Sesampainya dokter di ruangan tempat Alan berada, semua langsung keluar dari sana. Memberi ruang bagi dokter dan para perawat untuk memeriksa keadaan Alan yang baru saja tersadar dari koma.
"Gimana keadaan Alan sekarang, Vin?" tanya Aqila pada Delvin. Yang baru saja datang bersama Arga dan Arla yang tertidur di pangkuannya.
"Masih diperiksa dulu sama dokter. Tapi tante sama om tenang aja, tadi Delvin liat sendiri kok kalo Alan udah sadar."
"Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah." Aqila meneteskan air matanya haru. Entah kenapa rasanya sangat lega ketika mendengar bahwa putra sulungnya itu akhirnya sadarkan diri dari koma. Bukan hanya itu, di saat yang bersaman dia merasakan firasat buruk. Segera, Aqila menggelengkan kepalanya. Berusaha berpikiran positif, menghalau firasat buruk itu.
"Kenapa, Ma?" tanya Arga.
Aqila kembali menggeleng. "Gak papa kok, Papa Arga sayang. Aku cuma terharu aja, Alan akhirnya sadar."
Arga tersenyum pada Aqila. Dikecupnya kening istrinya itu penuh cinta. "Jangan nangis lagi ya, Ma. Kedua anak kita pasti bisa lewatin masa sulit ini. Dan nanti keluarga kita akan benar-benar utuh, bersama Alan, Sheira, Arla, dan calon baby twins kita tentunya."
Aqila membalas senyuman dari suaminya seraya mengangguk tanda mengiyakan, ah hanya Arga lah yang bisa menenangkan hatinya.
Ceklek.
Pintu pun terbuka, menampilkan sosok dokter laki-laki beserta kedua perawat perempuan yang baru saja keluar dari ruangan itu.
"Bila ada yang ingin menjenguk, silahkan. Keadaannya saat ini cukup membaik, tapi saya tak bisa menjamin bahwa keadaannya akan semakin membaik dalam waktu cepat. Karena bisa kapan saja keadaannya menurun," tutur Dokter bernama Yuda itu. Yang membuat semua yang ada di sana menghela napas lega sekaligus cemas akan keadaan Alan jika tiba-tiba menurun, seperti yang dikatakan dokter itu barusan.
"Saya boleh masuk kan, dok?" tanya Delvin.
Dokter itu mengangguk, dan Delvin pun langsung memasuki ruangan itu segera, untuk menemui Alan dan berbicara hal penting padanya.
"Adakah di sini orang tua pasien?"
Vera menyahut sembari mengacungkan tangannya, "Sa--"
"Saya, dok. Saya Papanya."
Namun ucapan Vera terpotong begitu saja oleh Arga. Membuatnya menurunkan tangan kembali seraya menundukan kepala. Dia baru sadar, bahwa kini Alan telah bertemu dengan orang tua kandungnya.
Menahan agar air matanya tidak kembali jatuh, Vera pun lebih memilih untuk masuk ke ruangan serba putih itu, hendak menemui Alan. Ia harus menghabiskan waktu, hari ini bersama dengannya. Karena mungkin setelah ini, Alan akan tinggal bersama orang tua kandungnya. Entah itu esok, atau lusa, Vera hanya berharap bahwa ini adalah bukan hari terakhirnya bersama Alan. Dia menyayangi Alan sudah seperti kepada putra kandungnya sendiri, bahkan lebih dari itu.
"Baiklah. Ada yang perlu saya bicarakan dengan orang tua pasien. Sebaiknya kita bicara di ruangan saya."
Arga mengangguk, lalu berjalan mengikuti dokter Yuda dari belakang menuju ruangannya.
"Aku ikut, karena aku juga orang tua Alan," kata Aqila menahan pergelangan tangan Arga. "Ya udah. Ayo."
***
"Lan, sorry. Selama ini gue pasti bikin hidup lo susah kan? Gue emang bego! Gak seharusnya gue bersikap gak baik sama lo. Bukan, bukan karena lo kakaknya Sheira. Tapi, kalaupun seandainya lo itu beneran anak Papa gue... Ah, gue minta maaf. Lo boleh balas perbuatan gue ke lo kapan pun itu, sekarang juga boleh."

KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Girlfriend [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA^^] "Lo itu ibarat magnet, yang mau gak mau hati gue harus ketarik waktu pertama kali gue liat lo." -Delvin Archelaus Lazuardi. Di hari pertamanya sekolah di SMA Kartika ternyata tidak memberi kesan baik bagi Sheira Belvania...