BMG 🌠 61

1.4K 113 35
                                    

"Shei... Sheira!" teriak Alan mencari keberadaan Sheira di hutan itu. Dia cemas bukan main.

Shei, lo di mana?

Sudah hampir setengah jam Alan berkeliling mencari Sheira, namun masih tak kunjung ketemu. Ia sudah hampir pasrah, tapi tetap berusaha untuk mencarinya lebih keras lagi.

"Gue harus cari Sheira. Sampai ketemu," ujarnya bersungguh-sungguh. Ini bukan hanya perihal hilangnya Sheira. Tetapi melihat kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan itu lah, yang semakin membuatnya khawatir.

Tak jauh dari tempatnya saat ini, Alan melihat sebuah pohon besar walau pandangannya sedikit samar karena ini malam hari, penerangan pun sangat minim. Ia pun langsung menghampiri pohon itu dengan langkah penuh hati-hati karena banyaknya semak belukar serta ranting pohon yang kering menghalangi jalannya.

Alan memicingkan matanya saat perhatiannya beralih pada sebuah senter yang cahayanya mulai meredup itu, tergeletak di atas tanah.

"Shei. Itu pasti lo kan?" gumamnya memastikan.

Langsung saja Alan bergegas, mempercepat langkahnya. Ternyata benar, Sheira ada di sana. Di dekat pohon itu.

"Shei, ini gue. Alan." laki-laki itu berjongkok di dekat Sheira, ia menepuk-nepuk pipi gadis itu berulang kali, mencoba menyadarkannya. Lantaran begitu Alan datang, Sheira sepertinya pingsan.

"Kak... Sakit." ujarnya pelan. Memegangi perutnya yang terasa sakit.

Dengan tangan yang gemetar, Alan mendekapnya saat itu juga. Mencoba menenangkan Sheira, walau sebenarnya ia sendiri pun kini tidak bisa tenang sama sekali.

"Lo gak bakal kenapa-napa."

***

Delvin mengacak rambutnya frustasi. Dia sangat menyesal karena telah meninggalkan Sheira begitu saja. Memutuskan hubungannya sepihak tanpa alasan yang jelas. Meskipun, ia lakukan itu dengan sangat terpaksa.

"Bodoh. Lo bodoh, Delvin!" lelaki itu merutuki dirinya sendiri. Merasa bodoh karena tindakannya akhir-akhir ini pada Sheira, tak lain seperti pengecut. Ia sadar, bahwa dengan cara melampiaskan pada Letta, adalah salah satu tindakan yang sangat salah dan fatal.

Kini ia tahu, betapa busuknya Letta selama ini. Belum saja Delvin tahu bahwa kejadian tempo lalu, ketika Sheira yang di kunci di toilet sekolah adalah perbuatan Letta juga.

Seharusnya dari dulu ia sadar, bahwa bagaimana pun rintangannya, ia harus tetap berada di samping Sheira. Karena mungkin Sheira membutuhkannya, begitu pun Delvin lebih membutuhkan Sheira. Ia tidak seharusnya lemah di depan Papanya. Sesekali ia harus melawan jika akibatnya akan sefatal ini.

"Tunggu gue, Shei."

Delvin terus berlari mengitari hutan itu sambil sesekali melirik ke sekelilingnya mencari dimana Sheira berada.

Deg.

Langkahnya terhenti ketika dilihatnya Sheira yang kini berada di dekapan Alan. Bukan hanya langkahnya, detak jantungnya pun seolah berhenti begitu saja saat menyaksikan itu. Dadanya merasa sesak, di saat seseorang yang sangat ia cintai, kini sudah berada di dekapan orang lain.

Dia mencoba mengabaikan itu semua, langkahnya pun ia lanjutkan kembali untuk menghampiri mereka.

Alan hanya diam memandang Delvin yang kini berjongkok di hadapan Sheira.

"Shei, lo gak kenapa-napa kan?" tanya Delvin cemas dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Mau ngapain lo?!" desis Alan.

Be My Girlfriend [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang