~ ONCE - SYMPHONY YANG INDAH ~
Tak bisa kubayangkan lagi, betapa menderitanya dirimu. Hidup tanpaku bahkan tanpa siapa pun. Mengandalkan diri sendiri untuk bertahan hidup. Tanpa peduli dirinya sendiri. Oh, betapa menyedihkannya dirimu. Semoga, segala kepedihanmu, tergantikan oleh pahala dari Allah swt. Aamiin
•••
Hari ini, adalah jadwal kepulanganku ke tanah air. Ya, aku memang hanya menginap semalam saja di Belanda. Mengingat, pondok yang hanya memberikanku izin selama tiga hari. Berat memang, tapi mau bagaimana lagi? Sudah aturan dari pondok.
Jadi, selama aku masih di Belanda, aku berusaha untuk memanfaatkan waktuku sebaik mungkin. Sebelum sore nantinya, aku kembali terbang ke tanah air menggunakan taksi. Karena bunda dan Om Reno masih harus mengurus beberapa hal di Belanda sekaligus menemani Oqi selama beberapa hari.
Sebelum akhirnya terbang kembali ke Indonesia bersama nenek Oqi. Ya, rencananya, nenek Oqi akan dibawa ke Indonesia. Karena tak ada seorang pun kerabat atau saudara mereka yang tinggal di Belanda. Semuanya berada di Indonesia. Sehingga, tak ada yang bisa merawatnya.
Oqi sendiri juga sering sibuk. Hingga tak jarang, ia lebih sering tinggal di apartemen sewaannya bersama Rivo ketimbang pulang ke rumah kakeknya yang kebetulan lumayan jauh dari Universitas Amsterdam atau UvA. Ya, Oqi berkuliash di UvA mengambil jurusan bisnis. Agar kelak, ia bisa menggantikan sang ayah dan menjadi penerus perusahaan Theodore. Perusahaan terbaik se-Asia di urutan kedua.
Tapi, sebelum aku pulang, bunda menyuruh Oqi untuk ikut serta mengantarku ke bandara. Tentu saja aku menolaknya, mengingat kami yang tidak muhrim. Tapi, bukan bunda namanya kalau bukan memohon kepadaku. Dengan pasrah, aku pun menyetujuinya dan membiarkan Oqi naik bersamaku. Menaiki taksi yang sama dan bersama-sama menuju bandara.
Oqi juga tampak berbincang sebentar dengan sopir taksi. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang pasti, Oqi tampak menyebutkan sebuah nama dan berhentilah taksi di tempat yang Oqi minta. Oqi keluar dari taksi. Membukakan pintu untukku yang kusambut dengan kerutan dahi bingung.
"Udah, ikut aja. Sebentar doang kok."
"Tapi, mau ke mana?" tanyaku terheran-heran. Oqi menggerakkan alisnya menunjuk sebuah jembatan. Menyuruhku untuk segera turun dan menuju ke sana. Aku pun mengikutinya. Meletakkan tasku di dalam taksi dam bergegas menyusul Ori. Berjalan menuju jembatan.
Sesampainya di jembatan, tak ada satu kata pun terucap di bibir kami masing-masing. Hanya ada suara gemericik air sungai yang mengalir di bawah jembatan. Mengalun bak simfoni lagu.
"Kalo gak ada yang diomongin, aku pergi dulu. Terima kasih buat semua perhatianmu selama ini. Oh ya, maaf kalo aku gak ngasih pesan ke kamu. Karena emang, aku gak mau menambah dosaku. Dengan berdiri berduaan di sini aja, aku sudah merasa dosa. Jadi, maaf, aku pergi dulu," ucapku sembari menitikkan air mata. Menatap langit sore Amsterdam. Berusaha menahan isak tangis. Membalikkan badan dan beranjak turun dari jembatan.
"Fey," panggil Oqi lesu. Aku menghentikan langkahku. Mengepalkan kedua tangan. Sebelum akhirnya memberanikan diri berbalik. Menghindari tatapan langsung Oqi. Menundukkan kepala terus menerus.
"Aku punya permintaan kecil untukmu. Bisakah kamu mengabulkannya untukku?" pinta Oqi berat.
Aku termenung. Tak mengubris ucapan Oqi. Menunggu Oqi melanjutkan perkataannya.
"Aku ...."
Brak
Aku memekik terkejut. Karena tanpa aba-aba, Oqi berlutut di hadapanku. Membuat siapa saja akan terkejut bahkan terkena serangan jantung. Jika saja aku tidak memiliki mental yang kuat akan memghadapi keterjutan yang tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
HINDER (END)
Teen FictionR 15+ 《PART LENGKAP》 ~ Genre Spritual ~ Jarak membentang di antara kita. Memutus diri ini untuk berjumpa denganmu. Entah kapan kita bisa bertemu. Kuyakin, kita pasti akan bertemu. ~ Feyliska Rinkana Angel Dernando ~ "Aku yakin, kita pasti akan berte...