BMG 🌠 67

1.5K 105 24
                                    

Menatap Sheira yang sedang terlelap tenang di ranjang rumah sakit, perlahan tangan Delvin terulur, mengusap rambut gadis itu.

Seketika, memori kebersamaannya dengan Sheira terputar begitu saja di otaknya. Ia tidak bisa begitu saja melupakan semua momen yang telah ia lalui bersama Sheira. Apalagi mereka kan sudah kenal dari kecil.

Delvin tahu, sekarang gadis itu pasti masih kecewa padanya. Makanya, ia tidak akan memaksa pada gadis itu untuk balikan, meski sebenarnya Delvin masih sangat mencintainya. Biarlah, Delvin sudah menerima keputusan Sheira saat itu, karena mungkin itulah jalan yang terbaik bagi keduanya, walau nyatanya terasa sangat sulit.

"Shei, lo harus cepet sembuh ya. Gue gak mau liat lo sakit kayak gini. Meskipun sekarang gue bukan siapa-siapa lo lagi, gue akan jagain lo sampai sembuh, walau mungkin gue akan jagain lo dari jauh," gumamnya sendu, yang masih mengusap rambut Sheira.

Beralih dari rambut, kini cowok itu memegang tangan Sheira yang terpasang selang infus. Menggenggamnya erat, dan berkali-kali mengusap dengan lembut. Ia tentu sangat sedih melihat seorang yang ia cintai terbaring lemas seperti ini, tapi kalau Sheira tahu mungkin akan marah. Karena kan cewek itu termasuk tipe orang yang tak mau dikasihani, tak salah dia memang sok kuat.

"Delvin?" ujar Sheira pelan, yang ternyata dia baru saja terbangun dari tidurnya.

Yang awalnya menunduk, kini cowok itu pun mendongakkan wajahnya, menatap Sheira kaget. Dengan segera, Delvin melepas genggamannya dari tangan Sheira.

"Eh sorry, Shei. Gue gak tau kalo lo udah bangun. Gue pergi dulu ya?"

Dengan susah payah Sheira bangun dari berbaringnya. Mencoba duduk dan kemudian menyandarkan punggungnya.

Langsung saja Delvin berdiri dari duduknya, hendak pergi. Kini, untuk saling bertatap muka pun rasanya enggan, Delvin masih diselimuti rasa bersalahnya pada Sheira. Belum lagi, laki-laki jangkung itu tak mau jika Sheira membencinya karena seperti masih berharap padanya, walau kenyataannya iya.

Namun, langkahnya tertahan saat tiba-tiba Sheira memegang tangannya.

Delvin menoleh, "Lo di sini aja. Temenin gue ya? Papa sama Mama mungkin pulang dulu," pinta Sheira. "Lo tega ninggalin mantan lo sendiri di sini?" sindirnya dengan menekankan kata 'mantan' pada Delvin. 

Lelaki itu tersenyum kecut, kenapa juga Sheira harus menyebutkan itu. Ah, tapi memang benar sih, kini status keduanya tak lain hanyalah mantan.

"Serius, mau ditemenin mantan?" tanya Delvin sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Nggak ah males. Mantan gue yang satu ini nyebelin, pake banget!" Sheira mengerucutkan bibirnya kesal. Terhitung 2 minggu lamanya setelah Sheira berada di rumah sakit, baru sekarang ia bertemu dan berinteraksi lagi dengan Delvin. Namun malah menyebalkan.

Seketika Delvin tertawa, dari dulu senang sekali membuat kesal Sheira seperti ini. Meski awalnya tadi memang sedikit canggung sih. Tapi sekarang tidak tentunya.

"Iya-iya, gue gak jadi pergi kok. Mau nemenin mantan gue aja," ujar Delvin, mengacak puncak rambut Sheira. Membuat Sheira tersenyum.

Diam-diam gadis itu menggigit bibir bawahnya gugup, sudah lama Delvin tidak memperlakukannya seperti ini. Dia sungguh rindu dengan hal-hal kecil yang biasa Delvin lakukan padanya, tak bisa disangkal bahwa sekarang jantung Sheira dagdigdug tak karuan karena Delvin.

Laki-laki itu pun kembali duduk di kursi yang tadi ia duduki.

Setelah itu, hening. Tiba-tiba suasananya menjadi canggung. Keduanya bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Sungguh awkward.

Be My Girlfriend [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang