Xiao Zhan terbangun saat mendengar suara tidak yang disingkap Meng Ziyi. Tidak ada sinar matahari yang menerobos masuk karena terhalang awan mendung. Hari kelabu lainnya di Kota Lembang.
"Yibo pergi jam berapa tadi?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya untuk menyambut hari baru itu adalah perihal Wang Yibo.
"Jam 6 pagi," jawab Meng Ziyi.
"Sarapan?"
Meng Ziyi menggeleng prihatin.
"Taiheng?"
"Belum pulang. Dan ini," Meng Ziyi menyodorkan kartu kredit yang semalam Wang Yibo titipkan. "Yibo bilang kamu bisa pakai ini untuk ganti mobil kalau memang sudah bosan. Atau kalau kamu malas beli sendiri, kamu kirim pesan dia saja, nanti dia yang belikan katanya."
"Tante tahu apa yang akan aku minta untuk Tante lakukan pada kartu itu. Kenapa masih capek-capek berusaha memberikannya padaku?"
"Taruh laci lagi?"
"Atau kalau Tante mau, pakai saja. Nanti aku bilang ke Yibo kalau aku yang pakai." Xiao Zhan beranjak dari kasur dan duduk di depan kaca untuk menyisir rambut.
"Terima kasih. Tapi gaji yang diberikan Yibo masih cukup untuk menghidupi diri Tante," jawab Meng Ziyi, tanpa nada tersinggung. Justru terbesit kesinisan di kalimat itu. Seakan Meng Ziyi juga membenci kartu-kartu kredit mudahan itu, sama seperti yang dirasakan Xiao Zhan. "Kamu yakin nggak mau pakai?"
"Buat apa?" Tanya Xiao Zhan tenang. "Mercedes Benz-ku umurnya baru dua bulan," jawabnya dingin.
"Nggak mau beli yang lain?"
"Beli apa? Baju, sepatu, fashion stuff semua sudah disediakan Yibo. Itu saja belum bisa aku pakai semuanya." Xiao Zhan mengarahkan ujung dagunya ke arah lemarinya. "Makanan di sini semua ada. Mau makanan dari negara apa, tinggal panggil chef. Sekolah dibayarin Yibo juga. Semua-semuanya sudah dia sediakan. Beli buku? Kartu kredit yang pertama kali dia kasih nggak habis-habis aku gunakan. Bahkan mungkin sebentar lagi aku harus memperbesar perpustakaan miniku karena uangnya tak kunjung habis dibelikan buku. Mau beli apa lagi?"
Meng Ziyi tak perlu membantah lagi. Semua yang dikatakan Xiao Zhan memang benar. Maka Meng Ziyi meletakkan kartu kredit itu di laci bersama dengan kartu-kartu kredit lainnya yang tak pernah digunakan sekali pun. "Kamu mau ke mana hari ini? Biar Tante siapkan bajunya."
"Aku mau pergi latihan memanah. Peralatan panahku juga minta tolong sekalian disiapin ya, Tan."
"Oke. Terus kamu mau sarapan apa?"
"Apa saja asal bisa ditelan," jawab Xiao Zhan. "Terima kasih, Tante Ziyi." Ujarnya sopan lalu masuk ke kamar mandi.
Perbincangan tadi terlalu membosankan bagi Xiao Zhan. Tak begitu berarti dan berisi, terlalu sedikit rasa didalamnya. Sungguh, Xiao Zhan butuh kehidupan.
☂️
Siang harinya Xiao Zhan mengendarai mobilnya menuju arena pusat latihan memanah dan menembak milik Daddynya—Piao Canlie—yang terletak di Kota Lembang tak seberapa jauh dari rumah. Kini tempat itu di kelola Jin Shuozhen, sahabat sekaligus rekan kerja kepercayaan ayahnya.
Sekali seminggu Xiao Zhan rutin berkunjung ke sana, untuk menemui Jin Shuozhen sekaligus melakukan latihan memanahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...