5 bulan kemudian...
Hari sudah mulai beranjak petang. Sepulang dari acara wisudanya Delvin beserta kakak kelas 12 nya yang kini semua sudah dinyatakan lulus dari SMA Kartika, Sheira berniat singgah di suatu tempat.
Awalnya ia hanya berniat ke sana sendiri, tetapi tentunya Delvin bersikukuh ingin mengantar gadis itu. Tak apa, akhirnya ia pun menerima tawaran Delvin untuk mengantarnya ke tempat tersebut.
Berakhirlah sekarang ia duduk di samping Delvin, berada di dalam mobil yang biasa dipakai oleh lelaki itu. Meskipun rasa canggung sesekali menyelimuti keduanya. Sheira menghela napasnya sesaat setelah sampai di tempat tujuan.
Melihat raut wajah Sheira yang tiba-tiba meredup, Delvin pun menggenggam tangan gadis di sampingnya itu menenangkan. "Ayo. Di hari yang bahagia ini, lo gak boleh sedih. Lo tega kalo seandainya kakak lo di sana juga ikut sedih?"
Sembari menatap Delvin, Sheira hanya menggeleng. Benar katanya, sekarang bukanlah waktunya untuk bersedih. Waktu setiap harinya terus berlalu, dia tidak boleh terlalu berlarut dalam kesedihan.
Sheira menyunggingkan senyumnya pada Delvin. Dan cowok itu ikut tersenyum setelahnya. "Nah gitu dong."
"Sini biar gue aja yang bawa," pinta Delvin mengambil buket bunga yang Sheira pegang. "Oke." Sheira memberikan bunga itu.
Setelah turun dari mobil, cowok yang masih dengan setelan tuxedo hitam serta cewek dengan dress navy panjangnya itu berjalan beriringan menuju tempat peristirahatan Alan. Karena sekarang adalah hari wisudanya juga.
Sheira dan Delvin pun memberhentikan langkahnya di dekat sebuah makam yang terlihat bersih itu. Sheira hanya menatap nisan bertuliskan Alan Pradana itu dengan sendu. Sengaja memang tidak memakai nama Reyhan, karena nama itu dari dulu memang sudah tiada. Sebelum akhirnya pertahannya pun runtuh, gadis itu berjongkok di samping makam kakaknya. Air mata yang sedari tadi terbendung, sudah tidak dapat ditahan lagi olehnya.
Mengingat surat serta hadiah berupa cokelat dari Alan yang dititipkan kepada Delvin saat itu, sungguh menyesakkan hati.
Seperti matahari yang selalu menyinari bumi tanpa lelah. Seperti tanah yang seringkali dijatuhi hujan tanpa mengeluh. Begitu juga gue, Shei. Gue akan terus mencintai lo sampai kapan pun. Meskipun kenyataannya semesta nggak mengizinkan gue untuk itu, dan mengharuskan gue untuk mencintai lo layaknya kakak kepada adiknya. Ya, karena gue itu kakak lo haha.
Gue tau, lo masih cinta sama Delvin. Sakit banget sih, ternyata orang yang selama ini gue cinta itu kayaknya gak akan bisa gue milikin. Karena lo cuma cinta sama Delvin, begitu pun sebaliknya. Gue tau banget gimana Delvin kalo lagi cemburu, liat mukanya pas gue lagi nganterin lo pulang aja udah kayak mau ngebunuh gue, anjir dah.
Awalnya itu gue fine-fine aja, setelah liat seberapa besar cinta kalian berdua, gue ngerti. Dan gue lebih memutuskan untuk mundur, anjir kan malah keinget kata tukang parkir:( oke skip. Gue pikir mencintai sebelah pihak gak apa-apa, karena cinta nggak selalu tentang memiliki. Liat lo bisa bahagia aja gue juga ikut bahagia, padahal mah dalem hati nyesek wkwk.
Tapi ternyata semesta juga nggak mengizinkan gue untuk mencintai lo meski sebelah pihak, dan gue ditampar kenyataan bahwa gue itu sebenernya kakak kandung lo. Gue sempet nggak percaya, tapi semesta kadang terlalu lucu emang. Dan akhirnya gue pun memutuskan akan berusaha mengikhlaskan perasaan gue ke lo, Shei. Karena itu adalah sebuah kesalahan besar.
Tetaplah bahagia. Gue percaya sama Delvin. Cuma ego kalian aja yang masih gede. Dah lah, jangan saling egois, kalo masih cinta ya nggak usah sok gengsi. Liat kalian berdua yang dalem hati pada pengen balikan tu ribet banget sumpah. Lo tenang aja, kalo tu cowok sampe nyakitin lo, gue siap hajar dia sampe abis. Enak aja nyakitin adek gue ckck.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Girlfriend [END]
Roman pour Adolescents[FOLLOW SEBELUM MEMBACA^^] "Lo itu ibarat magnet, yang mau gak mau hati gue harus ketarik waktu pertama kali gue liat lo." -Delvin Archelaus Lazuardi. Di hari pertamanya sekolah di SMA Kartika ternyata tidak memberi kesan baik bagi Sheira Belvania...