~ED SHEERAN - PHOTOGRAPH~
Ingin sekali kumengabadikan setiap momen indah ini di dalam hidupku. Baik di pikiranku maupun di lubuk hatiku. Agar aku bisa menceritakan momen romantis kita kepada anak-cucu kita nanti. Bahkan sampai cicit kita. Aamiin ....
•••
Namun, Allah seakan tak menyetujui itu. Aku justru terisak dengan air mata yang kian deras. Merangkak turun hingga mengenai paha mulusku. Dengan cepat, aku menunduk dan menenggelamkan wajahku di lipatan tangan. Berusaha untuk menenangkan diri. Hingga, aku merasakan sebuah rengkuhan hangat mendekap tubuh mungilku. Aku mendongak dan menoleh. Menemukan sosok yang selalu merusuhiku tengah menatapku teduh. Aku menghapus jejak air mataku dan melepas tangannya. Bergeser ke bangku kosong sebelahku dan kebingungan ketika tak menemukan kotak tisu.
"Ini."
Aku menoleh dan menemukan sebuah tangan yang terulur memberikanku tisu. Dengan cepat, aku mengambilnya dan membersihkan jejak-jejak air mata yang ada di wajahku.
"Terima kasih," ucapku dengan suara serak. Sisa isakanku tadi.
"Momo ...," jerit seorang batita yang tak jauh dariku. Aku menunduk dan menemukan mobil-mobilan bewarna biru berada tepat di bawah kursiku. Dengan hati tenang, aku pun memungutnya dan memberikannya kepada batita manis tersebut.
"Alo ... Kamu siapa? Oh iya, nih momo kamu. Dijaga hati-hati, ya," petuahku sembari mengelus-elus surai halusnya.
Tapi, apa yang aku dapatkan? Ia justru terdiam dengan mata yang tak luput memandangi wajahku. Aku mengernyitkan dahi bingung. Apakah wajahku sejelek itu? Sampai batita saja takut denganku. Aku menghela napas dan menunduk. Merasa malu dengan diriku sendiri. Merutuki diri sendiri yang tak bisa menjaga emosi.
Namun, tiba-tiba saja kakiku terasa terbelit dengan sangat erat. Sontak, aku membelalakkan mata tak percaya dan mendongak. Menatap batita itu dengan mata yang berbinar. Aku tersenyum dan meraih tubuh mungilnya. Memeluknya dan mencium setiap inci wajahnya.
"I ... Geyi Tante," teriak batita itu diiringi dengan suara tawanya. Aku menjauhkan wajahku dan mencubit pipinya gemas. Ih, jadi pingin dibawa pulang. Hitung-hitung, buat teman di rumah selama Bang Tyo pergi.
Huh, sabar Fey. Dia udah ada orang tua dan keluarga. Jadi, lo gak bisa nyulik itu bocil, batinku sembari terus memandangi wajah mungil yang berada di pangkuanku. Aku yang hendak mencium bibir mungilnya pun tiba-tiba saja terhenti ketika sebuah siara mengunterupsi pergerakanku.
"Halo Alven, apa kabar?" tanya Oqi sembari menarik gemas pipi Alven, batita yang duduk di pangkuanku. Aku mendelik kesal dan menatap tajam Oqi. Dasar perusak suasana! Nyebelin banget sih. Padahal kan sebentar lagi udah kena.
"Om Ky Om Ky," sorak Alven gembira sembari mengulurkan tangan. Ingin berpindah pangkuan dariku.
Ori pun menerimamya dan memeluknya erat. Memberikan rasa sayang kepada Alven. Sungguh indah sekali pemandangan ini. Uh, so sweetnya ... Udah pas deh. Ayah Oqi, Baby Alven, dan Bunda Fey. Eh, apa yang aku pikirkan? Ini tidak boleh terjadi. Tidak boleh!
"Ekhem, kenapa lo mukul-mukul kening lo ke meja? Apakah sinting lo kumat?"
Deg
KAMU SEDANG MEMBACA
HINDER (END)
Teen FictionR 15+ 《PART LENGKAP》 ~ Genre Spritual ~ Jarak membentang di antara kita. Memutus diri ini untuk berjumpa denganmu. Entah kapan kita bisa bertemu. Kuyakin, kita pasti akan bertemu. ~ Feyliska Rinkana Angel Dernando ~ "Aku yakin, kita pasti akan berte...