kian terpejam. Menutup rapat kedua retina mata indahku. Jika memang ini adalah akhir hidupku, aku harap Bang Tyo selalu bahagia. Maafkan aku yang serba kekuarangan ini Ya Allah, karena aku tidak sanggup 'tuk bertahan lagi.

Dengan kesadaran yang masih ada, aku berusaha mengucapkan kedua kalimat syahadat. Berjaga-jaga, jika nanti aku tidak akan kembali ke dunia yang sama lagi dengan Bang Tyo. Berharap, Bang Tyo akan tegar dan bahagia di kemudian hari. Bisa kulihat, handle pintuku tertarik. Dan saat itu juga, aku melihat Bang Tyo dengan raut wajah panik menghampiriku. Aku hanya bisa menyunggingkan senyum sebelum akhirnya mataku kembali terpejam dan tak ingin terbuka lagi.

"Asyhadu an La Ilaha Illa Allah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Selamat tinggal, dunia. Aku menyanyangi kalian. Terutama Abangku, Bang Tyo."

•••

JANGAN LUPA FOLLOW IGKU @untaianaksaraa dan @aksarala_ buat kabar updateku selanjutnya. And ... Subscribe YouTubeku La Ifas. See you again💕

29 October 2020

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang