BMG 🌠 66

1.4K 107 24
                                    

"Gimana keadaan Sheira, Tan?" tanya Arga saat pintu ruangan di mana Sheira berada akhirnya terbuka, menampilkan sosok Dokter Tania yang baru saja muncul.

Dokter itu hanya menghela napasnya berat. Alih-alih semua yang berada di sana menunggunya berkata.

"Sheira gak kenapa-napa kan?" sahut Aqila dengan tatapan penuh harap pada Tania. Mungkin hanya sebuah kata 'Ya' ataupun anggukan dari Tania lah yang sangat ia harapkan. Bukan sebaliknya.

Namun, ternyata Dokter itu malah menggelengkan kepalanya. Dan perlahan meraih tangan Aqila dengan tatapan sendu.

"Maaf. Seharusnya aku kasih tau soal ini sama kalian dari dulu. Tapi aku baru bisa kasih tau kalian sekarang."

Aqila menggunjing tangan Tania kencang, dengan mata yang kembali berkaca-kaca. "Maksud kamu apa, Tan?"

"Sheira. Selama ini dia mengidap penyakit gagal ginjal, tapi dia tidak mengizinkan aku untuk memberitahu siapa pun," tuturnya membuat semua yang ada di sana terkejut bukan main.

Nafa kecewa pada Sheira. Kenapa dia bisa menyembunyikan hal seserius itu seorang diri? Lantas, kini Nafa tak bisa lagi menahan tangisnya yang sudah lama tertahan sedari tadi. "Shei... Kenapa lo tega sama gue hm? Kenapa lo gak kasih tau sama gue kalo lo sakit? Kenapa lo nyembunyiin ini sendirian? Kita udah sahabatan dari kecil, gak seharusnya lo kayak ini. Kalo sakit ya bilang sakit! Gak usah sok kuat kaya gitu."

Tak kuat lagi, Nafa pun sampai meluruh ke lantai sambil terisak. Dia kecewa sekaligus menyesal karena belum bisa menjadi sahabat yang baik bagi Sheira. Seharusnya ia tidak terlalu fokus mengejar cinta Daniel yang hatinya sekeras batu itu, dan akhir-akhir ini sampai kurang memperhatikan sahabat sedari kecilnya itu.

"Naf, udah ya. Ini bukan salah lo, jangan kayak gini. Dengan lo terpuruk kayak gini, gimana Sheira gak sedih coba? Kita harus support dia." Raisa berjongkok, memegang kedua bahu Nafa.

Eca mengangguk pelan seraya menatap Nafa sendu. "Iya, sekarang yang kita bisa cuma berdo'a untuk kesembuhan Sheira. Sheira yang kita kenal itu kuat. Gue yakin, dia bisa lewatin semua ini."

Raisa dan Eca benar, Sheira itu cewek yang kuat walau sebenarnya di dalam hatinya, ia sungguh rapuh. Tapi Nafa mengiyakan bahwa Sheira pasti bisa melewati semua ini, dia yakin, begitu pun kedua sahabatnya. Mereka yakin.

"Sayang kalian." Nafa merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Yang langsung disambut hangat oleh Raisa dan Eca.

"Dan sekarang..." Dokter Tania menggantung perkataannya. "keadaannya sedang kritis. Karena kondisi ginjalnya sudah parah, operasi transplantasi ginjal adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Sheira. Dia butuh pendonor ginjal segera."

Mendengar itu, Delvin tidak bisa untuk tidak menitikkan air matanya saat itu juga. Rasa bersalahnya pada Sheira, kini kian membesar. Dadanya saat ini sangatlah terasa sesak, kenapa harus semenyakitkan ini?

Maaf. Maaf... karena gue udah nyakitin lo. Maaf..  karena belum bisa jagain lo. Maaf... mungkin semenjak gue hadir, lo kayak gini? Maaf... Udah bikin lo jadi menderita. Maafin gue, Shei. Ini semua salah gue. Gue belum bisa bahagiain lo.

Dilihatnya Sheira yang sedang terbaring dengan segala alat rumah sakit yang tertempel di tubuhnya lewat jendela. Membuat Delvin semakin dihantui rasa bersalahnya. Beribu-ribu kata 'maaf' mungkin tak bisa menebus segala kesalahannya pada Sheira, tapi mungkin hanya kata itu lah yang bisa mewakilkan dirinya saat ini. Dia sungguh tidak bisa berbuat apa-apa.

Masih menatap Sheira dari kejauhan, Delvin tertegun. Dia kembali bergumam dalam hatinya.

Gue gak bisa berbuat apa-apa lagi sama lo, Shei. Tapi gue akan coba mendonorkan ginjal gue buat lo. Seenggaknya itu bisa ngurangin rasa bersalah gue, walau nggak sepenuhnya. Lo kuat, Shei. Gue sayang sama lo.

Be My Girlfriend [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang