Lagi dan lagi, Delvin merasa dirinya hanyalah boneka bagi Edgar dan Shamira. Dia merasa sama sekali tidak dianggap sebagai anak oleh mereka berdua, melainkan hanya sebagai penerus perusahaan keduanya yang selalu dibangga-banggakan itu.
Sekarang saja Delvin dipaksa untuk menghadiri acara makan malam bersama koleganya Edgar. Muak, dia sungguh muak dengan semua ini. Apalagi jika di depan kolega, Edgar dan Shamira tentu pamer kemesraan. Nyatanya? Tidak sama sekali, justru itu hanya sandiwara belaka.
Lama banget sih datangnya. Gue pengen pulang anjir.
Delvin memutar bola matanya malas. Biasanya juga Edgar tidak pernah mengajak dirinya untuk bertemu dengan kolega atau siapapun itu yang berurusan dengan perusahaan. Lah sekarang? Tiba-tiba ngajak, maksa pula. Belum lagi Shamira menyuruhnya memakai kemeja yang ia pilihkan untuknya, pikirnya mau ke kondangan apa? Harus pakai pakaian formal segala.
Jadilah sekarang cowok itu di sini, di sebuah restoran ternama di daerah Jakarta. Bersama Edgar dan Shamira, masih menunggu kolega yang masih belum menunjukkan batang hidungnya. Membuat Delvin kesal setengah mati karena menunggunya.
"Pa, Delvin mau pulang aja. Itu kolega Papa, cewek atau cowok sih?! Lama banget perasaan," keluh Delvin sudah tidak bisa memendam lagi. Persetan dengan Edgar yang pasti akan memarahinya.
"Jaga ucapan kamu, Delvin!" desis Edgar dengan nada mengintimidasi.
Sedangkan, Shamira yang berada di samping Delvin, mengelus punggungnya menenangkan. Membuat Delvin mendengus kasar.
"Sabar ya, Mama tau perasaan kamu sekarang. Tapi Mama bisa apa? sebentar lagi juga datang kok. Soalnya ada hal penting yang mau kita bicarakan sama kamu," kata Shamira. Yang dengan segera, Delvin menepis tangan Shamira dari punggungnya.
Cowok itu melirik Shamira sinis. "Gak usah sok peduli deh, Ma. Mama juga sama aja. Yang kalian urusin tuh cuma kerja, kerja, dan kerja!"
Shamira mengerti, putranya itu masih belum memahami keadaan yang sebenarnya. Dibalik itu, Shamira dan Edgar sebenarnya juga punya alasan tersendiri. Shamira hanya tersenyum tipis pada putra semata wayangnya itu. Ia tidak mau lebih mengecewakan Delvin.
Tak lama kemudian, akhirnya kolega yang dimaksud oleh Papanya itu pun datang. Seperti biasa, mereka saling bersalaman, begitu pun Delvin.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu," kata kolega Edgar meminta maaf. Yang ternyata tidak datang sendiri, melainkan bersama istri dan putrinya. Setelah Delvin perhatikan, bapak-bapak itu kisaran umur 40-an mungkin. Ditambah rupanya seperti keturunan Inggris begitu.
Tapi bukan itu saja yang Delvin perhatikan, melainkan seorang gadis blasteran Indonesia-Inggris yang berada di samping orang itu membuat perhatiannya teralih. Sebenarnya ada apa? Ia menjadi tidak percaya jika pertemuan ini hanya sebatas pertemuan dengan kolega. Apa jangan-jangan ada hal lain yang Edgar dan Shamira sembunyikan darinya? Ia jadi penasaran.
Gadis dengan rambut bergelombang, serta dress selutut berwarna pink peach itu Delvin akui bahwa dia sangat cantik. Belum lagi parasnya yang blasteran itu membuat siapa saja pasti terpesona, plus sangat anggun.
Secantik-cantiknya perempuan itu, Delvin tentu tidak tertarik. Karena yang ada di hatinya untuk saat ini dan seterusnya hanyalah Sheira. Ya walaupun sudah jadi mantan, Delvin akan tetap memberikan cintanya hanya pada Sheira. Dia akan menunggu gadis yang telah mengisi hari-harinya itu sampai waktunya tiba. Delvin percaya itu, mungkin sekarang semesta memang belum mengijinkannya bersama Sheira karena waktunya masih panjang, kalau memang berjodoh tak akan kemana.
Edgar tersenyum ramah dan berkata, "Tidak apa-apa, Pak Regan. Ya sudah silahkan duduk."
"Terima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Girlfriend [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA^^] "Lo itu ibarat magnet, yang mau gak mau hati gue harus ketarik waktu pertama kali gue liat lo." -Delvin Archelaus Lazuardi. Di hari pertamanya sekolah di SMA Kartika ternyata tidak memberi kesan baik bagi Sheira Belvania...