26

16 2 0
                                    

~THE CHAINSMOKERS & COLDPLAY - SOMETHING JUST LIKE THIS~

Kamu itu pusat duniaku. Dan aku adalah pusat duniamu. Kita hidup di dunia tersembunyi. Yang hanya dimiliki oleh kita berdua. Tak terjangkau, oleh tangan milik siapapun. Karena dunia indah itu hanya tercipta untuk kita

•••

Hari demi hari silih berganti. Tiba saatnya aku sampai di penghujung hari ujian. Sebelum pekan depan nanti aku mendapatkan hasil rapotku dan melangkah maju ke semester selanjutnya. Ya, semester 2. Semester terakhir di jenjang SMA sebelum akhirnya melanjutkan ke perkuliahan. Walau, aku sendiri tak yakin untuk melanjutkannya. Karena aku tak ingin membebani Bang Tyo dalam masalah biaya kuliah. Namun, Oqi memberiku semangat dan berjanji jika ialah yang akan membayar biaya kuliahku secara keseluruhan hingga aku lulus nanti. Tentu, aku menolaknya mentah-mentah. Tapi, bukan Oqi namanya jika permintaannya tidak dipenuhi.

Mau menolak lebih jauh lagi pun tidak bisa. Toh, ujung-ujungnya ia tak berhenti untuk memaksa. Bukan karena aku tak mampu maupun materialistis. Memang sih, aku dan Bang Tyo tak memiliki uang cukup untuk itu. Tapi, ia berkata jika ia tulus memberikan semuanya untukku. Bahkan, ia membelikanku sebuah laptop dan ipad keluaran terbaru serta paling canggih di dunia. Eits, bukan cuman itu. Ia tak tanggung-tanggung memberikannya dengan gelar limited edition. Hanya untukku seorang.

Sesuai perkiraan kalian, tentu saja aku sangat terkejut dan tak pantas untuk menerimanya. Aku merasa jika aku adalah perempuan paling materialistis di dunia. Tapi, bagi Oqi itu adalah hal biasa. Ia merasa jika hal itu tak perlu dipermasalahkan. Menganggapnya sebagai bentuk kasih sayangnya padaku. Agar aku lebih mudah belajar dan lebih luas video call tatkala kami melakukannya bersama.

"Oqi, ini ...," cicitku dengan tangan membawa totebag. Bisa kupastikan jika isinya sangatlah mahal dan berharga. Saking beratnya, aku sampai berpikir jika barang yang ada di dalam totebag adalah barbel 10 kg. Huh, berat sekali! Mana dia tidak peka lagi! Bantuin atau gimana gitu. Daripada berjalan meninggalkanku di belakang. Dasar pacar tidak tahu diri!

"Udah terima aja," kata Oqi setelah mendaratkan bokongnya di sofa.

Aku mengintip pemberian Oqi yang membuat penglihatanku semakin memperjelas. Kini, mataku mulai meredup setelah mengetahui isi dari totebag. Sebuah tas branded dan jam tangan putih gading tampak mengisi penuh ruangan di sana. Lidahku kelu, sulit berkata-kata. Merasa jika semua ini tidak sebanding dengan level keluargaku. Aku meletakkan totebag ke meja dan mendorongnya ke arah Oqi.

"Tapi ... Aku ... Gak berhak untuk menerimanya. Ini terlalu—" Aku menundukkan kepala sembari memainkan jariku. Menghindari kontak mata dengan lelaki tampan yang ada di hadapanku.

"Kamu berhak untuk mendapatkannya. Jadi, jangan sungkan-sungkan." Oqi kembali memaksakan kehendaknya. Aku menghela napas gusar. Tidak tahu harus menolaknya dengan cara apa lagi. Dan ya, itulah jati diri seorang Oqi.

"Kalo gitu, aku pulang dulu. Jangan lupa besok nemenin aku ke sekolah." Oqi bangkit berdiri dari sofa dan berjalan tepat di hadapanku.

"Hah? Ngapain?" tanyaku keheranan. Ada masalah apa Oqi dengan sekolah? Bukannya besok pengambilan rapot oleh orang tua. Lalu, kenapa dia mengajakku pergi ke sana? Atau jangan-jangan ... Dia-

"Ya ... Intinya besok ikut aku ke sekolahan aja. Nanti kamu bakalan tahu kok."

"Bang Tyo—"

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang