51

119 10 1
                                    

Writer block :")

enjoy
.
.
.
.
.

Semua yang Nana dengar, sedetik pun tak pernah masuk dalam pikirannya. Eomma kandungnya meninggal? Seorang psychopath? Haruskah ia bersyukur tidak dibesarkan oleh seorang psycho, atau bersyukur karena ternyata eomma yang mengabaikannya bukanlah eomma kandungnya? Atau ia harus bersedih karena tak pernah bertemu dengan eomma kandungnya dan menjadi penyebabnya meninggal, pantas saja appa mengabaikannya.

"Bagaimana aku bisa pecaya pada cerita mu? Untuk apa lagi kebohongan ini?"

"Hasil tes DNA mu 99% Na. Tau kan keluarga Smith selalu menyimpan gen mereka dengan baik"

"Kalau aku memang sepupu mu --- Kenapa kau bersikap seolah menyukai ku dan mau jadi kekasih ku?? Kau mau inses??"

Astagaa... Salahkan neuron dalam otak Nana yang bergerak begitu cepat sampai membuat pikirannya begitu acak dan sangat cepat berubah. Hingga membuat Ken yang sudah mempersiapkan berbagai argumennya untuk membuat Nana percaya bahwa dia bagian dari keluarga Smith, menjadi bengong hingga tersedak liurnya sendiri.

"Kau... Mendekati mu sebagai kekasih itu hanya bagian dari lelucon ku! Dan semua skinship itu hanya kebiasan keluarga Smith!"

"Tapi kalau kita bukan sepupu aku mau sih jadi kekasihmu" Imbuh Ken dengan nada yang lebih pelan.

"Wahh memang brengsek. Sekarang bisa kita kembali ke daratan? Ini permintaan pertama ku sebagai sepupu mu loh"

"Pfftt, kau pikir aku bodoh? Membawa mu kembali ke sini jelas ada tujuannya"

Nana menghela nafasnya panjang. Entahlah ia sudah pasrah, tak peduli lagi dengan masa lalu atau silsilah keluarganya. Toh dia sudah punya keluarga baru yang lebih kekeluargaan.

"Appa sangat menyukai mu. Setiap hari yang kudengar hanya Nana begini, Nana begitu, Coba lihat Nana, Nana Nana Nana sampai ingin rasanya aku membunuh mu"

Nana menatap Ken begitu dalam, entah ia harus bereaksi seperti apa. Hah... Pikirannyasedang kacau, ia hanya mau pulang. Sedang malas meladeni orang curhat.

"Tapi begitu mengawasi mu setiap hari, ternyata kau menyedihkan juga ya. Trauma akut, cepat lepas kendali kemudian dihukum"

"Dan bicara dengan mu entah kenapa membuat ku benar-benar merasa kau adik perempuan ku, yang harus dijaga"

Nana terkekeh, geli sekali "Jangan membual. Melindungi apanya? Kau lupa sudah membuang ku seperti makanan ikan hiu saat berada di kapal ini?"

"Aku tidak membuang mu, kau loncat sendiri. Yang ku buang itu mainan ku"

"Soobin! Namanya Soobin. Dia adik ku"

"Aahhh... Irinya. Kita ada ikatan darah, tapi kau lebih menyayangi orang lain"

Nana hanya mendengus, dan mengalihkan pandangannya pada Hoseok yang juga menatapnya dengan sendu. Hah... Hoseok... Apa kali ini dia harus berenang juga? Tapi Hoseok takut laut, dan dia tak bisa berenang. Akan sangat menyusahkan.

"Aku bosan! Ayo kita main"

Ken menarik Nana untuk berdiri dan mengikutinya. Memerintah pengawalnya untuk membuka sangkar. Merintah salah satu anak buahnya masuk kedalam ruangan Hoseok dan berdiri di sampingnya.

"Lakukan"

Dengan satu perintah, Hoseok harus merasakan bagaimana sakitnya tergelinding bersama kursi tempatnya diikat karena tendangan yang begitu keras.

"Bagaimana? Menarik kan?" Tanya Ken dengan senyum penuh candanya pada Nana. Namun tak mendapat balasan.

Nana masuk ke dalam ruangan Hoseok yang ternyata tak terkunci, dan segera melepaskan ikatan pada tubuh Hoseok. "Maafkan aku" Bisik Nana pada Hoseok dengan begitu pelan dan penuh penyesalan.

Tanpa banyak omong Nana menarik Hoseok untuk keluar dari ruangan itu. Namun, pintunya terkunci.

"Ken. Perlu berapa ratus kali aku harus memohon padamu?" Tanya Nana geram. Mengeratkan pegangannya pada gagang pintu, menahan setiap gejolak emosi yang ia rasakan.

"Hoho sayangnya mendengar mu memohon itu sudah tidak seru lagi. Lanjutkan!"

*brak*

Pria yang tadi menendang Hoseok masih berada di dalam. Ia menghempaskan kursi hingga tepat mengenai dinding yang hanya berjarak 10 cm dari tempat Hoseok berdiri.

"Nana... Game kali ini akan lebih seru dari yang kemarin" Ucap Ken begitu senang.

"Ken... Ck! Haah..." Nana menghela nafasnya kesal. Sungguh kondisinya tidak memungkinkan. Gelang sialan di tangannya ini jelas menghambatnya untuk mengikuti 'game' ini.

"Nana... Apa maksud semua ini?" Tanya Hoseok yang sedari tadi bungkam dalam kebi gungannya.

"Oppa... Kau bisa berkelahi?" Tanya Nana penuh harap.

"Aku... Tak pernah berkelahi"

Astaga... Nana lupa kalau Hoseok itu anak baik. Tipe murid gemilang kesayang guru, yang begitu bercahaya, ramah, baik hati dan suka menolong. Sangat tidak membantu dalam situasi seperti ini.

"Kalau begitu berusahalah untuk tidak terluka. Perhatikan setiap gerakan pria itu, jangan sampai oppa terluka. Mengerti?"

Belum sempat Hoseok menjawab. Suara Ken sudah menggema di speaker yang ada di ruangan itu. "Dalam tiga... Dua... Satu! Mulai!"

"SIAL! OPPA JANGAN TERLUKA!" Ucap Nana begitu tegas. Namun ia justru menyembunyikan Hoseok di belakangnya. Dan terus menarik Hoseok dengan tetap berada di belakangnya untuk menghindari setiap serangan dari pria yang kini berperan sebagai lawan mereka.

Kursi itu entah sudah berapa kali terlempar dan hampir mengenai mereka.

"MEMBOSANKAN!" Ucap Ken dengan nada kesalnya. Membuat pria tadi mulai maju dan menyerang Hoseok secara langsung. Yup target pria itu adalah Hoseok.

"Ku peringatkan... kalau kau melukainya, sama saja dengan menggali kubur mu sendiri!" Ucap Nana dengan begitu tenang, namun dengan aura yang begitu mendominasi dan gelap.

"Persetan!"

*brak*

Satu tinju melayang tepat kearah Hoseok, dengan begitu cepat. Namun insting Nana jauh lebih cepat. Ia menjatuhkan Hoseok tepat sepersekian detik sebelum tinju pria itu sampai.

Nana terus menghadang setiap serangan yang tertuju pada Hoseok. Lebih tepatnya menyeret dan melempar tubuh Hoseok ke berbagai arah dengan begitu cepat, tanpa perduli Hoseok yang mulai pusing dan mual.

"CUKUP!" Ucap Ken dari sebrang sana. Ia tampak kagum dan kesal bersamaan.

"Mengambil apa yang menjadi milik mu memang susah ya. Kalau begitu Nana... Giliran mu. Ganti!"

"Akhirnya... Perempuan seperti mu bisa apa sih? Keturunan Headic yang dibuang!" Ucap pria tersebut, seraya meregangkan otot lengannya. Dan menatap Nana seolah ingin memanggangnya hidup-hidup.

Nana mendelik tak peduli dengan ucapan pria dihadapannya ini. Bergeser sedikit menjauh dari Hoseok, danmemasang kuda-kuda sebaik mungkin. Tak bisa menyerang dengan tangan, mari lakukan dengan kaki. Dan jauh lebih baik kalau ia bisa terus menghindar.

.
.
.
.
.

Tbc

BTS Maid (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang