11

25 5 2
                                    

~ADRIAN KHALIF - ALIBI~

Surya kian tenggelam di ufuk barat menyisakan kesendirian yang kian terasa. Menikmati keindahan chandra beserta anuradha hanya bersamamu. Berdua

•••

"Apa yang kamu bilang?" Aku terkesiap dan mendongak. Menatap wajah Bang Tyo yang mampu membuat siapa saja akan ketakutan dan buang air kecil di celana.

"Eh, nggak kok. Ya udah, aku mandi dulu ya, Bang." Aku segera masuk kamar mandi dan menutupnya kencang.

Astaga! Aku kan belum ambil pakaian. Aduh, gimana dong? Kira-kira, Bang Tyo masih di Ruang Tamu tidak, ya? Aku pun menyembulkan wajahku dan terkesiap ketika Bang Tyo sudah berdiri tepat di depan kamar mandi.

"Um ... Ada apa, Bang?" Bang Tyo mengarahkan pandangannya ke arah tangannya. Aku mengikuti pandangan Bang Tyo dan menemukan lipatan baju beserta handuk kering milikku. Aku memekik senang dan segera merampasnya.

"Makasih, Bang. Aku sayang Abang." Aku menutup pintu kamar mandi. Namun, belum sempat tertutup, Bang Tyo telah lebih dulu menahannya.

"Ih, apaan sih, Bang? Aku kan mau mandi kenapa digangguin terus, sih?" decakku sembari mengamati jam dinding.

"Tuh kan, mau magrib. Kalo aku kedinginan gimana?" decakku sembari menatap Bang Tyo.

"Ya udah, selamat mandi, Manis. Jangan lama-lama," ucap Bang Tyo sembari berlalu menuju ruang makan. Aku menggelengkan kepala bingung memandang punggung Bang Tyo. Aduh, kenapa sih aku harus selalu berhadapan sama cowok aneh? Bikin kepala pusing saja! Aku pun menutup pintu kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

•••

Malamnya, aku yang sedang mengerjakkan tugas rumah dikagetkan dengan suara dering ponsel dari nomor tak dikenal. Dengan malas, aku mengambilnya dan menjawab panggilan.

"Halo, lo siapa sih? Ganggu aja."

"Selain sinting, ternyata lo pikun juga, ya," sewot seseorang di seberang sana. Aku menjauhkan ponselku dari telinga dan kembali memandangi layar. Siapa sih dia? Sok kenal banget.

"Eh, dengerin, ya! Gue itu gak kenal sama lo. Lo itu siapa sih? main telpon-telpon aja. Gak ada sopan santunnya sama sekali."

"Oh, jadi lo enggak kenal sama gue? Yakin?" Aku menghela napas dan kembali berkata pedas.

"Udah deh, lo bisa to the point gak, sih? Udah jelas-jelas gue gak kenal sama lo! Masih aja sok kenal."

"Oke! Kalo gitu, jangan salahin gue kalo gue bakalan masuk dan ngobrak-ngabrik kamar lo. Biar kayak kapal pecah sekalian!" ucapnya sarat akan ancaman. Aku mengerutkan kening bingung. Hah? Maksudnya apa sih? Sebentar-sebentar, apakah dia cowok?

"Lo, cowok?" tanyaku dengan tampang bodoh.

"Gak! Gue cewok. Intinya, gue gak mau tahu! Dalam hitungan ketiga, gue bakalan masuk ke kamar lo." Aku membelalakkan mata? Dia bilang apa, sih? Masa iya dia mau masuk ke kamarku. Atau jangan-jangan dia ... Maling!

"Eh, maling! Ngapain ke kamar gue. Gue gak punya benda berharga kok."

"Setiap perawan pasti punya benda berharga. Masa iya lo udah gak perawan?" Aku menganga. What? Apa? Kenapa dia membahas tentang itu? Kurang ajar!

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang