49

12 1 0
                                    

~ CJR - LEBIH BAIK ~

Sekali pun nanti aku akan kehilangan ingatan. Tapi, aku akan berdoa kepada Allah agar tidak mengambil ingatan tentang kalian. Tidak ada satu pun yang boleh mengambil ingatan tentang kalian, sekali pun itu adalah penciptaku sendiri

•••

"Gue mau masuk jurusan akuntansi di Universitas Negeri Surabaya," jawabku mantap. Menatap ketiganya dengan tatapan yakin. Hening. Tidak ada yang berbicara.

"Nah, gue ikut! Gue juga mau masuk universitas sana!" serbu Jessi lantang. Layaknya komandan perang. Beruntung, limosin yang kami naiki kedap suara. Kalau tidak, kami pasti sudah dipukuli habis-habisan oleh warga sekitar.

"Ya, gak segampang itu, Mamang! Kau kira masuk universitas dianggap main-main apa? Emang, keahlian lo sendiri udah tahu?" sewot Ori sembari mengunyah keripik kentang bawaannya.

"Udah dong," jawab Jessi bangga. Menaik-turunkan kedua alisnya. Bergaya. "Gue mau masuk manajemen bisnis. Supaya gue bisa jualan sepatu nantinya."

"Dih, apa-apaan. Paling-paling, juga sepatu bekas."

"Wle ... Biarin! Eh-eh, trus, lo mau ngkos di mana? Bareng yuk," ajak Jessi bersemangat. Aku tersenyum. Sebelum akhirnya menggelengkan kepalaku.

"Gue gak ngkos, gue mau mondok."

"Hah?" ucap mereka spontan bersamaan.

"Seriusan?" Aku tersenyum dan mengangguk yakin.

"Trus, kenapa tiba-tiba lo begini? Lo sehat kan?" tanya Jessi beruntun. Terlihat raut tidak yakin di kedua matanya. Aku menghela napas. Menarik napas dalam-dalam.

Pletak

"Sahabat mau mondok itu didoain. Bukannya dikasih pertanyaan seperti itu. Sebenernya, lo sahabatnya atau bukan sih?" hardik Ori tajam.

"Ya maksud gue kan, selama ini dia gak pernah cerita kalo mau mondok. Kesannya kayak mendadak gitu loh," jelas Jesi.

"Memang sih, gue baru mutusin akhir-akhir ini."

"Nah."

"Tapi, gue udah mikirin mateng-mateng kok. Karena gue sadar, kalo selama ini gue udah terlalu banyak buat dosa. Toh, kita kan juga gak ada yang tahu ke depannya nanti kita gimana? Bisa jadi, besok kita udah meninggal atau pulang dari sini, kita tidak bisa bertemu orang-orang tersayang kita lagi di saat kita sendiri masih belum merubah diri kita menjadi sosok yang diinginkan oleh Allah. Jadi, ya ... Cara memperbaikinya ya cuman dengan gue mondok. Dengan gue mondok, gue bakalan lebih tahu lagi tentang Islam. Dan lebih di dekatkan lagi kepada Allah seperti keinginan ibu gue."

"Huwe ... Lo Fey bukan sih? Kok tiba-tiba gue terharu gini. Kayak, lo itu jelmaan malaikat. Bukan Fey yang biasa gue kenal."

"Nggak, ini tetep gue, Fey sahabat lo."

"Hiks hiks hiks .... Kalo gitu, gue ikut lo mondok, ya. Biar sama-sama, kita bisa masuk ke surga Allah."

"Oke."

"Huwe ... Gue juga ikutan dong," ucap Ori melankolis. Mengulurkan kedua tangan meminta pelukan. Cih, kumat kan dia? Minta dibogem aja nih si Ori.

Brak

Syukurlah, terima kasih Joy. Aku menyunggingkan senyum tatkala apa yang aku pikirkan sudah diwakilkan oleh Joy yang dengan senang hati melemparkan bantal mengenai wajah mulus Ori. Untung, wajah Ori tidak bisa tepos. Kalau sampai tepos kan, bisa bahaya!

"Lo mau ngapain ke sana? Mau jelalatan hah?" ucap Joy sengit. Menatap Ori tajam. Setajam belati.

"Ya gue mau belajarlah dodol!" ucap Ori tidak terima. Mengelus-elus wajah mulusnya.

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang