20

24 2 0
                                    

~JAZ - KATAKAN~

Kamu milikku. Tak ada yang bisa memilikimu selain aku. Bahkan, seluruh pria yang ada di semesta ini tak akan ada yang bisa menggantikanku. Karena kamu memang sudah tercipta khusus untukku, Sayang

•••

"Tapi, kenapa?" tanyaku sengaja memancingnya untuk jujur akan perasaannya.

"Karena, gue ... Su—Eh, kita udah sampai taman. Yuk." Oqi meraih tanganku dan menarikku memasuki area taman. Ih, tuh kan mulai! Bikin orang penasaran saja.

"Lepas!" ucapku sembari melepas cekalan tangannya.

Berjalan terlebih dulu dan duduk di sebuah bangku. Memandangi keindahan taman di bawah sinar temaram bulan. Menikmati sapuan angin malan yang menerpa paras cantikku. Huh, menenangkan. Aku memejamkan mataku hingga tanpa sadar, bahuku yang sedari tadi terpampang kini sudah terselimuti rapi oleh jaket denim bewarna hitam. Aku menoleh dan menemukan wajah Oqi dengan ekspresi datarnya.

"Ini jaket, pake," ucapnya sembari menyerahkan secup kopi ke arahku.

Aku pun menerimanya dan menyesapnya perlahan-lahan. Sedangkan ia duduk di sebelahku. Meminum kopi miliknya sembari memainkan ponsel. Ia fokus dengan ponselnya sementara aku terabaikan. Yah, pacaran status ya seperti ini. Tidak seperti orang pacaran pada umumnya. Aku menundukkan kepalaku dan menghela napas. Sebegitu beratnya kah dia untuk mengakui perasaannya? Berat seperti rindu Dilan untuk Milea.

Aku kembali meminum kopiku dan beralih menatap langit. Bintang tampak bersinar sangat terang malam ini. Bersinar tanpa henti untuk menyinari buana, agar penghuninya selalu tersenyum senang tatkala melihatnya. Sungguh, pemandangan yang indah. Sangat cocok untuk sepasang kekasih yang sedang berkencan. Tapi tidak untukku! Bagiku, ini justru membosankan. Hal yang seharusnya menyenangkan menjadi terasa hambar. Ah, ingin rasanya aku terbang ke Amerika dan mencari sesosok pria idaman untuk kupacari. Agar aku tak mati kebosanan di sini. Tanpa berlama-lama lagi, Aku pun berdiri dari kursi dan menoleh ke arah Oqi. Ia tampak tak peduli kepadaku. Aku melangkah menuju ayunan yang ada di taman. Terduduk sembari menikmati alam di sekelilingku.

"Huh, rasanya dingin," gumamku sembari menggosok-gosokkan kedua bahuku. Setelah meletakkan kopi milikku di ayunan sebelah.

Kabar baiknya, aku sudah terselimuti jaket Oqi. Jadi, udara dingin yang menerpa kulitku sedikit berkurang. Tapi, bagaimana dengan Oqi? Apakah ia tak kedinginan dengan tubuh terbungkus kaos tipis? Tidak! Aku harus mengembalikannya.

Aku pun melepaskannya dan melipatnya. Meletakkan di atas pahaku. Bersiap untuk mengembalikan jaket keren ini kepada sang pemilik. Belum sempat aku bangkit berdiri, secara tiba-tiba ayunanku bergerak. Aku gemetar dengan bulu kuduk merinding. Menoleh dan menatap tali ayunanku, menemukan dua buah tangan sedang menggenggam erat di setiap sisi ayunan.

Aku mengikuti setiap inci tangan itu dan menemukan Oqi tengah menatap langit sembari mendorong ayunanku. Huh! Kukira siapa? Ternyata Oqi. Kalau begitu, alhamdulillah deh. Aku menyunggingkan senyuman tipis dan kembali menatap ke arah depan. Bergumam ria sembari memejamkan mata. Hingga tanpa sadar, aku telah menggumamkan sebuah lagu yang berjudul bukan sekedar kata karya The Overtunes.

"Kenapa dilepas, hm?" tanyanya.

"Eh?" Aku mendongakkan kepalaku, terdiam lama sebelum akhirnya menggeleng.

"Gak, gue gak apa-apa. Gue gak perlu make aja," dustaku ssmbari mengelus dan menepuk-nepuk lipatam jaket yang ada di atas pangkuanku. Ini kan jaket miliknya. Pasti, dia kedinginan. Toh, lebih baik untuknya saja. Aku mengulurkan lipatan jaket itu ke arahnya. Namun, ia justru menggelengkan kepala tidak mau menerimanya.

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang