Wang Yibo duduk berdampingan dengan Jin Taiheng di ruang tengah sementara Meng Ziyi mondar-mandir sambil menceritakan kronologis kejadian barusan.
"Xian ngerokoknya banyak sekali, ya Tante kuatir dong. Makanya waktu Owen datang. Tante minta tolong dia buat ngebujuk Xian supaya berhenti. Terus dia minta stok rokok kamu. Tante kira buat apa, ternyata dia malah ngerokok bareng Xian. Ya tapi, memang Xian berhenti ngerokok sih. Hanya caranya saja yang ekstrem. Kalau kamu nggak tepat datang, Owen pasti mati."
"Tadi pagi Om Zhen datang, bawain surat yang ditulis Daddy sebelum meninggal," sahut Jin Taiheng. "Mungkin karena itu Xian ngerokok. Dia sebenarnya bukan perokok berat. Dia hanya merokok kalau sedang benar-benar stres atau sedih. Dia ngerokok sejak umur tiga belas tahun, tepat setelah Papa meninggal. Daddy stres saat itu, nggak bisa terima ditinggalin Papa. Jadi Daddy menarik diri selama beberapa lama. Dia nggak mau ketemu siapa-siapa, jarang keluar kamar. Setelah itu pun, Daddy banyak berubah dan masih suka mengulangi tindakan serupa kalau sedang ingat Papa. Jadi apa-apa semua diurus sama Xian, dibantu Om Zhen. Sejak itulah Xian kenal rokok. Dan kalau diingat-ingat lagi, sejak itu juga Xian jarang nangis. Dulu Xian cengeng seingatku. Tapi setelah hari pemakaman Papa, saat itu Xian nangis tapi nggak digubris sama Daddy, sejak itulah Xian hampir nggak pernah menangis."
"Oh, ya?" Tanya Meng Ziyi terkesima. "Tante nggak pernah tahu itu."
Jin Taiheng tertawa miris. "Ya, dan sejak itu Xian juga jadi tertutup. Makanya dia jarang punya teman."
Wang Yibo mendengarkan dengan saksama, sementara Meng Ziyi mengembuskan napas lelah. "Tapi Xian ngerokoknya nggak masuk akal tadi, Heng. Banyak banget."
"Dia memang kuat ngerokok, Tan. Tapi memang dilakukan hanya sekali-sekali, seperti yang aku bilang tadi. Kalau dia sudah ngerokok, dia nggak berhenti sampai dia merasa hatinya enakan. Mungkin ngerokok itu cuma usaha dia supaya nggak nangis."
Kini berganti Wang Yibo yang mengembuskan napas panjang. "Lain kali, telepon aku kalau ada apa-apa, Tante Ziyi. Yang tinggal di rumah ini, yang bertanggung jawab atas mereka berdua, itu aku. Bukan Owen."
Baik Meng Ziyi dan Jin Taiheng tertegun mendengar pernyataan dari mulut Wang Yibo itu. Namun belum sempat mereka menyahut, mereka dikejutkan oleh Song Weilong yang tiba-tiba keluar dari kamar Xiao Zhan. Pria itu melangkah ke luar rumah dengan wajah kesal. Meng Ziyi berlari ke depan mengejarnya, sementara Wang Yibo dan Jin Taiheng bergeming di tempat.
"Gila tuh cowok. Habis asma kambuh, sudah mau mati, masih berani pergi kayak begitu."
"Lo masuk kamar sana."
"Eh?" Jin Taiheng tertegun sesaat.
"Masuk, belajar. Gue tahu lo besok ada ujian. Gue juga mau bicara sama kakak lo berdua."
"Oh. Oke." Jawab Jin Taiheng canggung, namun tak urung ia menurut juga.
Sebelum beranjak, Wang Yibo masih terpenjara dengan pikirannya. Ia bertanya-tanya, ada apa dengan Song Weilong? Perasaan apa itu yang ada di hatinya? Apakah ia setakut itu kehilangan Xiao Zhan? Apakah seperti itu namanya cinta? Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir Wang Yibo mencintai orang lain. Ada Ayah—orang yang tak pernah ia ketahui jati diri, wajah, dan keberadaannya. Ada ibu—orang yang selalu membencinya. Yang ia panggil ibu itu, seringkali tak peduli apakah Wang Yibo kedinginan atau butuh obat. Tiap kali ia ulang tahun, yang ia panggil ibu itu, justru akan memarahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MONDAY [Completed]
FanfictionXiao Zhan akhirnya mendapatkan hari Senin untuk menjadi pacar Wang Yibo, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu orang untuk satu hari. Sampai Xiao Zhan bertemu Song Weilong, playboy lainnya yang berparas tampan. Song Weilong mengubah hidup...