BMG 🌠 40

1.8K 116 4
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak...

Tak tahu harus pergi ke mana, Sheira pun akhirnya memilih untuk pergi ke uks saja. Biarlah, setelah ini dia akan bolos pelajaran Biologi. Habisnya pikirannya saat ini sungguh kacau. Persetan dengan Raka, awas saja Sheira pasti akan membalasnya, cowok bangsat emang.

Sheira melangkahkan kakinya gontai. Hatinya seperti akan remuk saja seketika. Gadis itu tetap teguh untuk tidak menangis, dia tidak mau air matanya jatuh begitu saja hanya karena lelaki brengsek itu. Nggak etik banget.

Sesampainya di depan UKS, Sheira menghentikan langkahnya. Sungguh, hari ini benar-benar hari terburuknya.

"Delvin," gumam gadis itu seraya menatap ke dalam UKS dari jendela. Ya, di dalam sana ada Delvin. Tetapi tidak hanya Delvin, ditemani Letta rupanya.

Air mata Sheira sudah tidak bisa dibendung, perlahan bulir bening itu menetes melewati pipinya. "Ya ampun. Shei, lo jangan cengeng deh!" segera Sheira menghapus air mata itu, karena membuatnya terlihat menyedihkan. Sheira tegar, Sheira bisa.

"Vin, udah deh jangan maksain ya. Biar gue izinin ke pak Handi kalo lo sekarang gak bisa masuk kelas dulu," ujar Letta membujuk Delvin agar tetap diam di UKS saja karena kondisi tubuhnya yang kurang sehat itu.

Mungkin ini efek kemarin dia berendam di kolam renang terlalu lama. Makanya sekarang dia sepertinya masuk angin. Delvin juga memakai hoodie abunya hari ini karena dilihat dari wajahnya pun ia terlihat pucat.

"Lo kenapa, Vin?" Sheira bergumam pelan. Kenapa dia baru tersadar, Delvin sakit. Sheira jadi merasa bersalah. "Apa mungkin ini gara-gara gue?"

Delvin terlihat beranjak dari ranjang UKS. Dia sepertinya tidak ingin berdiam lebih lama di sana. "Nggak, Let. Gue gak papa."

"Delvin, plis. Lo jangan terlalu maksain. Lo butuh istirahat." Letta memohon pada Delvin agar tidak keluar dari UKS karena kondisinya yang kurang memungkinkan.

"Tapi---"

"Gak ada tapi-tapian segala. Kali ini lo dengerin gue, Vin. Plis, sekali ini aja."

Gadis itu bisa melihat bagaimana akrabnya Delvin dan Letta. Sakit, sungguh seperti itulah perasaannya saat ini. Cemburu? Tentu, Sheira cemburu melihat keakraban antara Delvin dengan Letta, si manusia munafik, bermuka dua.

Sheira, kamu gak sadar? Ketika kamu deket sama Alan juga mungkin Delvin juga merasakan hal yang sama. Cemburu.

Iya, tapi kan kenapa harus Letta? Itu yang Sheira tidak terima. Tapi apa boleh buat? Delvin juga mempunyai hak untuk bersama siapa saja, toh ia sendiri pun tidak mau terkekang, Delvin pun mungkin begitu. Sheira tahu diri saja.

"Iya, kali ini aja ya." Delvin mengangguk tersenyum pada Letta sambil mengacak puncak rambutnya pelan. Membuat pipi perempuan itu bersemu, menghangat.

Tanpa aba-aba, langsung saja Letta memeluk Delvin erat. "Makasih, Vin. Gue gak mau lo sakit lagi, kita sibuk pokoknya. Jadi lo gak boleh sakit. Nanti kalo lo sakit, gue yang ripuh dah ngurusin ini itu sendiri."

"Iya bawel!"

Dengan kedua tangan yang masih erat di tubuh Delvin. Letta terlihat tersenyum miring pada Sheira yang tak jauh dari pandangannya itu. Ia tersenyum puas, lebih dari puas.

Berani ya lo sama gue! Inget, Delvin itu punya gue! Gue gak akan biarin Delvin baikan sama lo, atau putus aja deh sekalian. Batin Letta yang tertuju pada gadis di dekat jendela UKS itu.

Sheira tentu menyadari tatapan Letta yang melayang padanya. Kesal, sebal, muak, sedih, marah, bercampur aduk jadi satu. Rasanya tuh ya pengen ngacak-ngacak tuh si nenek lampir bermuka dua. Tapi Sheira memilih untuk beranjak pergi saja, yang kakinya itu entah akan membawanya kemana. Terserah, pokoknya dia tidak ingin sedih lagi.

Be My Girlfriend [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang