Waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam. Di saat semua sudah tertidur, ternyata Aqila masih terjaga.
Ia sudah membalikkan tubuhnya berulang kali, berharap agar bisa mendapat posisi nyaman dan kemudian tertidur. Nyatanya, hasilnya nihil. Ia tetap tidak bisa terlelap sama sekali.
Dipandanginya kini Arga yang sudah terlelap di sampingnya itu lekat-lekat. Yang kemudian dengan perlahan tangannya terangkat, mengelus pelan pipi suaminya.
Perihal Aqila tidak bisa tidur saat ini bukanlah tanpa sebab. Selain karena memikirkan sebuah fakta tentang Alan yang jelas membuatnya syok, entah kenapa saat ini ia juga tak henti-hentinya memikirkan Sheira. Perasaannya sungguh tidak enak sekarang.
"Kamu belum tidur, hm?" gumam Arga setengah sadar.
Aqila menggeleng. "Gak bisa tidur, Ar. Aku kepikiran Sheira terus."
Tak lama kemudian, Arga merengkuhnya. Meraih ke dalam pelukan hangatnya. Mencoba menenangkan Aqila. "Percaya sama aku, Sheira gak bakal kenapa-napa. Kan ada Alan, kakaknya yang bakal jagain dia."
Ada benarnya sih apa kata Arga. Tapi, perasaannya kini sungguh tak enak. Tidak seperti biasanya. "Tapi---"
"Shutt. Kamu mending tidur ya? Kasian mereka juga pasti pengen tidur," kata Arga seraya mengelus pelan perut Aqila yang agak membuncit itu dengan memasang ekspresi sedih.
Aqila mengangguk mengerti. "Iya juga sih. Tapi aku haus."
"Ya udah, kalo haus ya minum. Simple kan?" Bukannya ambilin minum atau anter ke dapur kek. Udah tau istrinya bilang haus, lah suami yang satu ini malah merem lagi. Gimana Aqila gak kesel coba?
Sontak Aqila pun mencubit pipi Arga keras-keras, sampai membuatnya mengaduh kesakitan. Dan tentunya, ia pun tidak jadi melanjutkan untuk pergi ke alam mimpi.
"Aduh, aduh. Sakit dong, sayang," keluh Arga mengelus pipinya yang baru saja menjadi korban kdrt. Dasar Aqila! Giliran tadi aja dielus-elus, sekalinya kesel ya gitu, cubitannya gak main-main.
"Makanya, jadi suami tuh yang peka dikit napa!"
Arga tertawa pelan. "Ih jadi gemes deh liat kamu ngambek-ngambek kayak gini. Kan aku cuma bercanda."
Aqila cemberut, memalingkan wajahnya.
"Mau diambilin apa mau di anter ke dapur aja? Asal jangan minta yang aneh-aneh kayak kemaren aja ya," ujarnya memelas. Jangan sampai ngidamnya kambuh lagi di jam-jam sekarang.
Seketika raut wajah Aqila berubah. Sepertinya ingin menjahili Arga. "Eh tapi kok aku tiba-tiba pengen nasi padang rasa matcha ya? Bukan aku sih, tapi anak-anak kamu tuh yang pengen."
"Gak denger. Lagi pake sempak!" seru Arga berbaring kembali, membalut dirinya dengan selimut kemudian. Nah kan. Sudah menyerah duluan dia, bukannya mempermasalahkan nasi padang itu sih, tapi mana ada nasi padang rasa matcha? Udah gitu ini jam 2 malem loh, harus mencari ke berbagai penjuru dunia bagian mana untuk mendapat nasi padang di jam segini?
Lantas, Aqila tertawa melihatnya. Melupakan sejenak pikiran yang membuatnya tak tenang itu. "Tapi boong. Ayo, anter ke dapur!"
"Alhamdulillah." langsung saja Arga bangkit dari tidurnya, mengantar Aqila menuju dapur. Kalo dasarnya dari dulu udah parnoan ya sampe tua pun masih tetep parnoan.
Sesampainya di dapur, segera Aqila meraih gelas kaca dari dalam rak. Saat hendak menuangkan air..
Prang.
Gelasnya terjatuh begitu saja menuju lantai. Membuatnya gemetaran takut.
"Aqila, kamu gak papa kan? Ada yang luka gak?" tanya Arga cemas bukan main. Mengecek keadaan istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Girlfriend [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA^^] "Lo itu ibarat magnet, yang mau gak mau hati gue harus ketarik waktu pertama kali gue liat lo." -Delvin Archelaus Lazuardi. Di hari pertamanya sekolah di SMA Kartika ternyata tidak memberi kesan baik bagi Sheira Belvania...