17

25 4 4
                                    

~THE OVERTUNES - BICARA~

Cinta membutakan segalanya. Membuat orang-orang gila dalam sekejap. Entah bagaimana rasanya? Yang pasti, ia tak ingin jika harus kehilangannya

•••

Aku turun dari mobil. Tak berniat untuk mengajaknya masuk. Toh, buat apa? Biasanya kan dia langsung pulang. Aku pun meraih pagar rumah dan membukanya. Masuk ke dalam dan hendak menutupnya ketika seseorang telah lebih dulu mencengkeram pergelangan tanganku.

"Gak ngajakin gue masuk nih? Kan gue pacar lo," ucapnya sembari tersenyum manis. Aku menghela napas dan masuk ke dalam rumah. Tak menggubris keberadaan Oqi.

"Bodo amat! Pergi aja lo!" teriakku ketika aku memutar kunci rumah.

"Tapi, gue masih mau di sini." Oqi berlari ke arahku dan menurunkan handle pintu. Menyelonong masuk ke dalam rumah tanpa seizinku.

"Gak sopan banget sih, lo! Main nyelonong masuk ke rumah orang."

"Gak peduli! Ini kan juga rumah gue.

"Idih ... Ngaku-ngaku!"

"Kan emang bener. Sebentar lagi, kita bakalan lamaran, Sayang. Habis itu nikah. Jadi, rumah istri, rumah suami juga," ucap Oqi enteng. Tidak merasa aneh atas semua penuturannya.

Ia bahkan tampak sedang mengulurkan kakinya hingga bertumpu di atas meja. Merentangkan kedua tangannya di sofa layaknya bos. Hm ... Dasar anak songong! Anaknya siapa sih dia? Bikin darah panas saja.

"Gak usah ngkhayal!" sungutku sembari melemparkan bantal sofa ke arahnya.

"Argh," ringis Oqi sembari mengelus-elus tangan kanannya.

Tuh, kan! Lebay banget. Dilempar bantal aja, udah teriak kesakitan. Gimana kalau aku nglempar beton? Mungkin dia akan mati. Syukurlah.

"Hahaha ... Rasain tuh!"

"Dasar pacar—"

"Apa? Mau ngumpat ke pacar sendiri? Oke! Sini-sini!" tantangku sembari berkacak pinggang. Membuatnya diam membisu untuk sesaat. Hahaha ... Rasanya seru juga bikin Oqi kesal. Hum ... Mungkin, aku bisa mengerjainya setiap hari. Pasti asyik.

"Gak! Lo jahat! Banget! Sudah tahu gue memar begini. Masih aja dijahatin. Gak ada hati emang," cercanya dengan posisi yang masih sama. Bahkan, kali ini ia bertingkah lucu layaknya anak kecil. Mengerucutkan bibir sembari bersedekap.

"Aduh ... Cup-cup ... Kasihan banget sih pacar gue. Pingin gue tampol."

"Tampol mesra, ya?"

"Gak! Tampol pake wajan penggorengan yang masih panas!"

"Jahat banget," gerutu Oqi sembari menunduk. Dih, mulai deh panjat sosialnya. Tidak mempan!

"Ya terserah, lo! But, gue tetep gak peduli!" ejekku sembari mengedikkan bahu.

Meletakkan tas di sofa dan berjalan menuju dapur. Mengisi segelas air putih dan menegaknya hingga tandas. Huh, capek juga, ya, bicara sama Oqi. Tidak-tidak, bukan bicara lagi namanya. Tapi debat!

"Serah! Btw, mana Bang Tyo? Kok gak ada?" tanya Oqi sembari meraih sebuah toples yang ada di meja. Tangannya pun terulur untuk membukanya dan mencomot isi toples tersebut.

Hm ... Dasar anak tidak tahu diri! Main comot-comot aja cemilan kesukaan gue.

Aku menghela napas sabar dan menerbitkan senyuman tipis.

"Cie ... Nyariin. Mau pacaran sama dia, ya? Sorry nih ye ... Abang gue masih normal. Jadi, mana doyan sama cowok gak berperikemanusiaan kayak, lo! Ogah banget ye."

HINDER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang